Bab 8

1020 Kata
Kudengar ponsel berdering nyaring. Nama Kak Attar muncul di layar. Gegas kuangkat panggilan darinya. "Assalamu'alaikum Adikku yang cantik. Lagi ngapain?" tanya Kak Attar santai. "Wa'alaikumsalam, Kak. Nonton tivi aja nih. Kenapa? Pulangnya jadi sore ini, kan?" tanyaku. "Iya, InsyaAllah sampai bandara sekitar jam lima-an. Kamu yang jemput sendirian, ya? Jangan ajak suami borokokokmu itu" "Siap, Kak. Ngapain juga ngajak pengkhianat," ucapku agak keras. Sengaja biar Mas Indra mendengar ucapanku. Dia yang kini masih sibuk dengan ponselnya di sofa di hadapanku. Pasti sibuk chatingan sama perempuan ganjennya itu. Bola matanya membulat saat kuucap pengkhianat. Memang benar dia pengkhianat, kan? "Bagus lah. Pengkhinat itu memang harus diberi pelajaran dulu, Dek. Biar kapok dan nggak ngulangi kesalahan yang sama pada perempuan lainnya" "Ah kelamaan, Kak. Cukup aku gugat cerai dan biarkan dia keluar dari rumah ini," ucapku santai. Kulirik dari ekor mataku, lagi-lagi Mas Indra tampak gusar. Berkali-kali membenarkan cara duduknya. Syukurin! Dia pikir aku tak bisa membalas sakit hatinya? Dia pikir aku kemakan cinta buta? Meski jujur aku masih menyimpan rasa itu tapi aku masih menggunakan logika untuk mencintainya karena aku bukan pecinta buta. "Nggak akan lama, Dek. Kamu tenang aja. Kakak mau buat perhitungan sama dia karena sudah melukai hati adikku tersayang. Dia pikir bisa lepas begitu saja setelah membuatmu terluka? Tak akan semudah itu. Aku yang akan membalasnya lebih dalam biar dia tahu diri dan sadar," ucap Kak Attar lagi. Aku tak paham apa yang akan direncanakannya untuk membalas perlakuan Mas Indra padaku. Kubiarkan saja. Memang laki-laki macam Mas Indra harus diberi sedikit sentilan biar sadar dan tahu diri. "Kamu ngomong apa sama Kak Attar, Sayang?" tanya Mas Indra singkat setelah kumatikan telepon. "Tadi sudah denger sendiri, kan? Kalau aku mau gugat cerai," jawabku sekenanya. "Nggak bisa gitu dong, Dek. Aku minta maaf sudah membuatmu terluka. Tapi please, jangan gugat cerai. Ibu bisa shock berat jika tahu kamu gugat aku karena Siska" Mas Indra kembali menunduk. Ibu ... ya, ibu mertuaku memang sakit-sakitan. Dia tinggal bersama adik iparku yang masih kuliah semester enam. Harusnya Mas Indra sadar, kalau biaya perawatan ibu dan kuliah adiknya selama ini aku yang menanggung. Bukannya berterima kasih, justru luka yang dia torehkan. Jika tak takut dosa, rasanya sudah kucabik-cabik hatinya yang mati rasa itu. "Kamu baru menyesal? Atau pura-pura menyesal, Mas? Laki-laki kadal buntung sepertimu memang biasa pura-pura menyesal tapi esok atau lusa balik lagi dan lagi" "Serius, Sarah. Aku menyesal sudah mengkhianatimu. Aku ingin ceraikan Siska jika itu maumu" "Nggak perlu, Mas. Aku juga sudah mulai mati rasa sama kamu," jawabku. Mas Indra menoleh ke arahku. Kedua matanya mengembun. Sandiwara macam apa pun yang dia mainkan aku sudah tak percaya apalagi kata-kata cinta yang keluar dari bibirnya, kuanggap hanya dongeng sebelum tidur yang akan lenyap begitu saja saat mulai memejamkan mata. "Apa perlu aku buktikan cinta ini?" tanyanya serius. "Buktikan saja kalau memang itu maumu. Aku mau cari camilan dulu karena nanti sore kakakku pulang" Mas Indra masih terdiam. Entah apa yang dipikirkannya. Ah, aku tak peduli. Hidupnya biar saja menjadi urusannya dan hidupku juga menjadi urusanku. Kulayani dia seperlunya, yang pasti tak bisa sama seperti dulu. Hari ini Pak Marto ijin ada acara keluarga jadi terpaksa aku mengendarai mobil sendiri. Minta bantuan Mas Indra? Oh, nggak perlu. Yang ada dia akan ngelunjak karena merasa masih kubutuhkan. "Pak Marto ijin kan, sayang? Gimana kalau kuantar saja?" Tawarnya saat aku melangkah keluar pintu. Aku berhenti sejak tanpa menoleh. "Tak perlu repot-repot. Aku bisa sendiri. Lebih baik urus saja istri barumu itu. Dia pasti sedang gundah gulana karena sejak kemarin kamu tinggal pergi begitu saja" "Sarah ...." Tak kupedulikan ekspresi dan panggilannya. Gegas kunyalakan mobil saat Pak Ahmad membukakan gerbang. Dia menganggukkan kepalanya pada saat mobilku keluar gerbang. Kulirik dari spion, Mas Indra tiba-tiba mencegat mobilku. Drama apalagi yang dia mainkan ini? Benar-benar konyol. Apa dia pikir aku wanita bodoh yang mudah luluh dengan sandiwara semunya itu? Mas Indra kembali merentangkan kedua tangannya di depan mobilku. Pak Ahmad berusaha menariknya ke tepi namun dia tetap bersikukuh berdiri di sana. Aku membuka separuh kaca mobil lalu melongo ke arahnya. Tinn tinnn tinnn tinnn  Berulang kali kutekan klakson agar laki-laki yang sudah membersamaiku selama tiga tahun itu menyingkir. Namun dia sepertinya keras kepala. Atau memang mau mati muda? Astaghfirullah! "Aku akan membuktikan cintaku padamu, Sarah," ucap laki-laki itu dengan mimik serius. Tinnn tinn tinnnn  Lagi-lagi kunyalakan klakson.  "Mau apa sih, Mas! Jangan bertindak konyol karena aku tak peduli kekonyolanmu itu," teriakku. Berulang kali kunyalakan klakson sembari melotot tajam ke arahnya. "Tabrak saja kalau itu bisa membuat hatimu lega. Setidaknya bisa membuktikan bahwa aku memang benar-benar menyesal sudah membuatmu terluka. Aku mencintaimu, Sarah. Dan kali ini aku akan membuktikannya!" Jawabnya lagi. Dia masih berdiri di sana. Benar-benar seperti dalam sinetron murahan. Berlagak mau bunuh diri demi cinta? Atau sengaja meminta dianiaya demi membuktikan cinta? Hah! Basi! Mungkin Mas Indra pikir aku akan luluh begitu saja? Nggak! Semua kejadian ini sudah kurekam dalam ponselku jadi kalau terjadi sesuatu yang tak diinginkan bukan salahku karena dia sendiri yang meminta. "Aku hitung sampai tiga, Mas. Kalau kamu nggak pergi juga terseraaahh! Aku tetap akan lajukan mobil ini!" "Nggak apa-apa, Sarah. Lakukan saja agar hatimu lega!" ucapnya lagi. Benar-benar gila dia! "Satu ... dua ... tiga!" Tetap bergeming. Dia makin melotot tajam menatapku. Brumm ... Brumm ... Brumm ... Aku benar-benar menarik gas lalu melajukan mobilku. Kulihat laki-laki itu lari tunggang lantang. Dia terus berlari sambil menoleh ke belakang ketakutan. "Sara! Sar ... kamu benar-benar ingin menabrakku?" Teriaknya di sela-sela napasnya. "Iya! Kamu sendiri yang minta, Mas. Bukan aku yang sengaja melakukannya!" Teriakku balik. "Gila kamu, Sar!" "Kamu yang gila, bukan aku!" Saking bodohnya Mas Indra terus berlari di tengah jalan sambil menoleh ke belakang. Jalanan di perumahanku memang tak terlalu ramai hanya sedikit kendaraan yang lalu lalang di siang bolong begini. Beberapa orang berhenti dan melihat tindakan konyol suamiku. Lalu ... Brukk Dia jatuh tersungkur karena tertabrak mobil di pertigaan jalan. Mobil kurem seketika. "Mas Indra!" Seseorang teriak histeris lalu turun dari mobilnya. Mobil yang sudah membuat suamiku jatuh tersungkur di jalan sambil meringis kesakitan. Perempuan itu lagi, mau apa dia di sini? *** Jangan lupa follow/love nya ya, Kak. Terima Kasih
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN