Bab 6

1041 Kata
Hujan masih turun dengan deras, Maira mulai mengantuk. Sarapan sudah usai sekitar lima belas menit yang lalu. Ia pun berbaring di kasur busa yang tersedia di teras tersebut. Baru saja ia mendaratkan bokongnya di sana, Nugra langsung menyusulnya. Pria itu ikut duduk di sana, bahkan duduk mereka begitu rapat. "Eh..." Maira bergeser menjauh. Nugra tersenyum saja."Kamu nggak kedinginan pakai baju seperti itu? Kamu sudah tahu kan bakalan hujan?" "Nggak. Aku suka begini." Maira bersikeras memakai gaun tipis itu. Ia suka dengan udara dingin. "Tapi, ini terlalu tipis. Kamu bakalan kedinginan,"kata Nugra memperingatkan."Ayo ganti!" Maira menggeleng."Aku baik-baik saja." "Baiklah..." Nugra mengalah."Maira...apa aku boleh merokok di sini?" "Aku tidak melarangnya merokok, tapi...aku kurang suka dengan bau asap rokok,"jawab Maira. "Oke...aku nggak akan merokok di sini kalau gitu." Nugra mengurungkan niatnya. Tiba-tiba petir menyambar begitu keras. Angin semakin kencang dan sedikit mendorong air masuk ke dalam teras. Maira memeluk dirinya sendiri karena merasa kedinginan, air itu mengenai tubuhnya. Nugra memeluknya secara spontan, ia bermaksud melindungi wanita itu. "Ayo masuk aja." Nugra cepat-cepat membawa Maira masuk ke dalam kamar. Ia tidak menyadari bahwa saat ini Maira tengah menatapnya dengan intens. Pria itu masih memeluknya. "N...Nugra!"ucap Maira. Nugra menoleh dan ia terkejut karena jarak wajah mereka terlalu dekat."Ehmmm...iya?" "Kamu..." "Iya kenapa denganku?" "Kamu pegang dadaku!" "Apa?" Nugra melihat kemana tangannya mendarat, pada gundukan kenyal milik Maira. Ia melepaskannya secara spontan."Maaf...aku nggak sengaja." "Ah iya!" Wajah Maira merona, ia pun segera mengeringkan lengan dan kaki yang terkena percikan air hujan, kemudian naik ke atas tempat tidur. Sesekali ia dan Nugra saling curiga pandang. Jantung keduanya pun berdebar kencang. Maira memejamkan matanya, sepagi ini ia ingin tidur. Tapi, ia merasa sedikit was-was terhadap Nugra. Seandainya ia berada di kamarnya sendiri, pasti ia sudah melakukan banyak hal, termasuk menonton film-film romantis dewasa. "Nggak tidur?"tanya Nugra. "Nggak bisa tidur. Lagi pula...ini masih pagi, nggak baik tidur." Maira pun duduk kembali. Nugra duduk di sisi tempat tidur Maira."Sepertinya kamu nggak nyaman di sini. Mau kucariin kamar lain?" "Boleh, tapi...masih hujan." "Iya. Nanti kalau hujannya sudah reda kita tanya ke resepsionis, sudah ada kamar kosong atau belum." Nugra mengusap puncak kepala Maira. Perasaan Maira menghangat, seumur hidupnya ia baru merasakan hal seperti ini. Entah karena saat ini ia jauh dari hiruk pikuk kota besar, dan jauh dari pekerjaannya sebagai bos. Berada di sini membuat ia melupakan segala keangkuhannya. Nugra mendekatkan wajahnya pada Maira, kemudian ia melumat bibir wanita itu. Tubuh Maira menegang, matanya terbelalak. Tapi, lumayan lembut Nugra membuatnya menutup mata dan membalas ciuman pria itu. Ciuman mereka terhenti untuk mengambil napas. Kening mereka saling bersentuhan, mata saling bertatapan seraya mengatur napas. Keduanya tersenyum, kemudian kembali berciuman. Suasana romantis itu harus terhenti karena ponsel Maira berbunyi.Wanita itu memutar bola matanya, ia lupa menonaktifkan ponselnya itu. "Aku...angkat telpon dulu." "Silakan..." Ia melihat nama Hermawan di sana. Ia segera mengangkatnya. "Halo, Pa." Maira sedikit menjauh dari Nugra. "Kamu liburan kemana, sayang?"tanya Hermawan di seberang sana. "Di suatu tempat, Pa,"jawab Maira. Sebenarnya ia tidak ingin siapa pun tahu dimana posisinya sekarang. Terdengar helaan napas panjang dari Hermawan."Iya...tapi, dimana? Soalnya Gagah nanyain kamu terus." Maira memegangi kepalanya yang mendadak sakit jika mendengar nama pria itu."Lupakan soal Gagah, Pa. Lagi pula beberapa kali kami janjian, dia tidak pernah menepatinya. Lelaki seperti itu tidak perlu dipertahankan, Pa. Tidak layak untuk dijadikan pasangan." "Kamu yakin menolak dia, Maira?"tanya Hermawan dengan nada menggoda. Ia yakin kalau Putrinya itu bertemu secara langsung dengan Gagah, pasti langsung jatuh cinta. Ia betul-betul yakin kalau mereka akan cocok. "Iya, Pa. Kalau Papa berniat menjodohkan Maira lagi, tolong cari yang lain saja." Suara Maira terdengar begitu meyakinkan. "Oke. Terus...kamu ngapain aja di sana?" "Cuma numpang tidur." Maira tertawa kecil. "Kalau numpang tidur ya di rumah aja. Ngapain kamu harus pergi jauh." "Beda, Pa...tempatnya bagus, seperti hutan-hutan begitu. Terus...sering hujan." Maira melirik ke arah Nugra yang sekarang tengah membuka kausnya. Ia meneguk salivanya. Ternyata pria itu memiliki tubuh yang seksi. "Kamu nggak bisa sebutin nama tempatnya begitu? Sepertinya Gagah mau nemuin kamu ke sana deh." Hermawan masih berusaha menyelidiki Maira. Mudah-mudahan saja Alex tidak memberi tahu  kemana Maira pergi. Maira menggeleng kuat."Aduh, jangan, Pa. Nanti aja habis liburan kalau memang mau ketemu. Sekarang...Maira nggak mau liburan Maira terganggu." "Baik, sayang. Baik-baik di sana. Kabari segera jika kamu butuh bantuan. Papa sayang kamu." "Maira juga sayang Papa." Sambungan terputus seiring Maira berjalan ke tempat tidurnya kembali. Ia menonaktifkan ponselnya. "Maira..." Suara itu membuat tubuh Maira menegang. Ia menoleh ke sumber suara dengan perlahan."Ada apa?" "Besok ada kamar kosong nih!"katanya seraya menscroll layar ponselnya. "Kamu tahu dari mana?" "Ini...di aplikasi." Maira berjalan mendekati Nugra."Ah, aku nggak percaya. Buktinya kemarin aku booking juga...kamarnya full." Ia melongok ke arah layar ponsel Nugra. "Ya udah...kamu di sini aja deh sama aku...." Nugra menoleh, kemudian mengecup pipi Maira dengan cepat. Maira terdiam, kemudian ia merasakan tangan Nugra melingkar di pinggangnya. Nugra menarik Maira ke dalam pelukannya."Kamu bersedia kan?" "Tapi, kenapa kita harus bersama di sini?" "Karena aku...tertarik sama kamu. Bagaimana dengan kamu?"tanya Nugra seraya menenggelamkan wajahnya ke lekukan leher Maira. Maira mengigit bibirnya. Sekujur tubuhnya merinding. Ini hari kedua dimana ia bertemu dan berkenalan dengan Nugra, tapi ia langsung merasa nyaman. Bahkan ia tidak pernah diliputi rasa takut terhadap pria itu. Ia justru merasa ingin terus berada di dekapan Nugra. Kini ia membiarkan Nugra mengecup lehernya, yang kini semakin beralih ke bagian d**a. Nugra menghentikan aktivitasnya, ia menatap Maira dengan lembut. Lalu perlahan ia mencium bibir Maira dengan menuntut balasan. Maira mengalungkan kedua tangannya di leher Nugra, membalas ciuman pria itu, sesekali meremas rambutnya. Gairah keduanya kini sudah membara. Suara ponsel Nugra membuat keduanya tersentak. Nugra melirik ke arah ponselnya, tapi sedetik kemudian ia abaikan dan kembali mencium Maira. Bunyi nada dering dari ponsel Nugra benar-benar mengganggu, hingga akhirnya Maira kehilangan mood. Ia pun mendorong tubuh Nugra. "Angkat aja telponnya."Maira menunjuk ke arah ponsel Nugra di sofa tadi. "Ah, baiklah." Nugra segera meraih ponselnya. Melihat nama yang tertera, ia pun menoleh ke arah Maira."Aku angkat dulu ya." Maira mengangguk. Kemudian ia memegang kedua pipinya."Maira...kamu habis ngapain. sih. Jaga diri, Maira." Maira menyadari bahwa ia sudah terbawa suasana. Sikap Nugra yang begitu manis membuatnya lupa bahwa pria itu adalah orang asing. Ia kembali teringat dengan orangtuanya, teringat dengan semua kehidupannya sebelum ini. Ia baru saja hampir merusak hidupnya yang baik-baik saja selama ini.   
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN