Bab.1 Kita Bercerai Saja

685 Kata
  "Kita bercerai saja."   Merry sudah merasa lelah secara fisik dan mental. Setelah tiga tahun menjalani pernikahan ini, dia tidak bisa bertahan lebih lama lagi.   Di sisi lain, Yohan berhenti sejenak sebelum berkata dengan sedikit marah, "Jangan emosi, datanglah ke rumah sakit dulu untuk mendonorkan darah ke Yella dan hal yang lain tunggu aku kembali ke rumah baru kita bicarakan lagi."   Lalu dia bertanya, "Apakah uang yang kuberi terlalu sedikit? Sebutkan jumlah yang kamu mau, dan aku akan meminta orangku untuk mengirimkannya."   Lagi-lagi seperti ini.   Dia dari awal seharusnya sudah mengerti.   Alasan mengapa dia setuju untuk menikahinya sejak awal adalah untuk menjadikannya bank darah untuk Yella!   Karena dia dan Yella sama sama memiliki golongan darah yang langka.   Dengan berbagai cara yang ada, dia berusaha untuk membuatnya terkesan selama 3 tahun pernikahan ini, sehingga bisa membuat pernikahan mereka bukan hanya pernikahan tanpa cinta.   Bagaimanapun juga, Merry sangat menyukainya sehingga dia rela untuk berpisah dengan keluarganya dan menerima penghinaan di Keluarga Prawira demi dia.   Tapi apa yang dia dapat pada akhirnya?   Hanya pesan demi pesan untuknya donor darah.   Uang yang ditransfer tanpa perasaan itu terus berdatangan, seakan-akan secara halus memberitahunya bahwa itu adalah sumbangan untuk merawat tubuhnya.   Dia sudah lelah.   Membuang harga diri untuk mencintai seseorang yang tidak akan pernah mencintai dirinya adalah suatu hal yang melelahkan.   "Aku tidak peduli ada seberapa uang yang mau kamu berikan, dan aku juga tidak marah padamu. Karena kamu tidak punya perasaan kepadaku, hubungan kita juga tidak perlu dilanjutkan."   Merry berkecil hati, "Tunggu kamu selesaikan masalah Yella ini aku akan menurutimu untuk bercerai, aku matikan teleponnya sekarang."   Setelah mematikan telepon, dia merasa pusing lagi.   Ya, dia terkena demam.   Dan Yohan tidak tahu sama sekali, karena hatinya selalu tertuju pada Yella.   Terlebih lagi, bahkan jika Yohan tahu dia sedang sakit, dia percaya bahwa dia akan tanpa ragu tetap memaksanya pergi ke rumah sakit untuk mendonorkan darah.   Itulah suaminya.   Merry menertawakan dirinya sendiri dan di saat yang sama telepon di tangannya bergetar lagi.   Di layar telepon tertulis suami.   Itu adalah Yohan.   Jika ini terjadi sebelumnya, dia pasti akan mengangkatnya tanpa ragu.   Tapi hari ini ....   Dia mengabaikan panggilannya begitu saja!   Sakit kepalanya bertambah parah sehingga dia memejamkan mata lalu berbaring di tempat tidur, teleponnya bergetar karena ada pesan masuk.   Pesan apa yang dikirimkan ke dirinya?   Dia tidak ingin melihatnya, tetapi ada rasa ingin tahu di hatinya.   Panggilan dapat diabaikan jika tidak ingin mengangkatnya, tetapi pesan teks akan selalu ada.   Lihat sajalah.   Dia berpikir dan membuka password teleponnya, dan ternyata itu bukan pesan teks Yohan, tetapi pesan teks anonim.   "Apakah kamu tidak merasa menjadi wanita gagal? Bahkan setelah tiga tahun menikah, dia tidak pernah memilikimu di hatinya! Lihatlah, dia menemaniku tidur tadi malam. Merry, punyalah malu sedikit, kembalikan tempatku!"   Di akhir pesan teks, ada pesan bergambar. Gambar dalam pesan itu adalah Yella yang sedang meringkuk di lengan Yohan. Keduanya berbaring di ranjang yang sama dengan mata tertutup dan mereka tertidur lelap.   Merry membeku sejenak, seperti mendapatkan hantaman keras.   Selama bertahun-tahun, bukannya Yella tidak pernah memprovokasi dia, tetapi dia tidak pernah berperilaku seangkuh ini.   Apakah mereka sudah benar-benar tidur bersama?   Jelas-jelas dia adalah istri sahnya, tetapi di mata mereka, dia seperti wanita simpanan yang merusak cerita indah mereka!   Di saat Merry sedang sakit hati, tiba-tiba Riana, Ibu Yohan datang menelepon.   Tanpa sadar ia menjawab panggilan itu, Riana berkata dengan nada menegur, “Kamu tahu ini sekarang jam berapa? Kenapa kamu belum pulang untuk memasak? Para pelayan libur hari ini, kamu mau membuatku mati kelaparan?"   Oh, para pelayan hari ini sedang beristirahat, tapi sebenarnya memasak adalah tugas dari adalah "Nyonya tertua", beginilah Keluarga Prawira memperlakukannya.   Merry tidak menjawab, ia hanya menutup telepon, berpakaian formal, minum obat, mengambil kunci mobil dan keluar.   Dia menyetir dengan kencang sehingga dengan cepat sudah tiba di rumah sakit tempat Yella berada.   Dia menyusuri bangsal dan menemukan kamar pasiennya, membuka pintu, dan bertatap muka dengan Yohan.   Masih memegang telepon di tangannya, dia melihat sekilas kedatangan Merry, matanya meremehkan, dengan suaranya dingin dan dalam berkata, "Pergi temui dokter dan bersiaplah untuk mendonorkan darah..."   Sebelum dia selesai berbicara, Merry langsung melewatinya, berjalan lurus ke tempat tidur Yella, mengangkat tangan, dan menampar wajah cantiknya dengan keras.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN