Dalam Bayang-bayang Api

837 Kata
Mama Anna muncul, kedua lengannya erat menggendong Yusuke dan Tetsu. Matanya melebar melihat mereka masih berjuang membuka pintu. "Pintunya masih belum terbuka?" tanyanya dengan nada mendesak. Kazumi menggeleng, terengah-engah. "Belum, Mama! Kami masih mencoba mendobraknya, tapi pintunya terlalu kokoh!" Mama Anna mengatupkan rahangnya. Tidak ada waktu. Tanpa ragu, ia berlutut dan dengan hati-hati meletakkan Yusuke dan Tetsu di lantai kayu. "Jaga mereka baik-baik. Aku akan ke ruang makan sebentar." Tanpa menunggu jawaban, Mama Anna berlari menyusuri lorong. Kazumi dan Denji saling pandang. "Ke ruang makan?" gumam Denji, bingung. "Mungkin Mama Anna punya rencana," jawab Kazumi. Beberapa detik kemudian, langkah tergesa terdengar kembali. Tap! Tap! Tap! Mama Anna muncul sembari menggenggam sebuah kursi kayu kokoh yang diambil dari meja makan. "Minggir dari pintu!" perintahnya. Tanpa banyak tanya, Kazumi dan Denji segera menyingkir. Mama Anna menarik napas dalam, menguatkan pegangan pada kursi, lalu mengayunkannya ke arah pintu dengan sekuat tenaga. BRAK! Benturan keras menggema di lorong. Kayu pintu bergetar hebat, engselnya berdecit, tetapi masih belum terbuka. Hanya terdengar bunyi retakan halus di sekitar sambungan dan engsel pintu. Tampaknya tinggal satu dobrakan lagi untuk merobohkannya sepenuhnya. "Sedikit lagi!" seru Kazumi. Denji menatap pintu dengan mata tajam, lalu tanpa ragu menjatuhkan diri ke lantai. "Kazumi, ayo bantu Mama. Kita tendang bersamaan, sementara Mama Anna menghantam dengan kursi!" Kazumi mengangguk. "Mengerti!" Mama Anna mengubah sedikit posisinya, menaikkan kursi lebih tinggi agar tidak mengenai kaki mereka nantinya. "Baik, dalam hitungan ketiga, kita dobrak bersama!" perintah Mama Anna Mereka bersiap. Mama Anna mulai menghitung. "Satu... dua... tiga!" BRAK! Pintu akhirnya terlepas dari kuncinya yang rusak dan menghantam dinding dengan suara keras, menggetarkan seluruh ruangan. Denji tersentak, mengusap dahinya yang berkeringat. "Akhirnya terbuka juga…." Namun, sebelum ia bisa berkata lebih jauh, Mama Anna melempar kursi yang dipegang dan bergegas masuk ke kamar, suaranya dipenuhi kegelisahan. "Pak Hotaru?! Pak Hotaru!!" seru Mama Anna. Kazumi melihat Mama Anna melesat ke dalam, dan tanpa perlu diperintah, ia segera berlari ke arah kedua bayi yang masih berbaring di lantai. Meski Mama Anna tidak memberikan instruksi, seakan sudah ada ikatan tak terucapkan di antara mereka. Setiap anak di Asahi House tahu, dalam situasi seperti ini, mereka hanya perlu saling memahami dan bertindak cepat. Kazumi meraih Yusuke dengan cekatan dan menggendongnya erat. "Denji! Kau gendong Tetsu!" Denji mengangguk tanpa ragu dan segera mengangkat Tetsu ke dalam dekapannya. Sementara itu, di dalam kamar, Mama Anna berdiri tertegun di samping kasur Pak Hotaru. Kosong. "Di mana Pak Hotaru...?" Jantung Mama Anna berdegup kencang. Pandangannya menyapu ruangan dengan cepat, mencari tanda-tanda keberadaan sang kepala panti. Kemudian—suara itu. Gemercik air. Mama Anna menoleh ke arah kamar mandi. Pintu tertutup. Cahaya lampu masih menyala dari dalam. "Pak Hotaru ada di dalam? Tidak... jangan bilang dia pingsan?" Mama Anna menelan ludah. Pikiran-pikiran buruk mulai berkecamuk di kepalanya. Darahnya berdesir. "Apa yang terjadi...?" bisiknya nyaris tak terdengar, tapi degup jantungnya bergema keras di telinganya. Mama Anna melangkah mendekat ke pintu kamar mandi, lalu mengetuknya cepat, cemas. "Pak Hotaru...? Pak, ini Mama Anna! Tolong jawab kalau Anda mendengar saya!" Hening. Tak ada jawaban. Hanya suara air mengalir pelan dari balik pintu. Mama Anna bersiap mengetuk lagi— Krak. Kakinya menginjak sesuatu yang licin. Ia reflek melihat ke bawah, dan— "AAAAAAAHHH!" teriak Mama Anna. Teriakannya mengguncang kamar. Ia mundur selangkah, gemetar. Di bawah celah pintu, tepat di tempat ia berdiri, ada cairan merah gelap—DARAH. Dan tak jauh dari situ... Ada sebuah JARI. Terpotong. Menyembul dari balik celah pintu seperti pesan kematian yang menjerit tanpa suara. Kedua tangannya menutup mulut, menahan napas yang tersengal. Dalam hatinya, ia memohon, "Ya tuhan... Pak Hotaru" Tanpa pikir panjang, Mama Anna menendang pintu itu dengan sekuat tenaga. Braak! Pintu terayun terbuka dengan mudah, membuatnya hampir terhuyung masuk. Ternyata pintu itu ... tidak terkunci. Dan di dalam— "Tidak... tidak...!!" Matanya membelalak. Pemandangan di depannya membuat napasnya tercekat. Darah. Di mana-mana. Lantai kamar mandi dipenuhi genangan merah pekat, memercik ke dinding dan menyapu sebagian tirai kamar mandi. Namun yang paling membuat bulu kuduk berdiri adalah satu hal... Tidak ada siapa-siapa di dalam. Kamar mandi itu kosong. Mama Anna berdiri mematung. Keringat dingin membasahi pelipisnya. Hening. Bahkan gemericik air dari keran yang terbuka terdengar seperti jeritan kematian. *** Di luar kamar Pak Hotaru, Kazumi dan Denji masing-masing menggendong bayi di pelukan mereka. Lalu— "AAAAAAAAAHHH!!" Sebuah teriakan histeris menggema dari dalam kamar, membuat bulu kuduk mereka meremang. "Ma-Mama Anna?!" seru Denji, matanya membelalak panik. Teriakan itu membuat Yusuke dan Tetsu menangis keras, tubuh mungil mereka menggeliat resah dalam dekapan. Kazumi menatap Denji. Tatapan mereka bertemu, penuh kecemasan yang sama. "Ayo kita masuk periksa ke dalam," kata Kazumi, suaranya tegas, tapi ada getar di ujung nadanya. Tanpa menunggu jawaban, Kazumi melangkah cepat ke dalam kamar. Di dalam, Mama Anna masih berdiri mematung di depan kamar mandi. Matanya membelalak, wajahnya pucat pasi, dan tangannya bergetar hebat. Namun suara tangis Yusuke dan Tetsu yang semakin keras, menyadarkannya kembali akan dunia. Langkah kaki mendekat. Mama Anna tersentak sadar, lalu buru-buru keluar dari kamar mandi, menutup pintunya rapat-rapat, hendak mengubur rahasia kelam di baliknya. (To be Continued...)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN