Empat

835 Kata
            " Aku rasa tas lebih cocok buat Ibu daripada dress batik." ucap Rion pada Dian ketika mereka tengah memilih hadiah untuk Ibu Dian yang sebentar lagi berulang tahun.             Dian bergeser mendekati Rion. " Harganya bikin gue nangis Yon, hampir 1 juta coba!! Udah baju batik aja mumpung lagi di obral, dua50 ribu dapat dua."    " Tapi bukannya Ibu udah punya ya baju kayak gitu?"               " Ada tapi beda warna."             " Hmmm.. Udah ambil tas aja, biar kurangnya aku yang bayarin." usul Rion.             " Ogah, banyak utang gue sama lo."             " Ini bukan hutang kok. Anggap aja kita beli patungan."               Dian berpikir sebentar hingga akhirnya ia mengangguk. " Tapi bayar setengah-setengah aja ya. Gue bayar sisanya pas gajian enggak apa-apa kan? Sekarang cuma ada dua ratus lima puluh ribu."    Rion mengangguk dan mengambil tas pilihannya. " Aku bayar ke kasir ya."             Ketika Rion hendak ke kasir, ia melirik terlebih dahulu pada Dian yang kini tengah berjalan-jalan melihat barang lainnya. Diam-diam Rion menyimpan kembali tas yang hendak ia bayar, dan menukarnya dengan tas yang sejak awal masuk menarik perhatiannya.             Tas berwarna coklat, terlihat elegan serdehana namun berkelas. Harganya lima kali lipat mahalnya dari harga sebelumnya. Tapi tak masalah, Ibu Dian berhak mendapatkan yang terbaik. Rion menyayangi keluarga Dian karena sejak bayi dirinya sering dititipkan oleh Ibunya pada keluarga Dian disebabkan kesibukan orangtuanya               Tersenyum melihat pilihannya, ia berikan tas tersebut pada kasir. Rion membayangkan jika ketahuan Dian, gadis itu pasti akan ngomel.             Tak apa, toh suara Dian adalah suara favorit Rion. ...    " Darimana Bu?" tanya Abhi ketika ia berpapasan dengan Dian dan Rion di lobby.               " Eh mas Abhi, saya sama Rion baru pulang habis beli kado buat Ibu saya. Mau kemana Mas?"             " Mau cari makan buat saya dan Arin. Arin mau makan soto kuning dan dikantin enggak ada."    " Soto kuning biasanya jual agak sorean kalau di dekat-dekat sini mas."               Abhi mengerutkan alis bingung.               " Mau saya buatkan?"             " Dian!" tegur Rion tidak suka.    " Bukan soto kuning sih, tapi soto Bandung. Kalau lobak saya ada cuma dagingnya.."               " Daging ada dikulkas. Gimana?" tanya Abhi semangat.    " Jangan bikin di unit kamu." geram Rion dengan bibir terkatup.               " Di tempat saya aja. Arin pasti senang ada Ibu." usul Abhi.             Dian mengangguk lalu menoleh ke arah Rion. " Yon, biar.."             " Aku ikut." sela Rion.     ...               " Taraaa...  Jadi deh!" seru Dian. " Ayo makan-makan."             Abhi menatap makanan yang tersaji dengan wajah berbinar. Beberapa tahun tinggal di London membuatnya rindu makanan Indonesia.             Rion yang sejak tadi duduk memperhatikan Dian langsung berdiri. " Sudah kan? Ayo pulang."    " Enggak mau makan dulu?" tanya Abhi.    " Iya Om, sini makan dulu. Enggak enak cuma makan berdua." bujuk Arin.    Dian menatap Rion berharap, pasalnya perutnya mendadak lapar. Dan wangi soto membuat ia benar-benar lapar.    " Yasudah kita makan." ucap Rion akhirnya.     ...               " Makasih ya Bu Dian sudah bantu kasih makan kami. Agak malu juga saya, soalnya ini sudah kesekian kalinya saya ngerepotin Ibu." ucap Abhi ketika ia tengah membantu Dian mencuci piring.             " Enggak apa-apa kok. Cuma saya heran, biasanya ada Mba Siti disini, tapi kok enggak ada ya?" tanya Dian. Mba Siti yang dimaksud adalah asisten rumah tangga keluarga Arin.             " Oh Mba Siti lagi pulang kampung."               Dian mengernyitkan dahi. Tidak biasanya Bu Sarah mengijinkan Mba Siti untuk pulang tanpa mencari penggaknti.    " Sudah selesai belum?" tanya Rion.               Dian mengelap tangannya. " Udah."    Dian melirik Rion yang berjalan disebelahnya dengan wajah datar. Semenjak keluar dari pent house Arin, Rion sama sekali tidak berbicara.             " Sotonya enggak enak ya?" tanya Dian begitu sampai di depan unit Rion.             " Enak."               " Hmm besok kan minggu. Lo ada acara enggak? Kita nonton bioskop yuk! Gue traktir deh mumpung dapet voucher beli 1 gratis 1."             " Sorry, aku enggak bisa. Besok aku ada date."               " Oh."             " Istirahat gih." ucap Rion sambil membuka pintu. " Good night, Dian."             " Night, Rion."             Dengan langkah lemas Dian masuk kedalam unitnya. Ia segera membaringkan badannya di atas tempat tidur. Terasa lelah untuk mandi dan berganti baju.             Baru saja ia akan tidur, HP nya berbunyi dan mengerutkan alis melihat panggilan dari kakaknya, Gian.               " Halo Teh?"             " Ibu sakit." ucap Gian begitu panggilanmu di angkat. Terdengar suara sedih tertahan dari kakaknya. " Kamu bisa pulang besok?"             " Sakit apa kak? Dari kapan?"             " Besok pas kamu pulang kakak kasih tau sakit apa. Hati-hati ya dijalan. Kamu kesini sama Rion?"             " Sendiri Kak. Rion ada acara."    " Enggak apa-apa sendiri?"               " Enggak apa-apa."    " Yaudah hubungi Kakak kalau sudah dijalan besok ya. Daahh.. dian."    " Bye, Kak."    Dian melempar HPnya dan kembali membaringkan tubuh, ia mencoba untuk tidur meskipun hatinya merasa gelisah.             Sudah 5 bulan ini Ibunya di vonis mengidap leukemia sehingga mengharuskan beliau untuk terapi. Tubuh yang segar dan berisi kini menjadi lemah dan kurus. Belum juga wajah Ibu menjadi hitam-hitam karena efek samping dari leukemia.             Mendadak Dian terbangun. Ia baru menyadari.    " Gue dapat ongkos pesawat ke jogja pake apaa???" jerit Dian menyadari sisa uangnya hanya seratus ribu dan baru gajian satu minggu lagi.        
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN