Bab. 4

1187 Kata
Cahaya menolehkan kepalanya ke depan dan ke belakang mencari keberadaan Dirga, tidak mendapati keberadaan Dirga, Cahaya segera mengambil ponsel yang sedari tadi bergetar. (Kami melihatmu di swalayan ini, bisa bertemu di sini saja?) bunyi pesan yang Cahaya terima, Cahaya menolehkan kembali kepalanya dan tidak mendapati seseorang. (Di mana?) tanyanya lewat pesan balasan. (Kami di foodcourt) balasan pesan yang masuk, Cahaya mendesah gusar, mereka baru saja sarapan, masa harus beralasan lapar lagi agar Dirga mau masuk ke sana. Cahaya mengetuk-ngetuk dagunya dengan telunjuknya, perempuan itu tampak sedang berpikir bagaimana dan alasan apa yang harus dia pakai. "Bagaimana ini???" Cahaya membenturkan-mbenturkan pelan keningnya pada lengannya yang ia taruh di atas troli, Dirga yang melihat mantan istrinya terlihat gelisah, akhirnya tersenyum miring. "Bingung mikir caranya bertemu?" seringai kecil muncul di bibirnya, kemudian dengan langkah percaya diri Dirga menghampiri Cahaya yang tengah memasukkan ponselnya kembali kedalam tas slempangnya. "Hmm, sudah semua?" Dirga berdehem sebentar untuk mengalihkan rasa ingin tertawanya kala melihat wajah bingung mantan istrinya. "S-su-sudahh, Tuan," jawab Cahaya gugup, kini pikirannya bercabang, orang yang menunggu dirinya tengah marah dan merajuk, akan tetapi mengajak Dirga keliling swalayan ini tidak mungkin. "Kenapa gugup seperti itu?" netra Dirga memincing, Cahaya meneguk ludahnya susah payah. Tiba-tiba hawa panas melingkupi sekitarnya, padahal ada ac yang menyala. "Sa-saya tidak gugup, saya hanya kaget saja, Tuan," kilah Cahaya yang langsung menunduk, "dasar pembohong," kata Dirga lirih, lelaki itu sangat hafal jika Cahaya selalu menunduk jika ia ajak bicara pasti dia sedang berbohong atau menutupi sesuatu. "Tuan berkata sesuatu?" Cahaya memberanikan diri mendongak menatap netra milik lelaki pemilik hatinya. Iris mata hitam pekat, beralis tebal dan bulu mata lentik mirip sekali dengan seseorang yang akan ia temui, terkadang dulu Cahaya iri melihat bulu mata Dirga yang lebih indah daripada bulu matanya. *** "Tuan, boleh saya izin ke toilet sebentar?" Cahaya mencoba memberanikan diri untuk bertanya dan meminta izin pada Dirga. Dan saat ini keduanya sedang berdiri antri di depan meja kasir. Dirga yang sedang bermain ponsel sambil menunduk seketika mendongak lalu memincing menatap Cahaya. Cahaya pun terlihat salah tingkah dengan tatapan menyelidik dari mantan suaminya, "saya mohon, Tuan," Cahaya terus merayu, dan berpura-pura gelisah dengan menyilangkan kedua kakinya, dan tangannya mencengkeram tas slempang yang ia pakai. Sesaat Dirga ingat, jika mantan istrinya paling tidak bisa menahan untuk membuang air kecil dan selalu terlihat gelisah seperti sekarang, setelah mendecakkan lidah akhirnya Dirga berkata, "pergilah cepat, nanti tidak ada yang akan mendorong troli ini kalau kau lama-lama," mendengar izin juga jawaban dari Dirga, wanita itu lantas tersenyum lebar yang justru membuat Dirga candu akan senyum itu kembali. "Terima kasih, Tuan. Anda memang terbaik," ujar Cahaya yang kemudian tanpa sadar mengelus lengan Dirga yang berotot, namun sialnya malah membuat sisi kelelakian Dirga bangkit. Ya, selemah dan se sensitif itu kulitnya jika bersentuhan langsung dengan kulit Cahaya. Tak ingin membuang banyak waktu, Cahaya segera berlalu dari sana. Dirga terus saja menatap punggung Cahaya yang kian menjauh hingga tiba-tiba fokusnya pada cara Cahaya berjalan, kakinya terlihat terseok-seok. Saat Dirga hendak memanggil Cahaya, wanita itu sudah berbelok di tembok yang bertuliskan 'toilet wanita', biarlah nanti dia menanyakan itu di rumah. Tapi jika ia bertanya, pasti mantan istrinya itu besar kepala karena merasa masih di perhatian olehnya. *** Sementara itu di toilet wanita, seorang anak kecil perempuan berusia sekitar 3 tahun terus saja menangis hingga suara menyapa indera pendengarannya, "Tasya," gadis itu menoleh lalu berlari kearah wanita yang memanggil namanya. "Mama Aya kenapa lama?" gadis kecil yang bernama Anatasya itu protes dan mengerucutkan bibirnya, namun tangannya yang pendek dan gemuk itu tetap melingkar di leher Cahaya, "maaf," katanya dengan gemas dan menghujani wajah gadis yang memiliki kemiripan hampir 100% dengan mantan suaminya. "Non Tasya dari tadi menangis mencari anda, Nyonya," seorang perempuan yang berumur dua tahun lebih muda dari Cahaya bersuara, Cahaya mendongak, tersenyum dan mengangguk. "Sekarang sudah ketemu mama, jangan nangis lagi ya," Cahaya membujuk anak gadisnya ini, "mau ketemu papa," katanya yang membuat hati Cahaya mencelos. "Iya sebentar lagi ya," sahutnya menenangkan putrinya. "Tasya mau sekarang!" Anatasya menarik tubuh mungilnya dari dekapan sang mama dan menopang kedua tangannya yang pendek dan gemuk itu di depan d**a, mengerucutkan bibirnya kembali dan membuang pandangan. Cahaya tertawa kecil melihat tingkah menggemaskan putrinya ini. "Kenapa saat marah pun harus seperti dia, hmm," Cahaya mencolek dagu putrinya, "jangan mengeluarkan suara, hanya bertemu sebentar, oke?" tawar Cahaya. Ibu dari satu anak ini tidak bisa menolak apapun keinginan putri semata wayangnya, putri yang kehadirannya tidak di ketahui oleh sang ayah karena keegoisan dan kejahatan dari keluarga mantan suaminya. Anatasya mengangguk cepat dan kemudian merentangkan tangannya yang kecil dan gemuk pertanda meminta di gendong, "yuk, Mbak," Cahaya mengajak pengasuh putrinya ikut keluar. Sesampainya di pintu Cahaya tersentak kaget karena ternyata Dirga sedang berdiri di lorong sana, tatapan matanya yang tajam bak elang membuat Cahaya sedikit takut. "Memang mamanya anak ini kemana, Mbak?" Cahaya segera bertanya guna mengalihkan rasa penasaran Dirga. "maafkan Mama, Sayang," gumam Cahaya di dalam hati. dan si Mbak pengasuh itu mengerti, "ibunya sedang bekerja, jadi nona kecil ini setiap hari bersama saya," jawab mbak Sisi. "Anak siapa?" Dirga yang penasaran akhirnya maju dan menghampiri Cahaya yang sedang menggendong Anatasya, dan Cahaya menyembunyikan wajah putrinya di ceruk lehernya. "Tidak tahu, tadi dia menangis di toilet, karena tidak tega, akhirnya saya gendong," balas Cahaya dengan gugup, 'maaf nak, bukan maksud mama tidak mengakuimu, tapi ini belum saatnya ayahmu tahu jika dia memiliki putri, biarkan nenekmu yang mengatakan kebenarannya,' lagi lagi Cahaya bergumam di dalam hati. Sesekali bibirnya itu mengecup rambut Anatasya yang lurus dan hitam legam, mirip lelaki yang tengah berdiri di depannya. "Sudah jangan nangis, ya, mau ikut om?" tawar Dirga yang tiba-tiba mengusap lembut kepala Anatasya, Cahaya semakin menenggelamkan kepala Anatasya di ceruk lehernya karena gadis kecil itu hendak mengangkat kepalanya dan menerima tawaran Dirga. Sedang Dirga, hatinya menghangat dan merasa nyaman, rasanya sungguh berbeda saat ia menyentuh anak dari para temannya. "Tuan biar saya antar dia sebentar," lagi Cahaya meminta izin pada Dirga, "antar kemana?" tangan Dirga yang tadinya mengelus kepala Anatasya kini menjadi mengelus punggung gadis kecil, dan hatinya semakin menghangat. "Lalu bagaimana dengan belanjaan itu?" Dirga yang terlalu nyaman mengelus tubuh putri nya bertanya dan menunjuk belanjaan yang ada di dalam troli tak jauh dari mereka. "Tuan di sini dulu saja, saya hanya akan mengantar Tasya sebentar ke basement, mobilnya terparkir di sana," Dirga semakin curiga dengan Cahaya, dari mana wanita ini tahu nama gadis kecil itu, dari mana dia tahu mobil yang di kendarai anak kecil itu sedang berada di basement, sedang tadi mereka tidak masuk ke basement untuk parkir karena menurutnya jauh. "Aku ikut, dia biar aku yang gendong, dan kamu yang dorong troli itu," wajah Cahaya memucat seketika, takut jika lelaki ini tahu sebelum semua perilaku buruk keluarga mantan suami nya terungkap. Padahal niat Dirga hanya ingin memastikan Cahaya tidak bertemu dengan Gilang dengan alasan mengantar anak kecil itu ke parkiran, oleh karena itu ia akan ikut dan memilih menggendong Anatasya. Sungguh perasaan juga hatinya telah terpikat dengan gadis kecil yang di gendong mantan istrinya tersebut walau belum melihat wajahnya, "biar dia saya gendong saja," pengasuh Anatasya akhirnya menengahi. Cahaya mengangguk, kemudian menyerahkan putri nya pada pengasuhnya dan segera menyembunyikan wajah putrinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN