BAB 2 – Pemberian Nama

1073 Kata
Perlahan-lahan, hujan mulai reda. Nini itu mulai membersihkan tubuh bayi bermata merah yang baru saja lahir ke dunia. Setelah bayi itu bersih, nini menutup mata bayi itu dengan jarinya sambil mengucapkan mantra. Seketika netra itu berubah menjadi normal dan bayi itu menangis dengan kencang. “Selamat, bayi kalian sudah lahir. Berikan ia air sùsu pertamamu.” Anna yang sudah duduk segera meraih putranya dan mulai memberikan air sùsu pertama untuknya. “Nini, ada apa dengan anak kami? Mengapa saya merasa semua sangat aneh dan terkesan mengerikan?” Matheo memberanikan diri mengungkapkan rasa penasaran yang sudah mendera dirinya sedari tadi. “Anak kalian istimewa. Anak kalian terlahir dengan kekuatan supranatural yang luar biasa.” Nini menatap bayi bermata merah yang sedang disusui oleh ibunya. “Apa maksud nini? Kekuatan supranatural apa?” Matheo semakin penasaran. “Aku tidak tahu kekuatan seperti apa yang dimiliki oleh putramu. Tapi yang pasti ia akan menjadi manusia istimewa. Dengan kekuatan yang ia miliki, ia akan menjadi laki-laki yang luar biasa nantinya.” Nini itu mulai mengemasi barang-barang yang ia gunakan untuk membantu persalinan Anna. Matheo dan Anna saling berpandangan. Mereka tidak mengerti dengan apa yang sudah dikatakan nini. Akan tetapi, segurat kekhawatiran mulai menghantui relung hati Matheo. Sebab, ia melihat sendiri bagaimana dahsyatnya sinar merah yang terpancar dari netra putra yang sudah bertahun-tahun mereka nantikan. “Pak ....” Anna menatap suaminya, ia juga merasakan kekhawatiran yang sama. Sementara bayi belum diberi nama itu sudah terlelap setelah mendapatkan asupan makanan alami dari ibunya. “Tenanglah, bukankah nini sudah mengatakan kalau anak kita itu istimewa. Bisa jadi nanti ia akan tumbuh dan besar menjadi pahlawan untuk sesama.” Matheo berusaha membesarkan hati Anna, padahal hatinya sendiri juga tengah dilema. “Istirahatlah kalian malam ini di sini. Besok pagi, kalian bisa kembali ke rumah kalian. Istrimu besok pagi akan segera pulih, semua berkat putramu. Ia yang mengirim kekuatan itu untuk ibunya.” Nini berlalu meninggalkan Anna dan Matheo. Wanita tua itu beranjak menuju kamarnya. Di dalam kamar sederhana berukuran tiga kali tiga meter itu, nini melakukan ritual dan sesembahan pada leluhurnya. Wanita tua itu mengambil secarik kertas tua yang sudah ia simpan selama bertahun-tahun lamanya. Di kertas itu, dengan tulisan kuno yang hanya bisa dibaca oleh orang-orang tertentu, tertulis bahwa dirinya akan membantu persalinan seorang bayi lelaki yang memiliki kekuatan magic yang luar biasa. Di sana tertulis, jika anak itu mampu membunuh siapa saja dengan kekuatan penglihatan mata merahnya. Namun, ada bagian yang hilang dari kertas itu karena koyak. Ada sebuah cara untuk menghilangkan kekuatan itu jika pria itu tidak menghendakinya. Tapi sayang, sang nini tidak bisa mengetahui cara yang dimaksud. Wanita tua itu melipat kembali kertasnya dan menyimpannya lagi di tempat yang aman. Ia hanya berharap, agar anak itu kelak bisa menggunakan kekuatannya untuk menebar kebaikan, bukan malah menyalah gunakan hingga akan banyak nyawa melayang sia-sia olehnya. Nini tersebut kembali melanjutkan ritualnya hingga pagi menjelang. - - - Pagi sudah menyapa. Kicauan burung dan semilir angin menambah keindahan dan kesejukan pagi ini. Nini benar, Anna tiba-tiba saja merasa jauh lebih baik. Bahkan ia tidak seperti wanita yang baru saja melahirkan seorang bayi. Anna tampak bugar dan begitu sehat. Ajaibnya, dàrah nifas wanita itu juga seketika berhenti mengalir. “Pak, ini sungguh ajaib. Nini itu benar, aku merasa sangat sehat. Bahkan daràhku sudah tidak keluar.” Anna tersenyum riang seraya menatap wajah suaminya. “Iya, Bu. Kamu sangat bugar. Ternyata anak kita membawa banyak kebaikan. Semoga saja kekuatan yang ia miliki bisa membawa kebaikan untuk kita dan dirinya sendiri.” Matheo memegangi lengan istrinya dan memperhatikan setiap inci dari tubuh istrinya itu. “Selamat ... sekarang kalian boleh pulang.” Nini keluar dari kamarnya dan mengizinkan Matheo dan Anna kembali ke rumah mereka. Matheo mengeluarkan beberapa lembar uang pecahan seratus ribu yang memang sudah ia persiapkan untuk biaya persalinan Anna. “Tidak perlu ... anda tidak perlu membayar saya. Justru saya beruntung telah terpilih membantu persalinan anak yang istimewa itu. Simpan kembali uangmu itu, pergunakan untuk membeli kebutuhan bayi kalian. Oiya, apa kalian sudah punya nama untuknya?” Nini menatap bayi itu dengan takjub. “Nama?” Anna tercengang. “Iya, apakah sudah ada nama?” Nini kembali bertanya. “Pak, kita sama sekali belum menyiapkan nama untuk anak kita. Mau di kasih nama apa bayi ini?” Anna setengah berbisik kepada suaminya. “Sebentar ....” Matheo tampak berpikir. “Bagaimana? Sudah ada nama?” beberapa menit menunggu, akhirnya nini kembali bertanya. “Gaven ... bagaimana, Ni? Saya akan memberi nama bayi saya dengan nama Gaven Althair. Nama itu bagus untuk seorang lelaki yang kuat dan hebat.” Matheo menatap putranya dengan tatapan penuh sayang. “Gaven ... bagus ... cocok untuk bayi tampan sepertinya.” Nini tersebut tersenyum hangat. Ia memang butuh sebuah nama untuk bayi yang istimewa. Gaven Althair, nama itu resmi diberikan oleh Matheo dan Anna untuk bayi mereka. Bayi yang baru beberapa jam menghirup udara dunia, seakan menyetujui nama itu tersemat pada dirinya. Bayi itu tersenyum dengan senyuman yang begitu manis. “Maaf, Nini. Kalau begitu kami mohon pamit pulang. Terima kasih sudah membantu persalinan istri saya.” Matheo sedikit menunduk untuk memberi hormat. “Iya, silahkan. Jangan lupa, beli semua kebutuhan Gaven. Jangan biarkan Gaven menangis dan marah hingga memicu kekuatannya datang secara tiba-tiba.” Nini memberi peringatan. “Baik, Nini. Kami akan menjaga dan merawat Gaven dengan baik. Sekali lagi, terima kasih. Kami pulang sekarang.” “Iya, silahkan.” Matheo dan Anna keluar dari gubuk Nini. Gaven berada dalam gendongan Anna sementara Matheo membawa barang-barang mereka. Nini juga mengikuti dan melepas mereka pergi. Pagi begitu cerah. Matheo mengendarai sepeda motornya tanpa kendala. Melihat jalanan pagi ini, siapa pun tidak akan percaya jika semalam mereka melalui jalanan berlumpur dengan genangan air di mana-mana. Bahkan beberapa kali motor Matheo oleng dan hampir membuat Anna terjatuh. Beruntung, hal itu tidak terjadi. “Pak, bagaimana bisa hanya dalam waktu semalam jalanan ini menjadi kering seperti ini? Bukankah semalam jalan yang kita lalui penuh lumpur dan genangan air?” Anna semakin terheran-heran dengan berbagai keanehan yang terjadi. “Entahlah, Bu. Bapak juga bingung. Semalam jelas kalau kita beberapa kali hampir terjatuh karena kendaraan kita oleng ketika melewati jalanan ini. Tapi sekarang, jalanan ini seakan tidak pernah tersentuh dengan air sedikit pun selama beberapa hari.” Matheo terus memperhatikan jalan seraya mengendarai motornya dengan kecepatan sedang mendekati pelan. Sepasang suami istri yang tengah berbahagia itu terus menikmati perjalanan mereka dengan berbagai tanda tanya yang menggelayut dalam hati mereka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN