Part 2

1014 Kata
"Ma," Tubuh Mama menegang mendengar penggilanku. Cepat-cepat beliau mengusap air mata nya, dan menatapku dengan senyum sendu yang selalu ditunjukkan padaku. Aku tak kuat melihat Mama menangis seperti itu, kuhampiri mama dan ku peluknya dengan erat. "Kenapa Ma? Papa main fisik lagi?" tanyaku lirih saat aku berada dalam pelukannya. Mama hanya menggeleng menenangkan ku. Mama selalu saja seperti ini, ketika kepergok olehku sedang menangis. "Kok udah pulang?" Mama perlahan melepaskan pelukan kami. Dada ku bertalu cepat mendengar pernyataan itu. Bagaimana ini? apa yang harus aku katakan? Mama pasti kecewa. "Ares..." panggilnya lembut. Aku mulai menitikkan air mata, kujatuhkan tubuh jakungku ke sebelah ranjang. Ku genggam erat tangan yang sudah mulai keriput. "Cerita sama Mama, sayang." "Mah.. maaf.." "Ares udah dipecat." ku katakan yang sebenarnya pada Mama, orang yang mengasihiku. Ku rasakan tubuhnya menegang sesaat. "Kenapa bisa, Res? Kamu buat salah?" Aku menggeleng air mataku mulai berjatuhan. "Ares nggak tau salah Ares, Ma. Kata atasan Ares, Ares korupsi. Mungkin Ares difitnah, Ma." Mama menghela nafas mendengar penjelasan ku. "Gimana kalo sampe Rena tau, Ma?" "Rena pasti akan sangat marah sama Ares." Sebenarnya, Ares sama Rena saat ini juga dalam hubungan yang tidak baik, Ma. Ares nggak tau apa salah Ares. Ares selalu minta maaf. Tapi Rena hanya diam. Ketika Ares minta hak suami Ares, Rena selalu menghindar atau menolak, Ma. Udah 2 bulan lebih, Rena nggak mau Ares sentuh. Aa salah Ares, Ma?. Batin Ares. "Bicarain baik-baik sayang. Dibalik cobaan ini pasti ada hikmahnya sayang." Mama selalu menyemangatiku. Aku pun hanya mengangguk. Ceklek! Ku alihkan atensiku ke pintu kamar yang terbuka. Pandangan yang kulihat pertama kali adalah Papa. Papa dengan tubuh shirtless. Tubuh basah seperti keringat. Rambut acak-acakan dan berminyak. Aku sangat heran saat melihatnya. Terlebih lagi tubuh yang menegang melihatku. Tapi itu hanya sebentar, kurasa Papa langsung merubah mimik wajahnya kembali datar. "ARES." panggil Papa yang kencang membuatku heran. Kenapa sampai teriak? Aku tidak tuli. Batinku "Ada apa Pa? Ares disini nggak jauh sama Papa. Kenapa harus teriak?" Papa tertawa mendengar pernyataan ku "Kenapa sudah pulang? Masih pukul 12.30." "Tidak apa-apa." hanya itu jawabku. Kualihkan lagi pandanganku ke Mama. Beliau tengah menatap Papa dengan sorot mata sendunya. "Makan yuk, Ma." ajak ku padanya. Mama gelagapan saat aku akan menggendong nya ke kursi roda samping ranjang. "Na-nanti saja dulu sayang. Mama masih mau cerita sama kamu." Dengan ragu aku mengangguk. Kurebahkan tubuhku ke samping Mama yang masih betah bersandar. Ku peluk dari samping perut Mama. Aku sangat menyayangi Mamaku ini. Melebihi apapun. Sedangkan Papa ku dengar seperti membuka lemari. Mungkin, beliau akan mandi. Ku pejamkan mataku yang mulai berat. Entah kenapa kalau tidur di samping Mama. Aku cepat bisa tidur nyenyak. **** Ku buka mataku, hal yang pertama ku lihat tetap. Perut Mama yang ku peluk. "Ma.. jam berapa?" tanyaku dengan suara serak khas bangun tidur. "Jam 13.45" Segera aku mendudukkan tubuhku, tapi malah pusing menyerang ku. Ku pijat pelipisku pelan. "Mama juga belum makan?" "Tidak apa-apa sayang. Mama masih kenyang." ucap mama dengan senyum sendunya. Aku berdecak mendengarnya. Ku gendong Mama menuju kursi roda dan ku dorong menuju dapur. Rumahku ini hanya satu lantai hanya ada 3 kamar, ruang tamu, ruang tengah, dapur, dan 1 kamar mandi. Rumah ini adalah hasil keringatku sendiri. Gaji pertama menjadi manager di sebuah pusat perbelanjaan. Kemudian, satu tahun setelahnya aku menikah dengan Rena, wanita yang aku temui sebagai bawahanku waktu itu. 1,5 tahun pernikahan ku dengan Rena, aku selalu menanti buah hati kami. Aku selalu mencoba bersabar menghadapinya. Mungkin aku kurang keras dalam berusaha. Berusaha mengeluarkan Ares junior di rahim istriku. Aku akan membujuk Rena lagi nanti malam. Sudah terlalu lama aku tidak menyentuhnya. Hasrat ku juga perlu disalurkan. **** Hoekkk.. Hoekkk.. Ku langkahkan kaki ku menuju kamar mandi ketika mendengar suara Rena yang memutahkan isi perut nya. Aku sudah membujuk Rena tadi malam. Awalnya mau. Dan saat aku sedang melakukan fore play, Rena bertanya padaku. Kenapa aku pulang kerja sebelum waktunya? Ketika aku menjelaskan alasanku dia marah padaku. Dan akhirnya setelah 2 bulan lebih hasrat ku tidak keluar, malam itu niatku harus terhalang lagi. "Kenapa sayang?" Dia hanya menggeleng. "Ke rumah sakit mau?" "Punya uang dari mana, hah? Udah nggak kerja ngajak ke rumah sakit." bentaknya padaku. Aku hanya mampu tersenyum sendu. Tapi aku sungguh khawatir dengan keadaannya. "Yasudah, Mas belikan obat aja di apotik ya?" pintaku dan diangguki olehnya. **** "Sayang.. ku pengen.." goda sosok wanita berambut panjang. "Nanti Ares tau, Ren." "Enggak. Bentaran aja." "Kamu kenapa mual-mual, tadi?" Rena menggeleng kepala. "Jangan bilang kamu hamil?" Rena mengendikkan bahu acuh. "Biarin aja kali, Pah." "Gak." "Kenapa sih? Tinggal suruh tanggung jawab Ares, beres." Joyo sosok paruh baya beruban yang tengah berbaring dengan kepala bersandar di ranjang dan Rena naik ke atas perut Joyo. "Ayooo..." "Yaudah.. lepas baju aku, sayang." ucap Joyo dengan meremas keras p******a Rena. "Akhhh.. nakal.. ohhhh.. enak.... terus.." terus diremasi p******a Rena dengan kencang. Dengan terburu-buru Rena melepas pakaiannya sendiri. Dan melepas celana pendek milik Joyo. Ada benda mencuat ke atas berdiri tegak menantang. "Hisap sayang." Rena mengangguk. Dikulumnya batang coklat kehitaman yang besar tapi tidak terlalu panjang itu. "Ohhhh..." Joyo menaik turunkan pinggulnya agar Rena lebih dalam mengisap. "Oooohhh...oohhh..ooohh..oohhh.. ooohhh... Renaaaahhhhh aaahh.. ssttt...hmmm... aaahhhh....ahhhh... ahhh.." "Emmmhhh..." suara Rena yang tengah menghisap dan mengocok milik Joyo. Dengan tidak sabar Joyo membantu menaik turunkan kepala Rena. "Eemmmmmmhhhh.." "Sayanghhh... aahhh.. a-aaku.. ahhh.. mau datanghhhh..." tubuh Joyo menegang. Joyo menahan kepala Rena yang ingin melepas kejantanan itu. Crot! Crot! Crot! Sperma itu masuk ke mulut Rena. "Telah.. hhh.. hhh.." titah Joyo dengan nafas tersenggal. Ditelan s****a itu dalam mulut Rena. "Giliran aku sayang.." rengek manja Rena. Ditengkurapkan tubuh Rena menghadap kepala ranjang. Bless!! Kejantanan pria tua perkasa itu masuk dalam sarangnya. "Ughhh.." Joyo mulai menggerakkan pinggulnya pelan. "Aaahhh... Ahhh.. .ahh.. shhhh.. hmmm.. ohhh... enak pahhhh... ahhh.." rancau Rena yang berpegangan pada bantal depannya. "Ooohhh..ohhh.. ohhh..ohhh... ohhh" desah Joyo, Papa Ares yang tua perkasa itu. Dengan kepala mendongak ke atas dan bibir terus mendesah menikmati surga duniawi yang diciptakan menantunya itu. Brakk!! Ares. Dia datang. Terbelalak tak percaya dengan apa yang ada di depannya. ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN