Seorang bocah laki-laki berumur 10 tahun itu tengah memanjat sebuah pohon yang bisa dibilang lumayan tinggi. Kaki kecilnya berpijak pada salah satu ranting yang besar kemudian kedua tangannya berusaha untuk meraih benda yang ada di atas ranting pohon tersebut.
Miko mencoba untuk mengambilkan tas sekolah Mika yang dilemparkan oleh salah satu teman-temannya di sekolah. Dia tidak tahu kenapa Mika sering di usili seperti itu. Tapi yang jelas, Miko akan selalu ada untuk Mika.
"Miko! Kamu turun aja, nanti jatuh!" Teriak Mika kecil dengan perasaan takut, cemas, serta was-was.
"Dikit lagi, nanggung tau." Jawab Miko dari atas pohon sambil berusaha meraih benda bewarna pink dengan gambar Barbie tersebut.
"Udah nggak usah! Aku nggak mau kamu sampai jatuh, biar nanti aku bilang sama Pak Satpam supaya diambilin. Kamu turun sekarang!" Perintah Mika.
Miko tidak mendengarkan ucapan Mika, dia berusaha menarik tas itu dan akhirnya tas itu jatuh dan hampir saja mengenai dirinya. Namun Miko malah mengkhawatirkan Mika yang berada di bawah.
"Kamu nggak kejatuhan kan tadi?!" Tanyanya cemas.
"Aku nggak apa-apa. Kamu cepet turun Miko! Aku marah kalau kamu bandel kayak gini." Mika berjalan mengambil tasnya dengan cemberut.
Miko kemudian langsung turun dengan gesitnya, setibanya di bawah dia langsung menghampiri Mika. "Marah lagi, nggak bosen apa?" tanya Miko.
Mika memandang dengan tatapa wajah masam, "aku marah karena kamu bandel dibilangin! Tadi kalau kamu jatuh gimana?! Terus kamu kenapa-kenapa, aku nggak mau kamu sakit." Kata Mika. ".... temen aku cuma kamu soalnya." Lanjut Mika dengan nada sedih.
Tidak tahu kenapa, semua murid di kelasnya selalu menatap Mika dengan aneh. Tidak ada yang mau mendekat kepadanya, padahal dia tidak mempunyai kesalahan apa-apa. Hanya Miko saja yang mau berteman baik dengannya, dan selalu menolong Mika kapan pun dan di mana pun. Mereka selalu berdua ke mana-mana. Bahkan tak segan-segan Miko ikut Mika bermain boneka, dan begitu sebaliknya Mika ikut Miko untuk bermain bola basket di lapangan komplek mereka dikala sore hari.
"Kamu tenang aja, aku nggak akan kenapa-kenapa. Aku juga nggak akan kemana-mana, aku bakal selalu di dekat kamu." Jawab Miko.
"Janji?" Tanya Mika.
"Janji."
Miko terbangun dengan keringat yang membasahi seluruh wajahnya. Nafasnya tersengal seakan dia habis mengikuti lari marathon. Dia mengusap wajahnya dengan gusar.
"Mimpi apa sih gue sebenernya, kenapa ada nama Mika di mimpi gue?" Miko bertanya pada dirinya sendiri dengan bingung. Dia melihat jam di ponselnya ternyata masih jam 4 subuh. Dia beranjak dari kasurnya lalu melangkahkan kakinya keluar.
Laki-laki itu menuju ke halaman rumah, hawa dingin langsung menyapanya. Hari yang masih gelap membuat Miko merasa sedikit rileks akan suasana tersebut.
Miko berjalan menuju jalanan komplek, tanpa dia sadari ternyata Langkah kakinya membawa Miko menuju ke sebuah lapangan. Tidak memerlukan waktu yang lama cukup 3 menit dia sampai di tempat itu.
"Entah apa yang bikin gue ke sini, tapi setiap ngelihat tempat ini seakan-akan gue punya kenangan di sini tapi gue nggak tahu apa-apa." Ucap Miko dengan memperhatikan kesekelilingnya. Kosong, sepi, dan dingin. Begitulah definisinya.
"Mimpi itu juga datang lagi, sosok anak kecil bernama Mika. Nama yang sama kayak cewek yang sebangku sama gue," gumam Miko.
"Gue seakan ngerasin sering ke sini, tapi gue nggak inget sama sekali." Katanya hampir frustasi. Karena berusaha untuk mengingat pun dia tetap tidak bisa.
* * *
"Tumben udah siap jam segini?" Shania—-Mama Miko menyapa anaknya yang baru saja turun dari kamarnya yang telah rapi mengenakan sragamnya.
"Emang ini jam berapa sih, Mah?" Miko mengambil tempat duduk di sebelah Mamanya.
"Baru juga jam 6.10 nggak biasanya kamu udah rapi gini." Shania meletakkan sepiring ayam goreng ke atas meja makan.
"Tadi nggak bisa tidur, lagian habis subuhan juga." Cowok itu kemudian mengambil tempat duduk di samping Mamanya yang sibuk menata sarapan.
"Papa belum bangun?" Miko bertanya sembari menuangkan air ke dalam gelas.
"Udah," jawabnya.
"Mah, Miko mau tanya." Perkataan Miko membuat wanita itu heran. Tumben sekali anaknya mau bertanya saja pakai izin. Dia meletakkan gelas yang sudah terisi oleh air itu kesamping.
"Yaudah nanya aja sayang,"
"Mama duduk dulu dong." Pinta Miko.
Terlihat Shania yang menghela nafasnya lalu akhirnya dia menuruti permintaan anaknya.
"Mau tanya apa sih sebenernya?"
"Ada yang Mama sembunyiin nggak sih dari aku?" tanyanya serius.
"Apa yang Mama sembunyiin dari kamu? Ngaco deh kalau ngomong. Mending kamu sarapan habis itu berangkat sekolah." Shania kemudian bangkit dari duduknya dan kembali sibuk dengan pekerjaan dapurnya.
Melihat Mamanya yang pergi membuat lelaki itu mendengus, "Apa susahnya sih tinggal jawab aja?"
"Pagi Miko, tumben udah rapi. Pagi-pagi bukannya semangat malah ngedumel gitu. Ada apa?" Reyhan——Papa Miko datang dengan membawa tas kerjanya. Dia duduk depan anaknya.
"Mama tuh, ditanya baik-baik malah aku yang dimarahin." Adu Miko pada Reyhan.
"Tanya apa kamu emangnya?" Kini Reyhan bertanya sembari mengambil nasi dan juga lauk di atas piringnya.
"Aku tanya soal, apa Mama sama Papa ada rahasia sama aku? Aku ngerasa kalau ada yang kalian rahasiain soalnya."
Reyhan tertawa. "Masa iya kita main rahasia-rahasiaan sih Nak. Mama sama Papa nggak ada rahasia apapun. Daripada kamu tanya aneh-aneh sini, makan sama Papa keburu telat kamu nanti." Ucap Reyhan seakan mengalihkan topik pembicaraan menurut Miko.
"Yaudah lah, aku berangkat aja." Laki-laki itu beranjak dari duduknya lalu memakai tasnya dan berjalan keluar.
Shania dan Reyhan saling pandang melihat anaknya yang secara tidak langsung itu marah dengan keduanya.
"Apa kita berlebihan?" Shania bertanya pada suaminya.
"Enggak, sayang. Nanti kita bakal kasih tau dia juga kok. Tapi nggak sekarang," jelasnya.
Shania tersenyum dengan anggukan kepalanya, kemudain dia mengambil tempat duduk di dekat suaminya untuk sarapan.
* * *
Berbeda halnya dengan Miko justru Mika saat ini sudah berada di sekolah. Dia duduk di kursi depan kelasnya sembari menunggu teman-teman yang lainnya datang. Serem kalau dia duduk sendiri di dalam kelas, mengingat ini masih jam 6 lebih 20 menit dan kelas pun masih sepi.
Mika berharap semoga hari ini dia bisa lebih mengenal Miko. Dia bisa sedikit mencari tahu tentang kebenaran kenapa laki-laki itu seakan cuek padanya. Tidak mungkin hanya masalah pacar dia bersikap dingin, dan itu hanya dengannya. Mengingat pacar Miko membuat Mika nyesek sendiri.
"Mika kenapa di luar?" Seorang gadis yang memakai jaket merah itu tiba-tiba bertanya padanya.
Dia adalah Elma teman sekelasnya. "Di dalem belum ada orang. Serem kalau sendirian hehe." Jawabnya.
Elma geleng-geleng kepala mendengar jawaban Mika. "Gue masuk nih, lo nggak mau ikutan masuk?" Tanya gadis itu.
"Ayokk."
Mika langsung mengikuti Elma untuk masuk ke dalam kelas.
Elma duduk di deretan bangku nomer 2 dari selatan jadi tidak terlalu jauh dari posisi Mika.
"Eh lo udah tau nama gue belum sih?" tanya Elma sambil meletakkan tasnya di atas meja. Lalu dia berjalan menuju ke arah Mika.
Dengan polosnya Mika menggeleng, "belum."
"Udah gue duga sih. Kenalin gue Elma, masa nanti temen sekalas nggak tahu namanya haha." Cewek itu tertawa.
Mika mengangguk dan mengingat nama gadis itu.
Elma mengambil tempat duduk di depan gadis itu lebih tepatnya di kursi milik Farzan. Lalu dia menghadap ke belakang.
"Duduk sama Miko gimana?" tanya Elma.
"Gimana apanya?" Mika justru balik bertanya dengan bingung.
"Enak apa enggak? Kan temen-temen sekelas tuh dari kelas 10 kalau mau duduk deket dia pasti dia hujat habis-habisan. Kalau sama lo kayaknya enggak deh, buktinya lo adem ayem gini." Kata Elma.
"Judes sama cuek sih iya. Tapi kalau di hujat nggak pernah, jangan sampai deh. Nanti aku nggak tahu mau duduk sama siapa lagi." Jawab Mika.
"Miko tuh emang gitu anaknya dari kelas 10, nggak tahu sih apa alasannya suka duduk sendiri. Padahal nih ya kan nanti nggak bisa nyontek terus nggak bisa diskusi sama temen sebangku kalau dia nggak tahu materi pelajaran."
"Mungkin dia punya alasan, kayak alasannya tuh semacam ini hidup gue jangan ganggu." Kata Mika.
"Bisa ngomong lo-gue ternyata, kenapa nggak pakai lo-gue aja sih daripada aku-kamu?" Tanya Elma pindah topik.
"Prinsip ku sama kayak Miko, aku nyamannya pakai aku-kamu."
"Ohh gitu. Eh lo berdua namanya kok hampir sama gitu ya," kata Elma.
"Ha?"
"Iya, Mika sama Miko."
"Kebetulan yang pas kan," ucap Mika dengan tersenyum.
"OKEYY BYE SAYANG! NANTI ISTIRAHAT GUE KE KELAS LO!" Saat sedang asik membicarakan Miko tiba-tiba suara menggelegar itu membuat Mika dan Elma menoleh. Ternyata di sana ada Miko dan seorang perempuan.
"Nah, itu Danila. Pacar Miko." Ucap Elma. Tanpa di sadari perkataan sederhana barusan membuatnya seakan terhantam sebuah batu besar