“WOII KALAU MAU m***m JANGAN DI KAMAR GUE, ANJING!! DEKET SINI MASIH ADA HOTEL MURAH KALAU LO MAU GUE BISA PESEN.” Teriak Elina yang tidak terima kamarnya di obok-obok oleh dua orang itu. Sialan aku berteriak sekencang apapun juga percuma, ini kamar juga gede. Dari kasur ke pintu lumayan jauh, yang ada tenggorokan Elina bakalan kering kalau begini terus. Tapi kalau ditinggal takut kayak kapal pecah habis itu terbitlah s**u kental manis berwarna pudar dan juga selembar roti kering yang berserakan kemana-mana.
“WOIII SUMPAH YA BUKA GAK PINTUNYA!!”
disisi lain, Christian yang hilang kendali pun hampir saja merobek rok pendek yang Jesslyn pakai. Nafas mereka memburu setelah perkelahian yang tidak sewajarnya. Tidak hanya Jesslyn saja yang banyak bercak merah, tapi juga Christian yang dimana wanita itu membalas apa yang dilakukan pria itu padanya. Keringat bercucuran di dahi mereka, keringat membasahi tubuh Christian yang menggebu. Tubuhnya benar-benar berat, tapi dia tidak ada niatan untuk pergi dari atas Jesslyn. Bahkan sesuatu yang berdenyut nyeri di bawah sana Jesslyn bisa merasakan. Sesuatu yang mengganjal di kedua kakinya yang cukup ketara pun Jesslyn bisa mengetahui hal itu. Hanya saja dia cukup takut jika pria itu kelepasan dan melakukan hal itu disini.
“Minggir!!” usir Jesslyn, mencoba mendorong tubuh Christian untuk pergi
Bukannya bangkit, pria itu malah mendekap tubuh Jesslyn dengan hangat. Tubuh mereka menempel satu sama lain, Christian mendusel di leher Jesslyn untuk mencari tempat ternyata. Tanpa Christian sadari jika hal itu mampu membuat Jesslyn menghela nafasnya panjang. Tubuhnya kembali merinding ketika rambut dan juga bibir Christian menyentuh kulit lehernya.
“Tian minggir gak lo?” ujarnya kembali.
“Lima menit. Biarin gue begini dulu, kalau gak, gue nggak tau apa yang akan terjadi sama lo setelah ini. Kita-kita sama-sama dewasa Jes, kita sama-sama tau kalau gue gak berhenti kita akan kelepasan.”
Jesslyn diam. Dia tahu betul arah ucapan Christian, dimana jika dia tidak berhenti hal lain akan terjadi diantara mereka. Dan hal itu akan jauh lebih sulit dari untuk Jesslyn lepas dari pria itu. Dia masih sadar seratus persen bagaimana adegan panas ini terjadi, meskipun tanpa adanya seks di antara mereka. Ciuman itu, sentuhan itu, remasan itu bahkan membuat Jesslyn hampir gila. Dia hampir saja melepas celana yang Christian pakai jika pria itu tidak menariknya. Dan untung saja Christian bisa menahan tangannya untuk tidak menyobek rok yang dia pakai. Tapi kali ini …
Reflek wanita itu membalas pelukan Christian dengan hangat. Dia tahu dia salah, dan hal yang mereka lakukan barusan adalah salah besar. Melirik Christian yang seolah nyaman dengan tempatnya wanita itu menepuk bahu Christian untuk segera bangun. Dia tidak enak dengan Elina, apalagi tadi Jesslyn sempat samar-samar mendengar teriak Elina di depan pintu.
“Mandi, habis itu lo bisa pulang. Gue mau nginep disini.” kata Jesslyn.
Christian tidak membantah, dia nurut tapi enggan untuk melepas pelukannya pada tubuh Jesslyn. Dia pria normal, apa yang barusan dia lakukan dengan Jesslyn adahal hal yang salah. Pria itu memang bercita-cita ingin unboxing Jesslyn tapi tidak dengan hal ini. Setidaknya dia mengutarakan perasaan yang sama dengan Christian, dan wanita itu seutuhnya menjadi milik Christian. Barulah jika untuk unboxing saja itu Masalah gampang.
Tak lama, Christian bangkit dari tidurnya. Dia menuju kamar mandi di kamar ini dan membersihkan diri. Mengguyur tubuhnya dengan air dingin agar sesuatu dalam dirinya mereda. Begitu juga dengan Jesslyn yang langsung mengambil bajunya dan mengenakannya asal. Dia tidak keluar, dia menunggu Christian selesai mandi. Setidaknya wanita itu keluar dari sini tidak dengan keadaan yang kacau.
***
“Sialan lo ya, kamar gue lo —” Elina menghentikan ucapannya ketika melihat kamarnya yang sudah bersih. Tidak ada sampah, tidak ada tisu atau apapun itu. Penampilan mereka juga sudah kembali rapi. Christian yang sudah rapi dengan baju yang dia pakai plus rambut basahnya. Begitu juga dengan Jesslyn yang hanya menguncir rambutnya dan memilih diam. “Lo berdua gak aneh-aneh kan di kamar dan kamar mandi gue?” tanya Elina sekali lagi, setidaknya dia harus mendengar jika tidak ada hal aneh yang terjadi diantara mereka.
Christian dan Jesslyn pun kompak menggeleng. Mereka tidak melakukan apapun, tidak ada yang terjadi dengan mereka kecuali warna merah di leher mereka. Masing-masing dari mereka bisa menahan diri, Christian yang sadar dengan apa yang dilakukan begitu juga dengan Jesslyn yang juga ikutan sadar dengan apa yang terjadi barusan.
“Gue pulang. Kalau terjadi sesuatu sama Jesslyn tolong kabarin gue, El.” pamit Christian, mengecup kening wanita itu turun ke hidung, lalu ke bibir. Barulah pria itu pergi begitu saja tanpa menunggu jawaban dari Elina.
Toh, mau jawab atau tidak sepertinya Christian tidak peduli sama sekali.
Usai melihat Christian pergi, Elina langsung mendekat menatap Jesslyn yang nampak frustasi dengan semua ini. Wanita itu mengacak rambutnya hingga berantakan kembali.
“Habis ngapain lo berdua? Sumpah ya penampilan lo kacau banget. Tapi gue gak mencium aroma seks sih di tubuh lo.” Ujar Elina.
Jesslyn menatap Elina. “Gue nggak ngapa-ngapain Mbak. Tadi hampir saja kelepasan kalau kita gak sadar.”
“Jadi?”
“Cuma gulad doang, gak cuma leher gue yang merah. Sampai sampai lengan gue ini merah karena ulah dia. Dan dia juga begitu, merah semua itu badan karena ulah gue.” Jelas Jesslyn frustasi. “Sekarang gue takut, gimana kalau Hanna tau. Apa dia bakalan marah terus ngelabrak gue, Mbak?”
Elina mengedikkan bahunya. Dia tidak tahu banyak hal, tapi jika hal itu sampai tahu udah paling jelas Hanna akan marah pada Christian dan juga Jesslyn. Apalagi hari ini, dimana tanpa kepemilikan itu ada di tubuh mereka. Tidak mungkin kan Christian di rumah harus menggunakan baju panjang terus menerus? Baju yang menutup sampai lehernya. Sedangkan kita tahu jika pria itu paling suka telanjang d**a, menunjukkan otot-otot bisepnya di depan banyak wanita. Bahkan Jesslyn pernah tergoda dengan hal itu.
Yang pasti ketika bergulad Elina bisa membayangkan bagaimana tangan mungil Jesslyn yang bisa mencengkeram lengan itu dengan panas. Merasakan dekapan dari otot itu yang membuat Jesslyn gila.
“Tapi lo bener. Gue hampir aja buka celana dia tadi.” ujar Jesslyn.
“Buset dah … jangan gila lo. Laki orang itu mau lo nodain.”
Jesslyn mengacak rambut. “Lo tau, gue tadi hampir aja berpikir kalau misal hal itu terjadi antara gue sama Tian, terus bisa bikin gue hamil. Mungkin gue bisa milikin dia dan dia bisa ninggalin Hanna demi gue. Tapi setelah itu gue sadar, kalau apa yang gue pikirin itu salah.”
“Jes gue tau lo masih cinta sama Tian, tapi cara lo berpikir dan bersikap itu salah. Disini lo bilang nggak mau lagi sama dia, tapi setelah gue liat apa yang Tian lakuin ke lo dan lo gak nolak itu udah jelas salah. Tapi gue juga nggak bisa menghalangi perasaan lo, cinta lo ke cowok itu. Tapi lo sama Hanna sama-sama perempuan, gue tau lo banyak ngalah. Tapi tolong jangan sakiti dia.” Elina sok bijak, menarik nafasnya panjang menatap Jesslyn nanar. “Gue ada ide.” ujarnya.
“Apa?”
****