1. Mama!

1327 Kata
"Mama!"  Seketika semua gadis yang tengah bersenda gurau di salah satu meja bundar kantin kampus, menghentikan gelak tawanya. Entah, datang dari mana gadis kecil bergaun pink ini?  "Astaga! Anak siapa ini? Anakmu kah Win?" Tanya Ayunda pada Winda salah seorang sahabatnya. Mereka semua pun menertawakan Winda. Dan, benar saja..gadis kecil itu berlari ke arah Winda. "Mama ayo pulang .." rengek gadis kecil itu. Semua orang menatap Ayunda. Meminta penjelasan atas apa yang dikatakan gadis kecil itu. Ya, ternyata bukan Winda yang dihampirinya. Melainkan Ayunda yang duduk tepat di sebelah Winda.  Ayunda menghela napas, ia tidak terima dipanggil dengan sebutan demikian. Ia sendiri saja masih seorang diri. Seorang diri!  "Hai adik kecil! Maaf ya, aku bukan Mama kamu. Kamu salah orang," kata Ayunda sembari memegang kedua bahu gadis kecil itu. Mata bulat yang tadinya berbinar menatap Ayunda, kini berganti dengan tatapan sedih dan sendu. Semua orang menuding Ayunda dengan tatapan tajam. "Yun, jangan gitulah! Kasihan anakmu," celetuk Arina yang juga anggota dari meja bundar kantin itu. Ayunda menaikkan sebelas alisnya. Mereka semua menertawakan Ayunda.  "Dia bukan anakku!" seru Ayunda yang langsung membuat meja itu hening seketika. Dan, tiba-tiba tangisan dan isakan pilu menyayat hati terdengar. Pemilik tangisan kecil itu tidak lain dan bukan adalah gadis yang berdiri di samping Ayunda.  Ayunda mengacak kasar rambutnya. Kuncir kudanya tidak serapih saat berangkat ke kampus tadi. Drama apalagi ini!?  "Sssttt...jangan nangis.." Ayunda mengusap air mata yang menggenang di pipi gembul gadis kecil itu.  "Ya sudah, ayo kita cari Papa." Baik Winda maupun Arina menatap heran Ayunda. Gadis itu malah bangkit dari duduknya, kemudian mengerlingkan sebelah matanya.  "Heh Yun! Anak orang, jangan dimutilasi!" teriak Winda yang sukses membuat Ayunda yang tengah menggandeng tangan gadis kecil itu menoleh sebentar. Lalu, berjalan kembali. Menjauh dari area kantin.  Melewati lorong-lorong kampus, tidak ada hal yang mencurigakan. Semua tatapan menatap Ayunda dengan bertanya. 'Siapa anak kecil yang tengah digandengnya itu?' "Nama kamu siapa?"  "Ela!" Gadis kecil itu mengalihkan pandangannya dari Ayunda, menatap bapak-bapak yang tengah menawarkan es potong pada beberapa anak kampus yang tengah berbincang-bincang di area depan kampus.  "Kamu mau es potong?" Tawar Ayunda yang mengerti dengan keinginan gadis kecil itu. Tidak berpikir dua kali, gadis kecil itu mengangguk dan tersenyum. Aaaaa manisnya..  "Yuk!"  Ayunda dan Ela pun kini duduk di kursi kayu sembari menikmati es potong. Ela memilih es potong rasa cokelat. Sedangkan, Ayunda rasa stroberi.  "Enak nggak, Ma?" Ayunda meringis saat ia masih mendengar panggilan sialan itu. Namun, ia pun juga mengangguk.  "Ela ingin lasa stlobeli," pinta Ela dengan cadel. Gadis itu rupanya kurang sempurna dalam mengucapkan huruf R.  Ayunda pun menyodorkan es potongnya. "Enak!" Ela mengacungkan jempolnya.  "Mama coba cokelatnya. Nih! Enak lhoo." Ayunda pun menyambut es potong cokelat yang Ela sodorkan padanya.  "Enak," ucap Ayunda dengan senyum mengembang.  Setelah usai menikmati es potong di siang yang terik ini. Ayunda bertanya, "Jadi, kamu ke sini sama siapa?"  "Ayah!" seru Ela, gadis kecil itu berlari ke melewati Ayunda yang masih duduk di tempatnya. Ayunda salah mengira jika tadi adalah sebuah jawaban. Nyatanya, bukan. "Kamu kemana saja Fela? Ayah capek memutari kampus untuk cari kamu!"  "Maaf Ayah.." Gadis itu menundukkan kepalanya. Ia tahu jika sang ayah akan marah besar karena ia hilang saat ayahnya menemui dosen pembimbing tantenya.  "Ya Ampun! Fela Sayangggg. Ayah sama tante cari kamu ke sana ke sini, ternyata kamu di sini," cerocos seorang gadis yang juga datang dari belakang lelaki bertubuh tinggi dan.. ekhmm tampan itu.  Ayunda pun ikut berdiri menatap kedua orang yang juga menatapnya. "Ayah! Kenalin, ini Mama." Mata lelaki yang tengah menggendong putrinya itu mendelik. Mama!?  "E-ehhhehheh..i-itu bukan Mama kamu Fela." Gadis berambut curly itu menyahuti perkataan Fela.  "Maaf. Anak saya salah orang," kata ayah Fela. Ya, nama gadis kecil itu Fela. Bukan Ela!  Ayunda pun hanya mengangguk. Lalu, mendekat pada Fela yang berada di gendongan sang ayah. Diusapnya rambut curly gadis kecil itu, "Tante pergi dulu ya Dik."  Ayunda melempar senyum pada lelaki yang wajahnya datar-datar saja itu. Tidak luput, seorang gadis cantik yang ada di samping ayah Fela. "Makasih ya Kak. Maaf merepotkan," ucap tante Fela. Ayunda hanya mengangguk.  Baru beberapa langkah kakinya. Fela berteriak, "Mama!!"  "Ayah? Ela mau Mama! Mama..."  "Fela? Mau main di game fantasy nggak? Kita main Pump It Up, yuk!" Ajak Indira Rajasa--anak kedua dari keluarga Rajasa. Adik dari Satya.  Fela tidak bisa berbuat apa-apa, ia pun tidak bisa berlari ke arah Ayunda. Karena ia berada digendongan Satya--sang ayah.  Mereka bertiga pun meninggalkan area kampus. Sepanjang perjalanan dari parkiran kampus hingga keluar gerbang kampus. Fela terus memandangi jendela, berharap akan adanya Ayunda yang menghampirinya. Namun, betapa sedih hatinya saat Mama yang ia temui ternyata tidak menghampiri dirinya.  "Kenapa manyun gitu sih? Senyum dongg!" Indira mencubit gemas pipi sang keponakan.  "Ra?"  "Iya Kak?"  "Cewek tadi, ekhmm..kamu kenal?"  Indira dengan polosnya menggeleng. Gadis itu memang populer di kampus. Namun, sayangnya ia tidak mengenal gadis yang bersama dengan keponakannya tadi. "Katanya kamu HITS di kampus," cibir Satya. "Iya kan HITS! Famous! Yaa, mungkin dia anak biasa Kak. Jadi, aku nggak kenal. Kenapa emangnya?"  "N-nggak kenapa-kenapa. Aku cuma heran. Kenapa Fela bisa panggil dia 'Mama'? Seumur-umur, tidak ada yang bisa membuat Fela memanggil wanita dengan sebutan itu. Bahkan, Mama tidak pernah dipanggil demikian.."  "..wanita-wanita yang didekatkan pada Fela saat akan dijodohkan denganku pun kesulitan merebut hati Fela. Apalagi membuat Fela memanggilnya dengan sebutan 'Mama'," lanjut Satya yang keheranan dengan sikap gadis kecilnya.  Indira pun juga berpikiran sama dengan sang kakak. Ia pun berjanji akan mencari sosok gadis yang ia hafal wajahnya itu. Indira penasaran, bagaimana awal mula pertemuan Fela dengannya? Lantas, apa yang membuat Fela memanggilnya dengan sebutan 'Mama'? Apakah gadis itu membujuk Fela untuk memanggilnya Mama? Apakah ia tahu jika Fela adalah cucu dari keluarga Rajasa? Apakah ia memanfaatkan Fela untuk merebut hati Satya? Apakah, apakah, apakah!?  Semua pertanyaan yang belum terjawab itu membuat Indira penasaran setengah mati.  Sementara itu di tempat lain, seorang gadis tengah membereskan buku-bukunya. Kemudian, bangkit dari duduk hendak meninggalkan kelas saat dosen keluar dari ruang kelas tersebut.  "Eittsss, mau kemana MAMA?" Ayunda meneguk salivanya sendiri.  Mama! Oh, astaga! Winda.. "Jelasin ke kita, Yun.." Arina menuntut penjelasan dari drama siang tadi. Ayunda pun menghela napas, lalu menceritakan semuanya.  "Jadi? Papahnya si kecil itu lagi ada di kampus. Eh bentar-bentar! Apa jangan-jangan dia dosen baru!?"  "Bukan! Mungkin aja dia ada urusan sama adiknya," sanggah Ayunda. Walau pun gadis itu tidak hafal semua wajah-wajah dosen. Tetapi, ia yakin seratus persen bahwa lelaki yang berstatus sebagai ayah Fela bukanlah seorang dosen kampus ini.  "Kenapa kamu seyakin itu, Yun?" Winda memicingkan matanya, menyelidiki Ayunda yang dikiranya menyimpan rahasia.  "Y-yaa pokoknya bukan. Aku berani jamin!"  "Nggak ada rahasia diantara kita kan, Yun?" Tanya Winda lagi. Ayunda menggeleng cepat.  Winda dan Arina pun menghela napas. Mereka berdua masih heran perihal gadis kecil yang tiba-tiba memanggil sang sahabat dengan sebutan 'Mama'.  "Ngomong-ngomong, siapa nama si kecil itu?" Arina bertanya kali ini.  Ayunda tersenyum dan menjawab, "Fela."  "Oooh Fela.."  "Fela-"  "T-tunggu dulu! Apa kamu bilang!? F-fela!?" Ayunda mengangguk polos.  Arina pun seketika mengeluarkan ponsel yang sudah ia masukkan ke dalam tote bag tadi. Tangannya bergerak lincah menggeser layar ponsel miliknya.  "Ya Allah Ya Rabb Ya Rasull! Yun!" "Kamu beruntung banget...." Ayunda dan Winda saling bertatapan. Sama-sama tidak mengerti apa yang sedang Arina ucapkan.  "Lihat ini!" Arina menyodorkan ponsel pada Ayunda, Winda pun ikut menilik.  "Fela Rajasa? Cucu keluarga Rajasa, yang dulu berita duka almarhum mamanya heboh di semua sosial media." Arina mengangguk, mengiyakan semua perkataan Winda.  "...." Ayunda melongo, tidak mampu berkata-kata.  "Yun, beruntung banget kamu bisa ambil hati si kecil Fela-Fela itu! Aku dengar-dengar, banyak wanita yang mendekati babang duda keren Satya lhoo.."  "...tapi sayangnya terhalang restu Fela. Si kecil, imut dan menggemaskan itu menjadi penentu istri babang Satya," ucap Arina panjang kali lebar. Melantur tidak jelas, menurut Ayunda yang kurang tahu mengenai keluarga Rajasa.  "Babang Satya siapa sih!? Penjual gorengan di kantin?"  Tanpa ba bi bu, Arina membungkan mulut sialan Ayunda. Bisa-bisa kena pidana pencemaran nama baik!  "Mulutmu!" umpat Arina.  "Dia ayahnya Fela, putra pertama keluarga Rajasa. Duda statusnya, ditinggal mati mamanya Fela," jelas Winda. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN