Gadis itu membasuh wajahnya lalu menatap bayangan dirinya di cermin. Senyuman puas terukir di bibirnya. Wajah yang dulunya kusam dan dipenuhi bintik-bintik merah sekarang telah hilang dan berganti dengan wajah putih cerah dan mulus. Rambut coklat yang dulunya seperti rambut orang gila telah berganti dengan rambut bergelombang dan halus.
Perawatan rutin yang dilakukannya selama lima minggu ini telah membuahkan hasil yang sangat memuaskan. Ia sendiri pun tidak percaya dengan kecantikan tersembunyi milik Lien.
Wajah oval yang putih mulus, bibir kecil berbentuk love, mata sipit dan terlihat meneduhkan, iris mata hazel, rambut coklat yang bergelombang, dan tubuh yang sempurna membuat penampilan Lien terlihat lebih memukau dan memesona. Tidak perlu diragukan lagi kecantikan yang dimilikinya. Pria mana pun yang melihatnya pasti akan bertekuk lutut, kecuali mereka tidak normal.
Selesai mengeringkan wajahnya, Lien berjalan menuju jendela kamarnya. Membukanya pelan, angin menerbangkan rambutnya dengan lembut. Matanya terpaku melihat objek yang selalu disukainya sejak dulu. Senja. Meski hanya datang sesaat namun memiliki banyak makna baginya.
Senja mengingatkannya dengan banyak hal. Seperti keluarga, teman, sahabat, dan kisah hidupnya.
Dulu, sebelum menjadi mafia dia adalah gadis yang hidup dalam kemewahan. Selalu dimanjakan oleh orangtua. Semua keinginannya selalu terpenuhi. Mereka sekeluarga sering menghabiskan senja bersama di taman. Saling berbagi cerita dan kisah. Namun, kebahagiaan yang sempat dirasakannya dulu sirna begitu saja kala sekelompok orang menyerang rumahnya. Meski terdapat kenangan pahit, ia tak pernah membenci senja.
Mata Lien terpejam kala merasakan angin yang menerpa pelan wajahnya.
Selama mengurung diri di dalam kamar, hanya Pangeran Xiumin yang memanggil-manggilnya dari luar kamar, mengajaknya bermain, membujuknya untuk keluar, dan sebagainya. Seperti Ana yang membujuk Elsa untuk keluar dari dalam kamar.
Kadang Lien merasa kasihan dengan pria satu itu tapi demi kelancaran misi, ia membuang jauh-jauh rasa kasihannya.
Mata indahnya terbuka. Seulas senyuman muncul di bibir merahnya. "Lebih baik aku berjalan-jalan ke luar sebentar." gumamnya. Gadis cantik itu mengambil cadar dan keluar dari jendela kamarnya yang kebetulan berada di lantai dua. Turun dengan bantuan dahan pohon apel.
Senyuman bangga terbit di bibirnya kala mendarat dengan sempurna di atas tanah. Kemudian, gadis cantik itu mulai menjelajahi istana yang belum sempat dilihatnya.
Bangunan istana berdiri megah dengan 3 lantai. Bangunan megah lainnya ikut mengelilingi kerajaan. Lien sampai di buat terpesona oleh bangunan-bangunan tersebut.
Kakinya berhenti di sebuah taman yang ditumbuhi bunga tulip, mawar, melati, lily, dan bunga lainnya yang terlihat sangat indah di bawah senja.
Karena keadaan yang sepi, Lien berani duduk dan bersantai di sana sembari menyanyikan lagu yang sangat disukainya sejak dulu, Takeaway.
Di pertengahan lagu, Lien dikejutkan oleh tepuk tangan seseorang. Saking terkejutnya gadis itu langsung berdiri dan hendak kabur tapi tertahan oleh cekalan tangan orang yang memergokinya.
Gadis itu menghela nafas, padahal niatnya memberikan kejutan ke Kaisar Chun dengan memperlihatkan wajah buruk rupanya yang telah berganti dengan wajah cantik. Akan dia buat Kaisar satu itu fall in love dengannya dan setelah itu akan dia hancurkan hati sang kaisar.
"Jangan kabur gadis cantik. Ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu!"
Lien melepaskan tangan pria itu dengan lembut. Ingat, perannya di sini adalah permaisuri yang lemah lembut tapi mematikan. Ke Kaisar Chun baru menunjukkan sifat bar-barnya. Kaisar satu itu sepertinya tidak akan mempan jika diperlakukan dengan lembut.
"Sebelumnya, kau siapa?"
Pria tampan itu tampak tertawa tidak percaya. "Kau tidak mengenal diriku?" Menunjuk dirinya sendiri dengan nada songong. "Kau benar-benar tidak mengenali diriku?"
"Jangan berbelit-belit. Aku sibuk." sahut Lien malas.
Pria itu menatap Lien angkuh. "Aku Pangeran Zhen Li Quong."
"Oh. Apa yang ingin kau katakan padaku?"
Sahutan yang terdengar begitu santai hingga Pangeran Zhen Li Quong menghela nafas kesal. "Kau benar-benar berbeda."
"Aku tidak punya banyak waktu." Seolah dirinya seorang pemimpin yang tidak punya banyak waktu untuk meladeni bawahannya.
Pangeran Zhen mendekat ke arah Lien, tanpa di sangka-sangka pria itu menyentakkan cadar yang dipakainya. "Sesuai dugaan, kau memang sangat cantik."
"Kau tidak boleh membuka cadarku. Aku sedang flu. Nanti kalau menular padamu bagaimana?"
Sangat jauh berbeda dengan yang ada di dalam hatinya... "SIALAN!! KENAPA KAU MALAH MENARIK CADARKU?! KUPOTONG TANGAN SIALANMU ITU!!"
"Tidak apa-apa. Malah aku merasa suatu keberuntungan ikut merasakan apa yang dirasakan oleh gadis secantik dirimu."
Ingin sekali Lien mengumpat tapi yang muncul ke permukaan malah senyum paksanya yang tetap saja terlihat manis. "Kau bisa saja, Pangeran Zhen."
Pangeran Zhen meraih tangannya dan menatap matanya dalam. Lien hendak menarik tangannya tapi tertahan oleh pria itu. "Jadi lah selirku!" Itu bukan permintaan tapi perintah.
Dengan lembut, Lien menarik tangannya dan tertawa kecil. "Sayangnya aku sudah menikah, pangeran. Ah ya, satu lagi. Jangan lancang menyentuh perempuan yang bukan milikmu."
Tanpa basa basi lagi Lien berlari menjauh dari Pangeran Zhen yang berdecak kesal. "Berani sekali dia menolak diriku yang seorang pangeran?! Memangnya siapa suaminya hah sampai berani menolak diriku?! Awas saja gadis cantik!! Akan ku buat dirimu menjadi milikku!!"
Sementara di tempat lain, Lien tampak mengoceh kesal. "Jadi selir katanya?? Ha-ha! Lucu sekali pria itu! Jangankan jadi selir, jadi permaisurinya pun aku tidak akan sudi jika dia memiliki wanita lain. Lebih baik aku menjadi perawan tua seumur hidup daripada dijadikan yang kesekiannya. Huh, untung saja Kaisar Chun anti wanita jadi hanya akan ada aku di dalam hidupnya."
"Kaisar Chun, maafkan wajah cantik istrimu ini dilihat oleh orang lain terlebih dahulu."
Langkah kaki gadis cantik itu terhenti kala sebuah ide terlintas di kepalanya.
"Lebih baik aku pergi ke kediaman Kaisar Chun dan membuatnya menjerit histeris." Kekehnya seraya mengusap kedua telapak tangannya tidak sabar.
-Tbc-