Fitnah Yang Menyakitkan

1315 Kata
"Aku talak kamu...Kita berpisah Hellena," setelah lama terdiam akhirnya, keluar juga kata itu. "Aku telah salah menduga Hellena, kukira dirimu tulus mencintaiku. Ternyata, kau tidak mencintaiku, tidak mencintai Ibuku dan keluargaku, kau hanya mencintai hartaku." "Kau perempuan materialistis." "Aku tidak bisa lagi hidup bersamamu. Besok aku pergi, aku harus menyelesaikan urusan bisnisku di luar kota, aku harap jika aku kembali kau sudah pergi." Aksara mengakhiri kalimatnya dengan pelan.Bersiap dengan pembelaan dari Hellena, apapun ucap perempuan itu Aksara telah memutuskan tak kan bergeming. Apapun pembelaan Hellena, perpisahan ini akan tetap terjadi. Tangisan Ibu dan kata-kata Mbak Friska yang selalu memintanya menceraikan Hellena yang mereka anggap telah kurang ajar dan serakah membuat hati Aksara bulat. Sebagai anak laki-laki satu-satunya pewaris tanggung jawab almarhum Papa kebahagiaan Ibu adalah hal yang paling utama dalam hidupnya. Seyogyanya kata talak bagi perempuan di manapun adalah hantu yang paling menakutkan dalam sebuah perkawinan. Begitu juga bagi Hellena, sedetik setelah ia mendengar kata itu, lututnya serasa goyah. Ia merasa pijakan kakinya runtuh. Sia-sia ingin menolak dan berteriak, lidahnya kelu. Seperti perempuan lain, ia juga ingin berteriak dan bertanya, tapi mulutnya rapat. Hanya lelehan air mata yang tidak sanggup dia tahan. Biarlah waktu yang membuktikan, kalau semua tuduhan Ibu mertua fitnah adanya. Biarlah masa yang terpisah mengatakan bahwa dia mencintai Aksara sepenuh jiwa dengan tulus. Tuhan tidak tidur, dan akan selalu bersama orang-orang terzolimi. Hellena cukup paham, dari awal dirinya yang hanya anak Panti Asuhan tidak pernah mendapat tempat di rumah ini. Tidak dihati Ibu, juga di hati Mbak Friska Kakak iparnya. Jadi pembelaan Hellena rasa, takan mululuhkan hati Aksara suaminya. Toh, Aksara selama ini tidak pernah mendengar penjelasan apapun dari dirinya dan selalu Ibu yang benar dan dia yang salah. Hening. Tak sepatahpun kalimat keluar dari bibir Hellena. Aksara mengusap kasar wajahnya. Cukup lama memandang gerakan bahu yang terguncang pelan. Meski dia tidak bisa menyaksikan kelopak mata Helena yang tertutup tangan, laki-laki itu tahu Helena menangis. Lama Aksara menanti Hellena membuka tangkupan tangan di wajahnya.Entah mengapa tangannya kaku, padahal dihatinya yang terdalam dia ingin sekali meraih kepala perempuan yang telah empat tahun menjadi istrinya dan memberinya putri yang cantik. Cellia Aksara gita, nama yang indah. Seindah harapannya yang ia sematkan pada rumah tangga kecilnya. Tiba-tiba Hellena membuka tangannya, mempertontonkan wajahnya yang basah dengan air mata. Aksara menelan ludah, harus kuat desisnya dalam hati. "Aku menerima perceraian ini, Mas." Pelan sekali. Tanpa ekspresi penolakan seperti yang dibayangkan Aksara. "Baiklah, kau bisa ambil apapun yang kau mau dari rumah ini. Termasuk kau bisa membawa Cellia, dia masih kecil belum bisa berpisah denganmu." suara Aksara bergetar. Hellena mengangguk, tidak ada sepatah katapun yang meluruskan perkataan suaminya. Ah, dia memang pecundang. Aksara melukis senyum kemenangan. Ibu, kau pantas bangga pada anakmu. Perempuan matrealistis itu akan segera pergi dari hidupku. d**a Aksara begitu gempita, dia lupa begitu dalam dan besar cintanya pada perempuan di hadapannya selama ini. *** Seminggu sudah Aksara baru kembali. Urusan perluasan pasar perusahaan, membuat dirinya merasa lelah. Ia ingin segera merebahkan tubuhnya yang penat. Suasana hening halaman yang lengang menyambutnya pertama kali. Biasanya kemanapun dan selama apapun dia pergi, ada Cellia dan Hellena yang selalu ribut menyambutnya. Hellena dengan sigap membawakan tas dan membukakan sepatu dan dasinya sambil tidak henti-hentinya mengingatkan Cellia yang selalu nakal dan minta gendong. "Sayang, Papa capek. Jangan gitu dong... Eit, kok minta main kuda-kudaan? Peluk dong Papanya." Aksara menepis bayangan itu. Dia tidak ingin rindu. Dengan langkah cepat aksara meninggalkan halaman rumahnya yang luas. Kali ini, Aksara memasuki rumah di ikuti Mas Bono supirnya yang membawakan tas. Rumah lebih lengang dan sunyi. Tak ada celoteh Cellia dan sapaan lembut Hellena. "Mas, makan dulu." "Mas, airnya sudah siap." "Cellia, Papa kok dipencet-pencet hidungnya, Nak... Mending pijit deh tangan Papanya,kan capek. " Sunyi. Tentu saja sunyi, rumah ini tidak ada penghuninya kini. Aksara merapikan debar hatinya,ada yang hilang dari deburan dadanya. Mata Aksara menyapu seluruh ruangan yang dia lewati, tidak ada yang berubah, tidak ada yang hilang, semua utuh pada tempatnya. Hellena tidak membawa apapun dari rumah ini? Kening Aksara berkerut. Bukankah Hellena bisa membawa barang berharga apapun yang dia mau, TV, kulkas, guci-guci mahal dan banyak lagi barang berharga lainnya. Waktu seminggu selama dirinya pergi, cukup buat memindahkan seluruh isi rumah ini. Tunggu, mungkin Hellena tidak suka membawa yang berat-berat. Aksara yakin Hellena pasti membawa seluruh perhiasan, buku tabungan dan pasti surat-surat berharga yang mereka miliki. Bukankah Hellena yang memegang semuanya? Hellena matrealistis, pasti tidak bodoh untuk meninggalkan semua yang ia bisa bawa pergi. Toh, Aksara sudah siap Hellena membawa apapun yang ada di rumah ini, bukankah dia yang meminta? Tentu saja, hitung-hitung buat biaya hidupnya dengan Cellia. Aksara tidak pusing, karena asset lainnya masih banyak dan jauh lebih besar. Perlahan tangan Aksara membuka lemari, mengurai dugaannya kalau Helena membawa pergi semua barang berharga yang di simpan rapi di lemari. kening Aksara berkerut. Seluruh perhiasan Hellena utuh, buku tabungan dan ATM yang biasa dia pegang juga rapih tersimpan dalam kotak yang sama. Masih dalam keheranan tangannya Aksara menyasar brangkas surat rumah dan kendaraan sera surat berharga lainnya. Semuanya lengkap, tidak ada yang hilang. Gila. Helena sudah gila, tak ada satupun barang yang diambil dari rumah ini, hanya beberapa potong pakaian dia dan Cellia. Aksara bersandar di pinggiran dinding.Matanya menatap nanar ke atas langit kamarnya. Seribu tanya berkecamuk dalam dadanya. Semestinya Aksara bahagia, semua barang yang dimilikinya masih utuh. Tapi tidak, ada gundah yang membersit di hatinya, mereka hidup dengan cara apa? Tanpa uang kemana mereka pergi? Hellena tidak memiliki siapapun. Duh. Dalam resah yang sepertinya menampar jiwa, tak sengaja Aksara menangkap seonggok kertas yang dilipat rapi. Sepertinya Hellena sengaja meletakkannya di atas meja agar dirinya bisa membaca. Hellena menulis surat, dengan rasa penasaran yang hebat Aksara segera bangkit, perlahan membuka lipatan surat berwarna biru bertuliskan goresan tangan, Hellena. [ Mas, sejam dirimu pergi ke Bandara akupun pergi dari rumah ini. Semua surat berhargamu sudah ku simpan rapi di lemari, juga file perusahaan sudah aku rapihkan di ruang kerjamu, Mas, aku juga mengembalikan buku tabungan dan ATM ku, perhiasan yang selama ini kau belikan sudah kusimpan di kotak yang aman. Bukan aku tidak membutuhkan, tapi aku rasa setelah perceraian antara aku dan dirimu ini lebih baik. Jangan risau dengan kehidupanku, Insyaa Allah aku sanggup dan bisa hidup tanpa semua fasilitas yang kau berikan padaku selama ini] Sampai di lembar pertama d**a Aksara terasa bergemuruh. [ Maafkan aku beberapa kali menolak permintaan Ibu untuk membelikannya kalung berlian dan menambah DP cicilan mobil, bukan aku tidak mau Mas, Ibu meminta dalam jumlah yang besar. Ketika aku meminta menghubungimu Ibu dan Mbak Friska menolak, dan bersikeras meminta dari tabunganmu yang kupegang. Bukan aku pelit, Mas. Uang dua ratus juta itu sangat besar, aku tidak berani menariknya tanpa persetujuanmu. Sekarang buku dan ATM nya, sudah kukembalikan, silahkan Mas penuhi kemauan Ibu dan Mbak Friska.] [Jangan pernah meragukan cintaku, aku mencintaimu bukan karena kamu kaya dan berada. Tanpa semua itupun rasaku padamu tak akan berubah. Bukan aku tidak mau berjuang dalam perkawinan kita sehingga aku menerima begitu saja talakmu, tapi aku rasa Mas, akan lebih bahagia jika mendapat perempuan lain yang direstui Ibu. Utamakan kebahagian Ibu, karena syurgamu ada di telapak kakinya.] Aksara menghapus sudut matanya yang terasa basah. [ Setekah aku pergi, Mas bisa bertanya banyak pada Bi Sumi tentang semua keperluanmu, Aku sudah memberinya pengarahan sebelum aku pergi. Makanan suplemenmu sedang kupesan, kamu bisa minta Bi sumi menyimpannya di kulkas.] Sampai di sini Aksara tersedu. Lenyap sudah kemurkaan pada sosok Hellena. Dengan sisa keberaniannya, dia membuka lembar terakhir surat Hellena. [ Mas,maafkan aku jika nanti tidak hadir di persidangan. Aku telah membuat surat pernyataan, bahwa menerima putusan Cerai ini dengan iklas. Jangan berpikir harta gono-gini, aku tidak menginginkannya. Satu hal saja, aku hanya mohon maafkan segala khilap dan dosaku selama mendampingimu. Aku berjanji membesarkan Cellia dengan sebaik-baiknya, akan kubuat kau merasa bangga karena telah memilikinya. Hellena] Runtuh sudah ketegaran Aksara. Pria itu menangis dan murka atas ketololannya yang telah salah menilai sosok istrinya sendiri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN