9

1094 Kata
9 Nabila memasuki rumah megahnya sembari bersenandung pelan. Tidak ada mata sembab atau hidung merah meski baru saja mengetahui pacar dan sahabatnya berhianat. Ia bersikap seolah tidak mengalami masalah apa pun sebelumnya. Alangkah kagetnya gadis cantik itu ketika melihat keadaan Serly yang bersimbah darah di lantai. Serly adalah adik perempuan Nabila satu-satunya. Serly masih kelas 2 smp. Nabila dan Serly sangat dekat. Mereka saling menyayangi satu sama lain. Mereka juga sering saling curhat mengenai masalah apa pun ketika berkumpul. Nabila mendekati Serly. Memangku kepala adiknya yang berdarah. Sepertinya Serly terjatuh dari tangga. Di rogohnya ponsel yang ada di dalam saku rok sekolahnya untuk menelpon dokter. "Halo, Dokter Sam." "...." "Cepat kesini, dok. Serly butuh bantuan anda, dok." "...." "Nanti saja saya jelaskan, dok! Ini darurat!" pekik Nabila kesal. Ya tuhan. Semoga Serly tidak apa-apa. Pinta Nabila dalam hati. "Dek, bangun." lirih Nabila, mengguncang tubuh mungil adiknya. "Ya ampun!! Kenapa kamu bisa kayak gini, Serly sayang?" histeris Marlie -ibu Nabila- yang baru saja datang. Dia sangat panik melihat keadaan putrinya Serly yang bersimbah darah. Orang tua mana yang tidak khawatir melihat anaknya terluka?! Marlie memangku kepala Serly. Setelah itu, di dorongnya Nabila dengan kuat hingga Nabila terdorong dan terduduk di atas lantai. Wanita itu menatap Nabila tajam. "Ini pasti ulahmu, kan?" tuduhnya langsung dengan nada yang terdengar sangat sinis dan memojokkan. Demi apapun, hati Nabila sangat sakit mendengar ibunya menuduhnya. Padahal dia tidak tahu apa-apa. Sikap ibunya seperti ini lah yang membuat tanda tanya besar di otaknya. Nabila sering bertanya-tanya kepada dirinya sendiri. Kenapa ibunya memperlakukan dirinya berbeda dari Serly? Perlakuan ibunya kepada dirinya seperti memperlakukan anak tiri. "Heh! Kenapa kau diam saja?! Jadi benar kau pelakunya?!" Bentak Marlie, membuat Nabila kaget. "Bukan, bu. Bukan aku pelakunya. Saat aku sampai disini, Serly sudah seperti itu, bu." jelas Nabila pada Marlie. Berharap ibunya tidak menyalahkannya lagi. "Jangan ngelak kau, Nabila!! Asal kau tahu, kau itu bukan anak kandungku. Aku memutuskan untuk merawatmu waktu itu karena aku belum punya anak. Jika saja aku punya anak waktu itu, aku tidak akan merawat anak pembawa sial sepertimu! Karena dirimu lah putri kesayanganku terluka! Dasar anak tidak tahu di untung!" Nabila mematung. Tubuhnya terasa kaku. Matanya mengerjap pelan. Jantungnya terasa mencolos ke bawah saking kagetnya. Jadi, itu alasan ibunya bersikap berbeda pada dirinya dan Serly. Dia hanya anak angkat sedangkan Serly anak kandung. Pantas saja dia merasa di perlakukan seperti itu. "Aa-pa mak-ssudmu, bu?" tanya Nabila terbata-bata akibat menahan tangis. "Anak sialan. Pergi kau dari keluargaku sekarang juga!!" "Dan jangan pernah menginjakkan kakimu di rumahku lagi karena aku tidak sudi melihat orang yang sudah melukai putriku." bentak Marlie penuh emosi. "Aku menyesal merawatmu!" "Andaikan saja waktu itu aku tidak memungutmu di jalan. Putriku tidak akan terluka." Tes! Air mata Nabila jatuh membasahi pipinya. Sungguh, ia tak sanggup rasanya mendengar fakta menyakitkan yang di ucapkan ibunya. Dia di pungut di jalan Berarti orangtua kandungnya membuang dirinya! Jadi dia bukan anak yang di harapkan? Nabila merasa sangat sedih memikirkan hal itu. Gadis itu terisak pilu. Tangisnya terdengar begitu menyayat hati. "PERGI!!" bentakan Marlie membuat Nabila mengangkat kepalanya. Ia menatap ibu yang sudah membesarkannya selama ini dengan air mata yang berlinangan. "Kubilang pergi!!" Nabila berdiri. Di usapnya air matanya dengan kasar. Di tatapnya lagi mata wanita yang sudah membesarkannya selama 17 tahun itu dengan tatapan penuh kesedihan. "Terimakasih sudah membesarkan Nabila selama ini." Nabila berlari ke arah pintu. Tak sanggup lagi mendengar bentakan dan usiran yang di lontarkan sang ibu. Hujan turun begitu deras. Hal itu tak membuat Nabila kembali masuk ke dalam rumahnya. Dia menerobos hujan. Menangis di bawah hujan guna melampiaskan rasa sesak di dadanya. Dia hanya anak pungut yang di temukan di jalanan! Dia hanya anak angkat! Dia di buang oleh orangtua kandungnya! Dia anak pembawa sial! Kehadirannya tidak di harapakan oleh siapa pun! Hidupnya hancur... Sahabat yang selama ini di percayainya menghianatinya. Pacar yang selama ini dia cintai, menghianatinya juga. Dan keluarga yang selama ini menjadi tempatnya pulang ternyata hanya keluarga angkatnya. Dia sendirian sekarang. Dia benci. Benci dengan takdir. Kenapa tuhan begitu jahat padanya? Memberinya cobaan yang bertubi-tubi. Dia hanya lah seorang gadis yang rapuh. Dibawah guyuran hujan, gadis itu memeluk tubuhnya yang mulai menggigil kedinginan. Suara bising jalan raya, membuat perhatiannya teralihkan. Di tatapnya kendaraan-kendaraan yang berlalu lalang dengan tatapan yang tidak dapat di artikan. Senyum datar kemudian muncul di bibirnya. "Aku akan pergi. Yah, aku akan pergi jauh. Aku tidak kuat menghadapi ini!" Nabila menatap mobil yang berlalu lalang dengan kecepatan tinggi. Tatapannya begitu tajam, menunggu saat yang tepat untuk melangkah. Sudah terbayang kejadian selanjutnya di otak Nabila. Dia akan melangkah lalu brakk! Dia akan terlempar jauh dan mati. Saat yang ia tunggu-tunggu akhirnya tiba juga. Nabila melangkahkan kakinya ke arah jalan. Brukk! "BODOH! KENAPA KAU JALAN TIDAK PAKAI MATA HAH? HAMPIR SAJA KAU TERTABRAK TRUK BESAR ITU!" suara teriakan penuh amarah membuat Nabila ikut tersulut emosi. "Biarkan saja! Kenapa kau ikut campur dalam urusanku, sialan?! Biarkan saja aku mati!! Aku lelah dengan hidup ini!!" Suara Nabila terdengar melemah di akhir kalimatnya. "Kenapa kau menyelamatkanku? Biarkan saja aku mati! Tidak ada yang mengharapkanku hadir di dunia ini!" Nabila memukul-mukul d**a bidang pria yang menolongnya dengan putus asa. Pria itu langsung memeluk Nabila erat, membuat tubuh Nabila yang awalnya kedinginan merasakan sedikit kehangatan. "Jangan bodoh! Jika tidak ada yang mengharapkanmu hadir di dunia ini maka hidup dan berjuang lah untuk dirimu sendiri. Jangan pernah melakukan hal bodoh seperti tadi lagi. Apapun masalah yang kau hadapi, hadapi lah. Jangan menjadi pengecut seperti yang kau lakukan beberapa saat yang lalu." Nabila terisak di dalam pelukan hangat pria yang menolongnya itu. Dalam diam, dia setuju dengan ucapan pria tersebut, dia pengecut. Tidak seharusnya dia berusaha mengakhiri hidupnya. Harusnya dia tetap berdiri dan melanjutkan hidupnya. Membuktikan kepada dunia kalau dia kuat. "Aku akan mengantarmu pulang." "Terimakasih." "Jadi, dimana alamat rumahmu?" "Di xxxx." Pria itu mengantar Nabila pulang. Di perjalanan mereka saling terdiam. Kala sudah sampai di apartemennya, Nabila langsung turun dan mengucapkan terimakasih lagi. Belum sempat Nabila menanyakan nama pria yang menolongnya, pria itu sudah pergi karena ada urusan mendadak. Satu hal yang Nabila tahu. Yaitu, wajah pria yang menolongnya. Nabila tersenyum kecil mengingat wajah pria itu. Nabila harap, dia bisa bertemu lagi dengan pria itu. Jika dia bertemu pria itu lagi, maka dia akan mengajak berteman. Sesak, d**a gadis itu kembali sesak mengingat kenyataan. Dia mengenggam pelan kalung yang di pakainya. Kalung indah yang berbandulkan bulan sabit. Menguatkan diri sendiri dan mengulas senyum penuh semangat. Semenjak hari itu, Nabila merubah dirinya. Dia menjadi nerd. Bersikap dingin dan datar. Namun gadis yang bernama Risa tak pernah gentar untuk mendekatinya hingga akhirnya mereka bersahabatan. Satu hal yang Nabila sadari, orang-orang di masa lalunya hanya memanfaatkannya. Karena pada saat menyamar menjadi nerd, dia tidak memiliki teman yang selalu menempelinya kemana pun dia pergi. -Flashback off-
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN