Bagian 1

1096 Kata
Satu-satunya pertanyaan yang berada di kepala Irish saat ini adalah, aku harus se good looking apa lagi supaya di perjuangkan oleh pria yang aku cintai? Iris mendongak ke atas, menghalau air mata nya agar tak menetes dengan lancang membasahi ke dua pipi chubby nya tatkala seorang pria yang telah mengisi hatinya sejak tahun lalu tengah menatap ke arahnya sembari mengatakan sesuatu. "Kayaknya kita gak bisa lanjutin hubungan kita, kita gak cocok." Terang Adnan dengan tenang sembari menatap kekasihnya yang sedari tadi tak mau membalas balik tatapan matanya yang sejuk. "Irish," panggil Adnan dengan lembut. Gadis bernama Irish tersebut lantas berdehem pelan, matanya memerah karena ingin menangis. Tak kuasa menahan semua rasa sakit yang bersarang pada hatinya saat ini, Irish menegakkan kepalanya, membalas tatapan Adnan dengan tajam. Saat itu juga, pria yang ia cintai dan ia harapkan akan balik mencintainya tersebut bisa melihat tetesan air mata gadis di hadapannya mengalir dengan deras. Menyesal? Tidak. Adnan tidak memiliki perasaan itu, karena baginya, memutuskan hubungan asmara dengan Irish saat ini adalah jalan terbaik untuk dirinya. "Kita yang gak cocok atau kamu nya yang gak bisa Nerima aku apa adanya?" Sinis Irish sembari menghapus air matanya dengan kasar. Adnan diam, sepertinya Irish sudah tahu alasan kenapa ia ingin putus sekarang. "Kamu gak seperti apa yang aku inginin." Balas Adnan tanpa beban. Irish menjerit dalam hati, andai saja membunuh tidak berdosa dan di penjara, mungkin ia sudah mencekik Adnan sekarang juga hingga tewas. "Aku harus se good looking apa supaya kamu perjuangin?" Isak Irish terlihat sangat menyedihkan. "Kamu nyuruh aku diet, aku udah diet. Kamu nyuruh aku perawatan, aku perawatan. Kamu gak suka rambut keriting aku, aku udah lurusin. Aku harus kayak gimana lagi?" Terlihat jelas, Irish nampak sangat frustrasi saat ini. Ia sudah merubah dirinya agar bisa di terima oleh Adnan dan juga masyarakat. Dulu, saat pertama kali ia bertemu dengan pria di hadapannya ini, ia berpikir Adnan berbeda. Di saat orang lain membully tubuhnya yang gempal, Adnan justru datang mendekat. Di saat orang lain menghina wajahnya yang di anggap tak cantik, Adnan justru tersenyum manis ke arahnya, meluluhkan hatinya serta merampas perasaannya. Seiring berjalannya waktu, Adnan mulai memotivasinya untuk berubah, dan saat ia sudah berubah, Adnan juga ikutan berubah. Pria itu ternyata tak sungguh-sungguh mencintainya apa adanya. Buktinya sekarang, ia di campakan. Dan Irish tahu apa alasannya, apa lagi kalau bukan soal fisik? "Kulit kamu gelapan, ya? Kulit Cantika lebih putih dari kamu. Padahal dua bulan lalu, aku lihat kamu lebih putih dari dia. Kenapa sekarang kebalikannya?" Celoteh Adnan tanpa memikirkan perasaan Irish saat ini. Irish membuang nafasnya dengan kasar, ia melirik ke arah tangannya yang berada di atas meja. Benar kata Adnan, kulitnya gelap. Itu karena perusahaan memberinya tugas sosial di luar kantor. Setiap hari ia harus berpanas-panasan untuk memberi bantuan pada orang-orang tidak mampu yang kebanyakan berada di jalanan. Mau tidak mau, ia memang harus terkena sinar matahari langsung. Adnan melirik ke arah tangan gelap Irish lantas tersenyum miring. Melihat ekspresi menyebalkan dari Adnan, membuat Irish sadar, bahwa pria itu benar-benar tidak mencintainya dengan tulus dan hanya bisa menuntut agar ia terlihat sempurna. Kini ia sadar, putus adalah keputusan terbaik. "Oke, kita putus!" Jelas Irish dengan mantap, dengan mengatakan bismillah dalam hati, ia ikhlas menerima semua ini. Adnan menatapnya masih dengan tatapan santai lalu mengangguk pelan. "Maaf," cicitnya tanpa merasa bersalah sedikitpun. Irish hanya mengangguk tanpa menyahut, ia lantas bangkit dari duduknya, menenteng tas jinjing hitamnya lalu enyah dari sana, meninggalkan Adnan yang masih saja menatap punggungnya berjalan menjauh darinya. "Emang ya, cowok gak ada akhlaq! Bisanya cuma mandang fisik doang! Gue harus secantik apa lagi supaya di cintai dengan tulus?!" Teriak Irish usai ia berada di parkiran cafe, menatap mobil Brio merahnya dengan emosi lantas menendang ban mobilnya dengan keras. Dugh. "AU!" Teriak Irish kesakitan tatkala ia merasakan sakit di bagian ujung kakinya usai menyentuh kasar ban mobil. "Pengen rasanya gue ngomong kasar! Tapi udah keburu malu di liatin banyak orang." Gerutunya dengan kesal sembari menundukkan kepalanya, menatap sepatu jinjit hitam yang ia kenakan. Beberapa orang yang kebetulan berada di parkiran menatapnya dengan heran. "Gue harus cari cowok tulus di mana? Kolong jembatan?" Gumamnya dengan pelan lalu berjalan dengan pelan, salah satu tangannya terulur hendak membuka mobilnya, tapi tiba-tiba suara ponselnya mengurungkan niatnya untuk segera masuk ke dalam mobil. Dengan malas ia merogoh tasnya lalu mengeluarkan ponselnya dari dalam sana. Aligator calling...... Nama itu terpampang jelas di layar ponselnya yang berukuran 6'5 inch, dengan malas ia menggeser ikon warna hijau ke samping, dan panggilan pun tersambung. "Apaan?" Tanya Irish dengan lemah. "Lesu banget lo? Kenapa? Kepanasan, ya?" Beberapa pertanyaan berhasil lolos dari mulut Al, salah satu sahabat terbaik bagi Irish. Di saat seperti ini, Irish sangat merindukan d**a bidang Al yang selalu siap untuk menjadi tempat bersandarnya, pelukan hangat cowok itu selalu sukses menenangkannya saat ia tengah berada di titik ujung insecure. "Lo di mana?" Tanya Irish dengan lemah. "Di basecam nya Dinda. Sini nyusul, gue mau curhat." "Otw, gue juga mau curhat." "Ya udah sini, gue tungguin." "Oke, gue tutup telponnya." "Hati-hati di jalan," ujar Al di seberang sana. Irish hanya berdehem pelan membalasnya, usai itu ia langsung menutup telponnya dan segera bergegas masuk ke dalam mobil. Irish sudah menyalakan mesin mobilnya, hanya tinggal menginjak gas, mobilnya segera meninggalkan parkiran tersebut. Tapi tiba-tiba, ia melihat sesuatu, sesuatu yang membuat hatinya ingin meledak sekarang juga. Irish tak kunjung menginjak gas, ia membiarkan mobilnya masih stay di sana, netranya menatap fokus ke arah halaman cafe. Di sana Adnan baru keluar dari cafe lantas di hampiri oleh seseorang. Seorang gadis yang jika di bandingkan dengan dirinya benar-benar sangat jauh. Tubuhnya sangat ramping, Irish jadi meraba perutnya. Di sana ia bisa merasakan lipatan lemak perutnya yang besar. Ternyata ia tidak seramping gadis tersebut. Kulit putihnya membuatnya melihat lengannya, perkataan Adnan beberapa saat lalu terngiang di kepalanya. Kulitnya gelap. Di lihatnya, Adnan tengah menangkup wajah wanita tersebut dengan romantis, setahun menjalin hubungan dengan Adnan, pria itu sama sekali tak pernah melakukan hal itu padanya. Irish menatap kaca mobil yang berada di atasnya, di lihatnya wajahnya yang tak semulus wanita kebanyakan. Ada satu jerawat di keningnya, dan beberapa bekas jerawat di pipinya. Bekerja di bawah terik matahari membuat wajahnya memerah dan keluar bintik kecil akibat kepanasan. Di sini, ia benar-benar berada di titik paling tinggi rasa insecure. "Ya Allah," sebut Irish sembari menahan air matanya agar tak menetes. Salah satu tangannya bergerak menyentuh dadanya, rasanya benar-benar sakit. Di sisi lain ia masih ingat Tuhan, Tuhan menciptakan makhluknya dengan sempurna dengan segala kelebihan dan kekurangan, tapi kenapa di sisi lain manusia lain justru menghancurkan rasa kepercayaan dirinya. "Maafkan hambamu ini ya Allah."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN