"Ohh gitu ceritanya," ujar Dheera manggut-manggut.
Clara menatap Dheera menunggu reaksi Dheera yang sangat biasa. "Gitu aja respon lo?" tanya Clara.
"Jadi Dheera harus apa?" tanya Dheera bingung.
Clara menangis semakin kencang membuat Dheeera bingung harus berbuat apa.
"Clara kenapa Dhee?" tanya Ken yang muncul entah dari mana.
Dheera langsung memalingkan wajahnya menatap Ken. Senyum lebar terbit dari bibir Dheera, Dheera memanggil Ken seraya melambaikan tangannya meminta Ken untuk duduk di sampingnya.
"Sini Ken, cepat!" panggil Dheera lagi karna Ken tak kunjung berjalan dan mendekatinya.
Ken duduk disebelah Dheera dan kembali mengulang pertanyaannya tentang Clara yang masih menangis di seberang Dheera. Namun bukannya menjawab pertanyaan Ken, Dheera malah memeluk Ken sambil mengutarakan kekangenannya pada suaminya itu.
"Dheera kangen deh sam Ken."
"Aelah Dhee baru juga gak ketemu sejam."
"Ihh biarin aja sih, mau sejam mau sehari. Pokoknya Dheera kangen!"
"Hmm yayaya, serah lo aja deh." Pasrah Ken.
"Astaga tuhan, gua punya adek sebijik manjanya nauzubillah. Kakaknya lagi sedih bukannya dihibur malah mesrah-mesraan." Omel Clara.
"Clara kenapa Dhee?" Tanya Ken lagi.
"Entah, gak tau." Acuh Dheera.
"Dheera gak tau, suruh pulang aja. Dheera pusing liat Clara nangis terus dari tadi." Lanjut Dheera.
"Heeh, durhaka lo jadi adek!"
Dheera menatap Clara dengan senyum lebar. "Maafin Dheera yaa, tapi Dheera itu pusing dengarin Clara nangis dari tadi," ujar Dheera jujur.
"Kenapa lo Cla?" tanya Ken menyerah bertanya pada Dheera.
"Gua dijodohin."
Ken menatap Clara dengan raut wajah bingung.
"Ehh kok kamu bingung? Dheera belum bilang sama kamu ya?" tanya Dheera.
"Bilang apa?"
"Jadi Clara tu dijodohin," ujar Dheera.
"Ohh, jadi karna itu lo putus sama arga?" tanya Ken pada Clara.
Dheera diam enggan menjawab. Sedangkan Clara kembali berkelut dengan tangis dan kesedihannya.
"Tu kan, kesel deh Dheera. Ditanya bukan dijawab, malah nangis."
"Kan gua udah cerita Dhee!" kesal Clara.
"Masa?"
"Barusan Dheera!" geram Clara menatap Dheera dengan mata melotot.
"Ehh, maaf ya Cla, Dheera gak dengarin Clara cerita," ujar Dheera merasa bersalah.
"Salah apa gua tuhan? Punya org tua diktator! Punya adek satu udah lola b**o lagi. Punya pacar juga gak bisa diandalin! Ehhh mantan bukan pacar. Sedih amat kayaknya hidup gua."
Dheera memutar matanya malas, Clara sangat melebih-lebihkan semua hal hari ini.
"Jadi gimana Cla?" tanya Ken yang sedikit lebih normal ketimbang yang disebutkan oleh Clara.
"Apanya?"
"Yang lo omongin."
"Ihhh Ken, Dheera udah bilang kan tadi Clara itu dijodohin sama Mama."
"Iya tau Dhee. Yang gua tanya gimana hubungan dia sama arga sekarang."
"Ohh gitu. Mereka putus, katanya Arga gak mau perjuangin hubungan mereka. Kata Arga, Arga gak mau perjuangin sesuatu yang dia tau hasilnya gak mungkin," jelas Dheera begitu fasih.
"Itu lo tau."
"Iya kan Dheera dengarin." ujar Dheera tanpa merasa bersalah.
"Tadi katanya gak ngedengerin! Sekarang udah ngedengerin!" kesal Clara dalam hati.
"Ken, pisau di dapur tajam gak?" tanya Clara geram.
"Tajam, mau ngapain lo?"
"Mau bunuh diri."
Mendengar ucapan Clara sontak Dheera memukul lengan Clara kuat.
"Sakit Dheera!"
"Mulutnya gak sopan! Ngomong bunuh diri depan Dheera, nanti kalau anak Dheera dengar gimana?"
Clara menatap kesel Dheera. "Gak di rumah gak disini sama-sama bikin gua stress."
"Clara! Nanti anak Dheera dengar, gak boleh ngomong gitu," tegur Dheera lagi.
Clara mengelus perut Dheera sembari menahan kekesalannya yang sudah diubun-ubun. "Maafin tira ya sayang," bisik Clara pada perut Dheera.
Tira itu adalah aunty Clara. Disingkat gitu ceunah, biar gak ribet.
"Gak mau," ujar Dheera dnegan suara yang dibuat-buat.
"Itu bukan jawaban ponaan gua, Jawaban maminya, jadi gak perlu di dengarin."
"Kok Clara gitu?" protes Dheera.
"Habisnya lo ngeselin sih."
Ken menghela nafas panjang. "Gua yang pusing lama-lama disini," batin Ken menatap Dheera yang memeluknya erat.
"Dhee gua keluar ya."
"Gak boleh," larang Dheera dengan nada manja.
"Pusing Dhee liat kalian debat gak penting."
"Clara tu! Suruh pulang aja!"
"Dheera, gak boleh gitu. Nanti anak lo dengar."
"Ehh iya," ujar Dheera teringat akan calon anaknya yang ada diperutnya. Dheera mengelus perutnya lembut. "Maafin mami ya nak, Tira tuh yang jahat bukan mami."
"Gua aja terus yang kena."
"Jadi ini boleh pergi gak?"
"Enggak!"
"Terus gua ngapain? Dengarin debat gak penting kalian?" tanya Ken mulai geram pada Dheera.
"Mending Ken bantu Clara, cariin solusi. Dheera pusing liat Clara nangis," ujar Dheera memberi saran.
"Ya udah gua keluar Dhee, nemuin arga."
Dheera diam berfikir untuk membolehkan Ken pergi atau tidak.
"Gak mau, pasti ke bar. Nanti kamu pulangnya bau. Dheera gak sanggup cium baunya." ujar Dheera dengan wajah sedih.
Belakangan ini penciuman Dheera menjadi super sensitif. Dheera tak bisa mencium bau yang sedikit menyengat seperti bau parfum. Terlebih lagi bau alkohol.
"Udah ahh, capek gua nangis. Kamar tamu mana? Gua malas pulang ke rumah. Malas debat sama mama. Energi gua habis debat sama Dheera." ujar Clara menghapus sisa air mata yang ada di pipi dan pelupuk matanya.
Dheera menoleh pada Clara dan menatapnya dnegan wajah bingung. "Dheera kan gak ada tanya, kok Clara jelasin?" tanya Dheera polos.
"Biar jelas, capek ngejelasin nya lagi."
"Padahal yang Clara bilang gak penting."
"Ken, sebelum gua meledak, bagus kasih tau kamar tamu dimana," geram Clara.
Ken tertawa renyah. "Terserah lo mau yang mana, kamar tamu dilantai bawah semua," ujar Ken.
"Kecuali yang itu, semua boleh," ujar Dheera menunjuk salah satu kamar yang ada di dekat tangga.
"Gua mau yang itu."
"Gak boleh!" pekik Dheera.
"Kenapa? Katanya terserah kok."
"Itu kamar Dheera, gak boleh dimasukin sama orang lain kecuali Dheera sama Ken," ujar Dheera menjelaskan.
"Gua mau yang itu," kekeh Clara.
"Dheera bilang mama ya Clara!" ancam Dheera.
"Ck! Gak seru lo! Pakai ngadu ke mama, ya takut lah gua!"
Dheera tertawa penuh kemenangan. "Awas aja kalau Clara pegang pintunya, Dheera bilang sama mama," ancam Dheera lagi.
"Dih, kesenangan dia. Sementang gua takut."
"Capek beneran gua liat lo berdua," ujar Ken kehabisan rasa sabar akan kedua kakak beradik yang ada dihadapannya. Ken berdiri dari duduknya hendak pergi.
"Mau kemana Ken?" pekik Dheera.
"Kamar Dhee."
"Tungguin," pinta Dheera manja.
Mau tak mau Ken kembali mendekat pada Dheera guna menjemput Dheera yang mengulurkan tangannya. Karna Dheera hamil sangat menyeramkan dan juga senjata nya sangat ampuh, a.k.a ngadu Ke ke papa James. Jadi dengan terpaksa Ken mengalah.
"Sana Clara tidur, siapin tenaga buat nangis lagi besok," ujar Dheera mengejek Clara.
Clara menghela nafas panjang. "Untung lagi hamil, kalau enggak udah gua kutuk juga lo," geram Clara meremas tisu yang ada ditangannya.
Dheera menatap Ken sambil senyam-senyum, tanpa memperdulikan Clara dengan segala kegeraman dan kekesalannya.
"Gak didengerin lagi gua ngomong? Untung gua kakak yang sayang adeknya," ujar Clara sembari mengelus d**a.
"Ken mau gendong," pinta Dheera manja.
Ken mengangguk pelan mengiyakan permintaan Dheera. Sejurus kemudian, Ken menggendong Dheera ke kamar mereka.
From Gracio arga
To : Clareta Victoria
Cla, angkat telpon aku sebentar aja. Kali ini mau marah berapa lama? Udah 2 minggu kamu marah. Ke bar ya, kku tunggu.
Clara hanya membaca pesan dari Arga tanpa berniat untuk membalasnya. "Buat apa gua ke sana? Jangan kan perjuangin gua. Lo bahkan gak menghargai gua." batin Clara sambil menutup ponselnya dan pergi ke kamar tamu.
Bersambung...