Alastar Brothers

1532 Kata
    "Royce, hei hei!" Percival Alastar memukul punggung kakaknya yang sedang sibuk mencatat kelas yang akan dia ambil dalam tahun ajaran baru ini.     Royce tengah memilih kelas yang terbaik dan benar-benar diinginkan. Tipikal pria cerdas yang teramat berhati-hati, penuh perencanaan, perfeksionis. Tidak hanya otak cerdas, Royce bahkan memiliki wajah tampan dan proporsi tubuh yang membuat wanita menjerti. sungguh Sempurna.          "Bisa tunggu sebentar, Alastar? Kau tahu aku cukup sibuk. Aku tidak mau sedikit pun ada yang tidak sistematis. Aku harus berhasil lagi tahun ini. Aku harus menimbang-nimbang kelas apa yang harus aku prioritaskan. Kau freshman, jadi tidak harus memikirkan banyak hal sepelik aku," gerutu Royce Alastar sambil masih mencatat di kertas, apa yang dia pilih di layar laptopnya.          Percival dan Royce duduk di salah satu bangku taman Abel Wood highsschool  dengan meja kayu yang berada diantara mereka. Tidak menanggapi apa yang Royce katakan, seluruh fokus Percival masih diberikan pada yang membuatnya terpesona dan kagum. Percival masih menepuk punggung Royce sambil ekor matanya melihat dua orang gadis berjalan turun dari mobil lalu keluar dan berjalan. "Royce, kau harus melihatnya! Sungguh!"          "Ok! Ok baiklah! Apa?" Royce menyerah dan menghentikan kegiatannya sejenak, karena dia tahu Percival bukan tipe orang yang akan menyerah, jika sesuatu tidak sesuai kehendak. Royce menatap ke arah mata Percival menatap. "Ada apa?"          "Siapa wanita cantik itu?" tanya Percival lagi. Mengulang kalimat yang sebelumnya. Masih tetap menatap terpesona tanpa melihat ke arah Royce. Percival tidak dapat menahan senyumnya seperti orang bodoh.     Royce mengerutkan dahinya memerhatikan jelas. "Kekasihmu?" Dia bingung untuk apa Percival bertanya.      "Bukan, bukan Livy. Aku tahu pilihanku pasti cantik. Lagipula aku baru berpacaran dengannya beberapa hari lalu. Bukan yang bersamanya. Yang satu lagi!" Tipikal Percival, selalu memiliki pasangan cantik, sesuai dengan wajah tampannya yang kadang orang mengatakan tidak realistis. Sangat tampan dan memukau. Bisa dibilang Livy adalah pacar pertama Percival yang diakui. Livy sendiri merupakan wanita cantik yang terkenal di Abel Wood, kota kecil asri dan damai dengan bangunan-bangunan yang cukup tua tetapi tetap berdiri kokoh dan terurus. Tidak lantas mengabaikan kemajuan begitu saja.     "Yang rambut coklat sebahu? Yang memakai casual dress?" tanya Royce memastikan.      "Iya tentu. Yang mana lagi, Royce? Hanya gadis itu yang bersama Livy." Percival memutar bola matanya.     "Memang siapa lagi yang selalu bersama Livy? Tentu saja Kacyka," jawab Royce santai. Membalas respon Percival sebelumnya. Kacyka, wanita yang begitu dia kenal. Seseorang yang memiliki hubungan khusus dengannya.     Percival mengangguk-anggukan kepalanya. "Ya benar! Kacyka. Dia can—Tunggu! Kau bercanda?" Percival tercengang menatap Royce tidak percaya dengan apa yang didengar. Tepat ketika Kacyka sudah melewati mereka dan berniat masuk ke dalam gedung. Dia sampai memastikan berkali-kali, mencari sosok wanita itu lagi.     "Kau tahu pasti aku buruk dalam membuat lelucon. Aku tidak akan bersusah payah untuk melempar joke,” jawab Royce yang cukup kaku.     Menganggukkan kepala tidak membantah sama sekali, tak pula membuat Percival percaya begitu saja. "Aku tahu itu Royce. Tetapi, Kacyka? Kacyka teman Junior high school kita? Yang memakai kacamata besar dengan rambut seperti sapu ijuk dan? Entahlah menurutku dia buruk." Dia benar-benar dikejutkan dengan ucapan Royce.      "Dia pintar," bela Royce. Kecantikan rupa dapat memanjakan mata, tetapi isi kepala adalah yang paling mengagumkan untuk Royce. Pria itu selalu kagum dengan kepintaran Kacyka.          "Aku tahu. Itu nilai lebihnya. Tetapi pria mana yang akan menilai dari kepintarannya?" sarkas Percival. Wajahnya langsung masam.     "Aku?" jawab Royce langsung sambil menoleh. Menegaskan bahwa dia ada di sana, nyata. Dia melihat seorang wanita dari kepintarannya. Setiap orang memiliki preferensi cantiknya sendiri, menurut Royce, Kacyka cantik dengan isi otaknya yang memukau.     "Ya kau, Royce. Itu karena kau mengenalnya. Tidak mungkin ada pria yang berkenalan seperti -hai bisakah aku melihat nilai-nilaimu? Apakau pintar? Tak ada!" ujar Percival dengan gaya tak mau kalahnya. Memberikan pembelaan. Memaksakan standarnya pada orang lain. Sungguh buruk dan kekanakan. Egois juga.     Tidak menjawab atau membantah apa pun, Royce hanya menatap Percival. Seakan menegaskan bahwa dia masuk ke dalam kualifikasi pria aneh yang baru saja adiknya katakan. Keduanya adalah kakak adik yang hanya berbeda satu tahun. Percival menghela napasnya. "Ya mungkin kau seperti itu,” tukasnya mengakui kalau kakaknya memang pengecualian dari yang biasa orang lakukan. Sejak awal dia tahu sang kakak memang berbeda dengan yang lainnya. Kalau saja Royce tidak tampan, dia pasti akan tenggelam menjadi kutu buku biasa.     Tidak lantas menjadi kaku, Royce sendiri mengakui keterkejutannya. "Aku juga beraksi kaget sepertimu, Percival. Beberapa hari lalu kami bertemu di kampus karena kebetulan kami sama-sama ada yang belum diselesaikan, dan Boom! Aku sama kagetnya sepertimu," jelas Royce.Masih teringat jelas bagaiamana dia terkejut melihat Kacyka yang diakui, semakin cantik. Walaupun tidak berperan besar, sebab dari awal menurutnya Kacyka memang sudah menarik. Dia mengakuinya.      Kacyka masuk ke dalam gedung bersama Olivia Alcot, kekasih Percival. Kali ini tanpa senyuman, Percival memerhatikan Kacyka dengan begitu intens. Terpesona. "Ya, dia cantik sekali sekarang," lirih Percival karena tidak percaya dengan apa yang dirinya sendiri ucapkan. Ada sesuatu dalam dirinya yang sedang kalut, kecewa, atau mungkin takut.     Puas dengan apa yang dikatakan sang adik, Royce tersenyum lebar. "Aku tahu, kekasihku memang cantik," ujar Royce sombong.     "Iya memang. Kekasihmu sungguh-sungguh can— Hei apa yang kau bilang Royce? Kekasih?" Sepertinya Percival akan mendapatkan serangan jantung jika terus-terusan disajikan hal bertubi seperti saat ini.     Ditatap Percival dengan begitu bingung, Royce hanya mengedikkan bahunya.. "Apa kau lupa bahwa Kacyka adalah kekasihku? Aku rasa seharusnya kau ingat bagaimana kau menghina dan mengejeknya setiap saat," jelas sang kakak mengingatkan status mereka sekaligus kelakuan buruk adiknya selama ini.     Satu tarikan napas dilakukan oleh Percival mendengar sindiran Royce yang tak dapat dia bantah sama sekali. "Ya tentu. Aku tidak akan melupakan hanya karena sekarang dia terlihat cantik, dan langsung membuatku terpesona," ujar Percival. Dia seperti lebih meyakini dirinya sendiri daripada meyakinkan Royce. Jelas dari ucapannya, terdengar Percival baru saja diserang ketertarikan pada pandangan pertama. Bukan cinta. Tidak ada cinta pada pandangan pertama, kecuali di kehidupan sebelumnya kalian sudah saling mengenal dan tergila-gila satu sama lain.     "Nada bicaramu sungguh unik," sarkas Royce sambil menganggukan kepalanya. Tipikal Royce.     "Thanks!" Percival menganggukan kepalanya sambil mengulum bibirnya. Berusaha seperti biasa dan tidak terlihat aneh. Tidak mau membuat Royce berpikir bahwa dia menyukai Kacyka. Mungkin sedikit, mereka mulai tahu kejanggalan apa yang Percival rasakan. "Jadi... Kau masih berpacaran dengannya?" tanya Percival berusaha biasa saja padahal dia sangat penasaran tentang hal ini.     "Apa maksudmu? Seingatku, aku bilang tadi bahwa dia kekasihku, Percy,” jawab Royce sambil menelaah semua gerak-gerik sang adik. Meneliti dan menebak-nebak apa yag ada di kepala Percival. Royce berusaha menekan Percival karena dia tahu jelas bagaimana adiknya. Percival terpesona pada kekasihnya. Dan dia tahu bukan hanya Percival saja, seluruh sekolah.     "Bukan begitu. M—maksudku—” Percival mulai tergagap karena dia tahu ini bukan hal yang bagus. Dia berusaha bicara senormal mungkin. "Jadi aku tidak lihat kau jalan bersama semacam berkencan, begitu? Maka aku menanyakannya. Tentu aku senang kalau kakakku juga senang bersama kekasihnya. Apa itu salah?"         Helaan napas lolos dari bibir Royce "I know. Bagaimanapun, secara teknis kita masih dalam suatu hubungan."     "Secara teknis? So jika tidak secara teknis?" tanya Percival hati-hati. Maslaahnya, dia tahu jelas bahwa Royce sama sekali tidak tertarik dalam romansa. Pria itu hanya menyukai ilmu pengetahuan, ambisi jadi terbaik.     "Entahlah. Kita sudah jarang saling menghubungi,” jawab Royce yang kembali berkutat pada layar.     "Seberapa jarang?" tanya Royce lagi. Tidak perlu Royce memberikan seluruh atensi padanya, lebih baik seperti ini agat tidak bisa melihat ekspresinya langsung. Yang penting menjawab.     "Sangat jarang."     "Kapan terakhir kali kalian berbincang di telepon atau saling mengirim pesan?" Saat ini Percival benar-benar diserang rasa penasaran yang teramat.      "Sebulan yang lalu yang lalu,” jawabnya santai.     "Kau gila, Royce?!" Percival tercengang dengan jawaban kakaknya. Tidak mengerti bagaimana konsep berpacaran yang masuk dalam kamus Royce dan Kacyka.     "Sebenarnya… kita memang jarang saling berhubungan sejak berpacaran. Maksudku kita sama-sama sibuk dengan semua pelajaran," jelas Royce. Dirinya sendiri sadar bahwa sangat buruk tentang ini. Romansa.     "Terlihat, kalian berdua memang gila pengetahuan. Seharusnya kalian coba mengencani buku saja," sarkas Percival. Dua orang kutu buku bersama, hasilnay tentu akan seperti itu. Apalagi yang diharapkan?     "Seharusnya kucoba," jawabnya santai tanpa rasa bersalah sama sekali. Terkesan cukup apatis. Tipikal Royce dan Kacyka.     Percival menggelengkan kepalanya. "Cobalah mengirim pesan padanya sekarang." Ia menepuk-nepuk bahu sang kakak. Berusaha menjadi mentor dalam hubungan yang buruk. Dia tahu Royce memang tidak pernah berkencan atau dekat dengan wanita selama ini. Mungkin Kacyka sendiri bingung dengan sikap Royce. Sayang sekali wanita secantik itu disia-siakan.     Royce tersenyum manis seolah tidak merasa bersalah dan bukan hal besar. "Aku lupa membawa ponsel," ujarnya dengan santai tanpa rasa bersalah.     Percival memegang kepalanya karena tidak habis pikir. "Kau beruntung memilki gadis aneh itu, karena kalian sama-sama aneh. Jika kalian tidak serupa, aku yakin sudah akan berakhir di beberapa jam pertama setelah berpacaran."     "Kami sudah tiga bulan sekarang," ujar Royce masih tersenyum tanpa rasa bersalah. Merasa bangga dapat mematahkan apa yang dikatakan Percival.     "Aku tidak peduli itu. Kalian sama saja tidak berpacaran." Kepala Percival digelengkan.     "Kami bertemu di kampus Percival," ujar Royce membela diri.     "Oh aku mengerti tentang itu. Jadi kalian melakukan semacam rendezvous? Pertemuan diam-diam, berkencan dan berciuman di sekolah?" Kembali tertarik, siap mendengar dongeng dari Royce tentang betapa panas hubungannya dengan Kacyka.      Royce menggeleng. "Kami hanya bertemu di ruangan saat pelajaran dan saling menyapa jika berpapasan."     Percival bangkit dari tempat duduknya. "I'm done with you, Royce!"   []
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN