2. Minggat

1099 Kata
Adiyaksa menyeret Eci untuk menjauh dari keluarganya, Eci memberontak. Enak saja, Eci tidak suka dipegang-pegang oleh cowok, apalagi cowok asing. "Adi, sana-sana pergi, sama emakmu suruh balik. Nanti emakmu marah," ucap Eci saat mendengar suara Naina memanggil Adiyaksa dengan kencang.  "Kita harus bicara dulu, Eci," ucap Adiyaksa. "Kamu ngelawan orang tua nanti durhaka. Gak masuk surga." "Kamu lebih durhaka, Eci. Kamu sudah permaluin keluargamu di depan keluargaku, nah tuh neraka terbuka lebar untukmu, Eci!" ucap Adiyaksa mengutis kening Eci. Eci membulatkan matanya, wah ini kah Adiyaksa yang katanya sopan-santun? Kenapa bisa seenaknya sendiri mengutis kening anak gadis orang.  "Sudah bodo amat. Sana kamu balik, aku mau pulang!" ketus Eci.  "Eci dengerin aku dulu. Aku menyukaimu, Eci. Aku janji akan meminta restu pada ibuku, kamu tungguin ya. Aku nanti yang akan melamarmu," ucap Adiyaksa dengan mantap. "Aku gak mau, Adi. Aku gak mau nikah, makanya tadi aku angkat tuh satu kakiku biar ibumu tidak menyukaiku, dan berhasil. Aku diusir ibumu dan sebentar lagi, aku akan diusir ibuku," cecar Eci mendorong Adiyaksa agar menyingkir. Eci berlari pergi menjauhi Adiyaksa.  Adiyaksa mengusap keningnya. Dia heran pada dirinya sendiri kenapa bisa menyukai gadis absurd seperti Eci. Namun, Adiyaksa bertekad, tidak peduli bagaimana tingkah Eci, dia harus mendapatkan gadis itu. Eci menegug ludahnya kasar saat melihat keluarganya yang sudah menunggunya di depan mobil, menatapnya garang. Dengan langkah teramat pelan bak macan kelaparan, Eci melangkah. Eci meringis saat matanya menajam, ia melihat hidung ibunya yang kembang kempis. Andai ini di dunia fantasy, Eci yakin hidung ibunya yang cantik jelita akan mengeluarkan asap panas.  "Sudah puas permalukan ibu?" tanya Saras saat anaknya sudah dekat.  "Anu, Bu. Gak niat permaluin, cuma niat mempertahankan diri dari perni-" "Jawab terus kalau ibu ngomong, jawab!" teriak Saras tepat di wajah anaknya. Eci meringis. "Dari kecil kamu emang selalu malu-maluin ibu. Gak ada sifat kamu yang bisa ibu banggakan. Dan hari ini puncaknya, kamu udah melempar kotoran di muka ibumu sendiri. Kalau kamu emang gak sayang ibu, setidaknya jaga nama baikmu sendiri, Eci!" Plakk! Eci mengusap pipinya bekas tamparan ibunya. Eci cengengesan, dia sudah kebal dengan cacian, makian, hinaan, bahkan kekerasan ibunya. Hati dan tubuhnya tidak akan sakit lagi.  "Lihat kakakmu itu, dia selalu membanggakan ibu dengan sikap nya yang kalem, unggah-ungguh, lah kamu selalu bikin ibu terlihat hina," tambah Saras.  "Tapi kaka itu bodoh, Bu. Dia gak bisa seperti aku, bahkan dia pengangguran karena skillnya biasa aja, jadi gak diterima kerja," ucap Eci dengan penuh ejekan. Saat setiap kali dia dibanding-bandingkan dengan kakaknya, tentu saja Eci akan membalas. Karena Eci selalu merasa dirinya unggul dari pada kakaknya. "Kamu makin hari makin melawan, sekarang pergi dari hadapan ibu!" teriak Saras.  Eci melihat ayahnya yang sejak tadi dari rumah sampai saat ini hanya diam. Eci mendumel, biasanya ayahnya akan membelanya, tapi saat ini sepertinya ayahnya juga ikut malu dengan kelakuannya. "Miggat sana jangan pernah kembali ke rumah!" ucap Saras lagi. "Yey enak aja, uangku, tabunganku, segala jenis kartu ATM ku ada di rumah, ya kali gak aku ambil. Takut dipakai anakmu yang satu itu, maklum dia kan pengangguran gak punya uang," jawab Eci memasuki mobil. Geana menggeram marah. Harga dirinya dijatuhkan ke dasar paling dalam oleh adik ingusannya. Rasanya, Geana ingin membantai adiknya sekarang juga, tapi apa daya kalau semua omongan adiknya benar adanya.  Saraswati mendumel saat anaknya tanpa rasa bersalah ikut masuk mobil. Emosi Saraswati masih meluap saat dirinya dipermalukan anaknya sampai seperti ini. Nainawati jarang marah, tapi bisa marah karena kelakuan anaknya.  Saat sampai rumah, Saraswati kembali mengusir Eci. Eci mengambil dulu barang-barangnya, mulai baju, alat make up buat kerjanya juga kartu-kartu ATM yang dia bawa.  "Iya iya ini minggat. Kalau ibu kurang uang, jangan minta aku ya. Oh iya, jatah lima juta per bulan yang aku kasih, gak akan aku kasih lagi. Ganti minta Geana," ucap Eci dengan senyum mengembang. Memang setiap bulan, Eci akan menjatah ibunya lima juta buat keperluan pokok dan keperluan ibunya sendiri. Itung-itung belas budi walau itu masih belum seberapa.  Saraswarti menggeram, ingin hati dia meremas bibir anaknya biar gak sembarangan kalau bicara. Saraswati yang dirundung amarah, melempar sapu agar anaknya cepat pergi. Eci langsung ngacir membawa tas ransel juga tas tentengnya. Eci menaiki motor matic yang dia beli hasil kerjanya. Andai dia bukan gadis mandiri, saat disuruh minggat dia akan jadi gelandangan. Kini uang di ATM-nya berpuluh juta, tidak akan membuatnya jadi gelandangan.  Saat Eci mencari kontrakan, tiba-tiba hp nya berbunyi nyaring. Dengan secepat kilat Eci merogoh hp nya di saku celana sampingnya.  "Sial, Mr Kukuh Wijaya!" pekik Eci mengumpat. Eci langsung mengangkat telfon dari atasannya.  "Eci, dimana kamu? Kamu lupa kalau ada perfom nanti jam sepuluh malam? Ini jam berapa Eci?" teriak Kukuh dengan kencang. "Ini jam delapan, Pak. Sabar otw ke sana!" jawab Eci yang tak kalah berteriak.  Eci mentstater motornya kembali. Melajukan motornya cepat menuju gedung tempatnya bekerja. Dalam hati Eci mendumel, kenapa harus ada perfome model jam sepuluh malam? Dan yang paling menyebalkan saat mendapat semprotan dari CEO yang Eci idam-idamkan.  Hanya tujuh menit Eci sampai di tempatnya bekerja. Dengan membawa tas ransel dan tas tentengnya, untunglah ruang tata rias ada di lantai bawah, tidak membuat Eci harus naik melewati lift yang selalu membuatnya mabuk. Maklum, orang ndeso dan tidak terbiasa menaiki gituan.  "Kamu sudah lupa atuaran kerjanya?" semprot seorang laki-laki memakai kaos oblong. Eci mengkeret sebentar.  "Ya Allah Mister Kukuh Wijaya, gak usah ngagetin bisa gak sih? Bisa kena serangan jantung mendadak kalau begini caranya!" ucap Eci mengelus dadanya.  Beginilah keseharian Eci. Saat bekerja dan bertemu langsung dengan CEO, pasti akan ada pertengkaran konyol yang membuat urat otot keduanya menegang karena terus berteriak. Eci sama sekali tidak ada takut-takutnya dengan Kukuh. Karena gadis itu merasa dia sudah bekerja lama dan cukup berkompeten. Eci selalu bilang kalau Kukuh memecatnya, Kukuh tidak akan bisa menemukan bawahan secekatan dia, seunik dia, secantik dia dan sepintar dia. Membuat Kukuh ingin muntah karena kepercayaan diri gadis itu.  "Sekarang make-up in lima model yang sudah siap. Kalau hasilnya gak bagus, gajimu saya potong lima puluh persen!" ancam Kukuh.  "Kalau hasilnya memuaskan gajiku naik lima puluh persen," ucap Eci melenggang pergi.  Eci memasuki ruang rias dan melihat lima model yang di sana. Dengan tangan cekatannya, Eci merias mereka satu persatu. Tentu saja dengan konsep yang sudah ditentukan Mr.CEO yang juga merupakan pria idaman Eci. Yang disukai Kukuh dari Eci, saat bekerja sangat cekatan dan cepat. Walau Kukuh sering dibuat darah tinggi gadis itu, sebisa mungkin Kukuh akan mempertahankan Eci. Karena, banyak perusahaan yang ingin menjadikan Eci staf tata riasnya karena hasil riasnya sangat kelas dunia, eak.  Hasil tangan kalau dipadukan dengan warna cinta, tentu akan memuaskan. Kalimat itu lah yang sering digaungkan Eci sebelum mulai merias.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN