#4

1294 Kata
Aruna Yeorisha, gadis itu memasuki kamarnya dengan raut wajah begitu datar. Ia membanting tas miliknya ke atas ranjang, melampiaskan rasa kesal yang masih bersarang dalam dirinya sejak mengalami insiden kecelakaan siang tadi. Ia menatap pantulan dirinya di dalam cermin, kemudian berkacak pinggang dengan satu tangan meraba dahinya yang terasa pening. Tentu saja Icha baik-baik saja. Rasa pusing yang ia rasakan saat ini dikarenakan oleh seorang cowok bernama Victory Liandra Kim. Icha masih memikirkan betapa bodohnya ia, dengan gampang ia menyetujui untuk menjadi pelayan Vic selama ia belum membayar ganti rugi kepada cowok itu. "Yang benar saja, Cha!" Icha emosi dibuatnya, padahal ia sendirilah yang menyetujui perjanjian itu. Ting! Ponsel Icha berbunyi, pertanda ada sebuah pesan baru. Dengan cepat Icha meraih ponsel yang tadi diletakkannya di atas nakas, tepat berhadapan dengannya itu. Dari : +6282189****** Aruna Yeorisha, jangan lupa perjanjian kita sudah dimulai besok. Btw ini nomorku, Vic. Isi pesan itu sukses membuat Icha membelalak, "Hah?! Vic? Vic... Victory? Gila! Dia dapet dari mana nomer aku?" Heran Icha. Gadis itu kembali mengingat-ingat nama pada akun bank dari nomor rekening yang disebutkan oleh Vic siang tadi. Balas ke : +6282189****** Victory? Icha ingin memastikan kembali bahwa yang mengiriminya pesan adalah benar si Victory Liandra Kim yang itu. Iya, yang songong itu. Dari : +6282189****** Bukan. Aku Kim Taehyung BTS. Ya iyalah aku Victory. Mabuk kamu? Besok aku tunggu di kantin utama kampus. Icha mengomeli ponselnya yang tak bersalah itu, "Dasar cowok songong! Enggak jelas!" Kemudian melempar ponsel itu ke atas ranjang empuknya. Tak ingin menghancurkan moodnya lagi, Icha memilih untuk mengabaikan pesan dari Vic. Ia menghampiri lemari dan mengambil baju ganti yang akan dikenakannya setelah mandi. "Ya, benar. Aku butuh mandi untuk merilekskan semua urat syarafku yang mawut-mawut kalang kabut karena cowok itu." Gadis itu bicara pada dirinya sendiri. Guyuran shower memang sangat dibutuhkan gadis itu saat ini juga. Tubuhnya sudah lengket terkena debu dan polusi di jalanan, ditambah cuaca panas yang membuat gerah dan berkeringat. Hari yang sudah dilewati Icha terasa begitu panas, ditambah insiden tak terduga dengan cowok bernama Victory, ia benar-benar kecapekan dibuatnya. - Icha terbangun ketika menghirup aroma teh dan kopi hangat yang begitu semerbak. Gadis itu melihat ke arah jendela, tampak cahaya lembut matahari pagi menembus sisi gorden jendelanya. Matanya beralih ke jam kecil yang selalu berada di atas nakas samping tempat tidurnya. Jam menunjukkan pukul 05.45, gadis itu segera turun dari ranjangnya dan menuju ke arah tangga. Harum kopi dan teh hangat yang berasal dari ruang makan pun semakin kuat. Dasar Icha, ia bahkan belum cuci muka atau pun menyikat gigi. Kakinya menapaki anak tangga itu satu persatu, dan dapat ia lihat ayahnya tengah duduk membaca koran dengan secangkir kopi yang tinggal setengah cangkir di atas meja. Pram memang sudah terbiasa untuk tidak tidur lagi selepas sholat subuh dan lebih memilih menikmati udara segar dengan secangkir kopi. Katanya udara pagi itu begitu segar dan menyehatkan, membuat tubuh menjadi rileks sehingga siap untuk segala aktifitas keseharian berikutnya. Icha melihat secangkir teh manis hangat yang tentu saja adalah bagiannya. Gadis itu duduk di salah satu kursi yang tepat berada di depan cangkir teh itu, meraih gagang cangkir kemudian menyeruputnya dengan penuh perasaan. "Ah, teh manis hangat di pagi hari memang terbaik." Ujar gadis itu dengan mata yang berbinar. "Tumben cepet bangunnya." Cibir Pram karena anak gadis semata wayangnya itu memang sering kesiangan juga. Walaupun sering kesiangan tapi teh manis hangat jatah Icha tetap harus tersedia setiap pagi karena sebelum berangkat ke kampus Icha harus sarapan dan meminum tehnya. Kata Pram, Icha suka dengan teh sama seperti mendiang ibunya, Raisha Hermawan. Saat sedang mengandung Icha pun, Raisha selalu meminum teh hangat pagi, sore, dan malam. "Semalam aku tidurnya cepet, Pah. Makanya pagi ini cepet bangun. Aku ada kelas pagi juga soalnya, jam 9." Jawab Icha kemudian menyeruput tipis-tipis teh yang ada di cangkirnya itu. Tangganya juga aktif mencomot biskuit yang ada di atas piring. Icha teringat lagi akan ganti rugi kerusakan mobil Victory. Lidahnya sudah gatal, ingin sekali memberitahu ayahnya perihal tersebut. Tapi Icha mengurungkan niatnya, ia teringat ayahnya mau menikah jadi pasti uang akan digunakan untuk acara itu. Untuk acara nikahan kan butuh banyak uang juga. Harus bayar dekor, gedung, makanan, baju pengantin, mahar dan lain-lain. "Oh, yaudah sana. Olahraga pagi dulu, jogging kecil di seputar halaman rumah. Biar nanti di kampus enggak cepat capek." Saran Pram. Icha mengangguk, "Habisin teh dulu, Pah." Padahal dalam hati Icha sudah lemas duluan. Ayahnya tau saja kalau Icha butuh energi lebih banyak hari ini, selain urusan perkuliahan ia juga harus memulai kegiatan tambahan baru yaitu, menjadi pelayan Victory Liandra Kim. - Icha mengayunkan kakinya dengan riang, ia mengikuti irama musik yang terdengar dari speaker koridor di depan kelasnya. "La la la la..." Icha bersenandung kecil namun tiba-tiba saja langkah kaki Icha terhenti, dan satu seruan lolos tanpa beban dari bibir mungilnya itu, "BUSETTT!!!" Di depan pintu kelas telah berdiri dengan tegap seorang Victory Liandra Kim, ia melebarkan tangannya untuk menghalangi jalan Icha kemudian berdehem, "Ehmmm." Icha sendiri mengatur siasat dengan cepat, gadis itu pun seakan tak menghiraukan Vic, Icha malah masuk ke dalam kelas melewati bagian bawah tangan Vic yang memang begitu luas untuk di lewati oleh satu orang dengan tinggi 155 cm seperti Icha. Aksi Icha itu berhasil membuat Vic terpaku. "Eh?" Satu kata lolos dari bibir cowok bertubuh tinggi itu ketika Icha dengan mudah melewatinya begitu saja. Vic mendengus, dia pun mengikuti Icha menuju ke dalam kelas itu dan segera mengambil tempat duduk yang strategis untuk mengobrol serius. Vic duduk di bangku yang berada tepat di belakang bangku Icha. “Baru hari pertama saja kamu sudah kabur-kaburan, aku cuma mau ngasih ini." Ujar Vic sembari mengeluarkan sebuah map berwarna hitam dari dalam tas milikknya lalu melemparkan map itu ke atas meja Icha. "Apa nih?" Tanya Icha penasaran sambil memegangi file dokumen itu, Icha berbalik dan mengubah posisi duduknya menjadi berhadapan dengan Vic. Vic kembali meraih map dari tangan Icha. Ia membuka map itu dan menyodorkannya kembali ke hadapan Icha. Tak lama kemudian ia mengetuk-ngetuk dokumen itu tepat pada kata "PERJANJIAN HITAM DI ATAS PUTIH" yang di cetak dengan ukuran font yang lumayan besar dan juga tebal. Vic menarik sudut bibir lalu menatap Icha dengan sorot matanya yang jahil. Ketika Icha membalas tatapan itu Vic pun dengan sigap mengerutkan alisnya, ia mengubah ekspresi secepat kilat lalu matanya beralih melirik ke arah dokumen yang ada di hadapan Icha, sebagai aba-aba bahwa Icha harus membacanya sampai akhir. Icha menghela napas lalu menarik dokumen itu kedalam jangkauannya. Meneliti dari atas hingga ke bawah. Dalam hati Icha mencibir isi dokumen itu lalu sudut bibirnya terangkat, ingin sekali ia tertawa terbahak, namun matanya kembali beradu dengan Vic yang tampak begitu santai sambil memainkan jari-jemarinya yang lentik itu. Terlalu elegan cowok di hadapan Icha ini, ia tampak seperti mahakarya yang hanya ada satu-satunya dimuka bumi. Tapi, Icha kembali ke sikap si cowok yang begitu menyebalkan, sehingga buyarlah semua ketampanan dan kharisma Victory di mata Icha. Sekali lagi Vic mengangguk tipis, memberi kode kepada Icha agar segera menandatangani dokumen itu, tepat di atas materai sepuluh ribu. "Satu lembar saja kok lama banget." Keluh Vic. Icha membaca salah satu poin dalam isi dokumen itu, "Pihak kedua atas nama saudari Aruna Yeorisha bersedia menjadi pesuruh Pihak Pertama atas nama saudara Victory Liandra Kim, sampai pihak kedua melunasi biaya perbaikan mobil pihak pertama." Segera setelahnya Icha langsung merogoh pena dari dalam tote bag miliknya lalu menandatangani dokumen itu dengan cepat dan penuh keyakinan dalam dirinya. 'Ini enggak salah kan? Ya memang seharusnya begini, mari kita ikuti permainan saudara Victory Liandra Kim.' Gumam Icha dalam hatinya. Victory berdiri dengan sigap, ia mengulurkan tangannya ke arah Icha. Gadis itu pun langsung bangkit dari duduknya, ia meraih tangan itu dengan jabatan tangan yang erat dan bertenaga. Mengayunkan sebanyak dua kali dan mereka sama-sama menyerukan. "Deal!!!" Bersambung -
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN