PROLOG

856 Kata
"Alinna Aisha Alqadrie, kamu mau nggak jadi istriku?" tanya Rayhan. Dari raut wajahnya terlihat jelas kalau ia begitu serius. Tidak terselip sedikit pun nada bercanda pada kalimat yang terlontar. Sementara itu, di seberangnya, seluruh sepupu Rayhan langsung menoleh. Menatap wajah pria keturunan Arab tersebut dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. Saat ini, ketiga bersaudara Elhaq Alaydrus memang tengah berada di Dubai untuk menikmati liburan. Ketika sedang larut dalam perbincangan antar sepupu di sebuah restoran, tiba-tiba saja Rayhan menyampaikan maksudnya ingin mengajak Alinna, wanita yang selama ini dekat dengannya untuk menjalani hubungan ke jenjang yang lebih serius. "Enak, aja!" Bukan Alinna, malah Chava yang melayangkan protes. Bukan hal baru kalau wanita itu selalu bertentangan pendapat dengan Rayhan. "Kamu itu bukan tipenya Alinna." "Oh, ya?" Rayhan menoleh. Pria itu lantas mengangkat tinggi sebelah alis matanya. "Jadi ... tipenya Alinna itu yang seperti apa?" "Dia itu sukanya sama dokter. Kayak Ashraf gini." Rayhan langsung mendesah pelan. Pandangan matanya beralih pada Alinna yang memang duduk tepat bersebelahan dengannya. "Alinna, tau nggak, sih? Pengacara itu juga nggak kalah oke dari dokter." Sebagai seseorang yang berprofesi sebagai pengacara, tentu saja ia ingin dianggap keren juga seperti Ashraf, sepupunya. Lagi pula, jam terbangnya juga tidak kalah tinggi dengan pengacara-pengacara kondang di luar sana. "Tapi kalau aku maunya dokter, gimana," jawab Alinna seraya tertawa. "Ahh ... " Rayhan kembali mendesah. Wajahnya sengaja dibuat sendu. "Apa perlu, aku makan Indomie dulu supaya jadi seleramu?" Semua orang tanpa terkecuali langsung tertawa mendengarkan gombalan pria itu. Bukan Rayhan namanya kalau tidak mengeluarkan jurus rayuan. "Udah aku bilang, nggak usah gombalin adik aku, Rey." Selesai tertawa, Chava kembali melayangkan protes. Ekspresi wajahnya masih saja sama. Galak seperti singa. "Namanya usaha. Asal kamu tau aja, Alinna ini susah banget didekati. Aku kirim pesan aja nggak pernah di balas." Curhat pria itu. Ada nada frustrasi terselip dalam kalimatnya. "Oh, ya?" tanya Azzam memastikan. Rayhan mengangguk berulang kali. "Kata Dilan juga rindu itu berat. Padahal kenyataannya yang berat bukan rindu. Tapi, chat abu-abu yang tak kunjung membiru. Alinna jelas-jelas buat status w******p dua menit yang lalu. Eh, chat aku sengaja nggak dia baca." Azzam dan Ashraf tertawa geli. Tapi di lain sisi merasa kasihan juga setelah mendengar cerita adik sepupu mereka. "Udah, deh, Kak. Nggak cape apa gombal mulu?" giliran Alinna yang berbicara lagi. "Ya Allah .... Ya Rahman ... Ya Rahim." Pria berkulit putih itu berdecak pelan. Ia yang tadinya tengah menikmati hidangan, memilih untuk menghentikan sejenak kegiatan makannya. "Aku harus gimana lagi supaya kamu percaya? Ini seriusnya pake banget, aku pengen ngajakin kamu nikah." Alinna menggelengkan kepalanya berulang kali. "Nggak, Kak," sahutnya. "Nggak ada istilahnya kakak ngomong serius. Rayhan menarik napas dalam-dalam. "Kamu udah mirip Chava. Banyakan su-udzonnya sama aku." Alinna sengaja mengabaikan Rayhan. Lebih memilih untuk meneguk hingga tandas orange juice yang ia pesan. Detik kemudian bangkit. Bersiap untuk segera pergi keluar restoran. "Aku aja yang anterin kamu ke atas," tawar Rayhan. Pria itu turut meneguk habis minumannya. Ikut bangkit, bersiap-siap untuk mengantar Alinna kembali ke kamar hotel. Sepanjang jalan menyusuri koridor hotel, mereka berdua yang biasanya sering menghabiskan waktu bersenda gurau, kali ini lebih banyak saling diam. Rayhan sendiri memilih fokus pada langkahnya. Sedang Alinna memilih untuk memandangi orang-orang yang lalu lalang sampai akhirnya mereka sampai di depan kamar. "Makasi ya, Kak," ucap Alinna tulus. Ia bahkan sudah bersiap membuka pintu kamar, bermaksud untuk segera masuk. "Alinna ... " Lagi Rayhan merapalkan nama wanita di hadapannya. "Soal ajakan nikah ---" "Sudahlah, Kak." Alinna langsung memotong. "Ini aku udah mau masuk. Kakak masih aja ngajakin bercanda." Rayhan dengan sengaja meraih kedua pergelangan tangan Alinna lalu menggenggamnya dengan erat. Menatap dalam iris cokelat keabuan milik wanita keturuan Arab di depannya seraya berkata-kata. "Aku serius kali ini. Benar-benar serius mau ngajak kamu nikah. Jadi, kamu mau nggak jadi calon istri aku?" Alinna langsung menarik kedua tangannya. Sambil terus memandangi wajah Rayhan, ia menggelengkan kepala. "Maaf, Kak. Tapi, aku nggak bisa." Rayhan menautkan kedua belah alisnya penuh tanya. "Kenapa?" "Karena aku nggak yakin sama perasaan Kakak. Aku nggak mau ambil risiko sakit hati untuk kesekian kalinya." Rayhan menarik napas dalam. Ia tahu benar dari Chava apa yang menjadi alasan wanita itu sulit untuk membuka hati pada pria lain. "Aku harus gimana supaya kamu percaya kalau aku serius mau jadiin kamu istri aku?" Alinna tidak langsung menjawab. Cukup lama ia terdiam. Menyelami kedua manik cokelat milik Rayhan. Mencoba untuk mencari sorot kebohongan tapi yang ia dapatkan malah sebaliknya. Pria itu sepertinya memang benar-benar tulus dan serius dengan apa yang ia ucapankan. "Gimana, Alinna?" Rayhan terus mengejar. Ia sudah bertekad untuk meyakinkan Alinna agar mau menerima pinangannya. "Aku nggak bisa jawab sekarang, Kak. Aku butuh waktu untuk mengambil keputusan." Rayhan tersenyum. Merasa seperti ada angin segar yang menerpanya. Paling tidak, wanita itu memberinya sedikit harapan. Sambil menunggu jawaban, bisa saja ia melakukan banyak hal yang mungkin dapat membantu meluluhkan hati Alinna. "Silahkan Sholat tahajud atau istikharah sebanyak yang kamu mau. Aku tunggu jawaban kamu secepatnya." Alinna mengangguk. "Ok. Yang pasti, jangan terlalu berharap banyak, Kak." Selesai mengatakan itu, wanita berhidung mancung tersebut memutuskan untuk segera masuk kamar. Meninggalkan Rayhan yang masih larut dalam diam. . . Judul : Cinderella Baby Penulis : NovaFhe
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN