Setelah bertengkar dengan Sarah, Kaizan lalu melangkahkan kaki menuju kamar Yasmin, entah mengapa perasaannya tak tenang sebelum mengetahui kondisi Yasmin yang baru saja menerima tamparan dari Sarah.
Kaizan mengetuk pintu kamar Yasmin, lalu terdengar suara dari dalam sana menyuruhnya masuk. Kaizan membuka pintu dan melihat Yasmin tengah duduk di tepi ranjang.
“Tuan?” Yasmin lalu bangkit dari duduknya karena terkejut.
“Aku kemari mau tahu apa kamu baik-baik saja?”
“Saya baik-baik saja, Tuan,” jawab Yasmin menunduk.
“Saya mewakili Sarah minta maaf sama kamu.”
“Ini bukan salah Tuan. Kenapa Tuan minta maaf?” tanya Yasmin menggelengkan kepala. “Tuan tidak perlu minta maaf, Tuan tidak salah. Tuan tidak boleh minta maaf pada ART seperti saya.”
Pandangan Kaizan mengarah kepada laptop dan tumpukan kertas diatas meja kecil Yasmin. Yasmin menyadari tatapan Kaizan dan langsung melangkah pelan menuju laptopnya, dan menutupi tumpukan itu dengan tubuhnya.
“Tuan tidak perlu bersusah payah kemari, saya baik-baik saja. Saya mau istirahat sebentar.” Yasmin melanjutkan berusaha menyuruh Kaizan pergi.
Kaizan penasaran, apa isi laptop dan tumpukan dokumen itu, apa yang ia lihat tidak seperti ART pada umumnya, seorang ART memiliki pekerjaan diam-diam? Tidak mungkin dokumen itu hanya kertas kosong. Bahkan ada print juga di dalam kamar Yasmin. Sebenarnya apa pekerjaan Yasmin sampai memiliki semua itu di dalam kamar kecilnya?
“Apa ada lagi, Tuan?” tanya Yasmin.
“Oh tidak ada, Yas. Kalau begitu saya pergi dulu.”
Yasmin menganggukkan kepala.
Kaizan lalu pergi dan meninggalkan Yasmin yang hampir saja ketahuan, seorang ART sepertinya memiliki Pendidikan yang cukup untuk bekerja di sebuah perkantoran, namun malah memilih menjadi ART di rumah ini.
“Yas, ada apa?” tanya Nur ketika hendak melintasi kamar Yasmin.
“Aku hampir ketahuan, Nur,” jawab Yasmin.
“Ketahuan apa?”
“Tuan tadi kemari dan melihat semua tugasku ini.”
“Lalu?”
“Untungnya aku tahu, dan langsung menutupinya.”
“Kalau kamu ketahuan memangnya kenapa? Apa kamu melakukan sesuatu yang salah?”
“Aku bekerja di sini, Nur, aku menjadi ART di rumah ini, sementara aku memiliki Pendidikan yang tinggi, bahkan sekarang lagi menyiapkan proposal S2 online. Kamu paham tidak sih?”
“Oh iya ya. Tuan pasti curiga, kenapa kamu bekerja menjadi ART di rumahnya kalau kamu adalah S1, bahkan hampir menuju S2.”
“Nah itu kamu tahu.”
“Ya sudah sih, kalau Tuan tahu ya mau bagaimana lagi, kan kamu bisa cari alasan, kamu bisa bilang kalau kamu lagi kuliah S2, jadi kamu butuh uang untuk biayanya. Karena kamu berpikir ART bisa santai dan bekerja dengan tenang, lalu bisa mengerjakan setiap tugas, jadi kamu memilih menjadi ART.” Nur menjelaskan membuat Yasmin tersenyum mendengarnya.
“Wah. Kamu benar-benar lihai,” kekeh Yasmin.
“Maksud?”
“Alasan yang kamu kasih itu loh, benar-benar membantuku.”
“Nah kamu tahu itu.” Nur tersenyum dan tahu Yasmin bekerja di sini untuk apa.
“NUR!” teriak Sarah dari kejauhan.
“Udah ya, Yas, Nyonya memanggil.”
Yasmin mengangguk, Nur lalu buru-buru menemui arah suara itu.
Yasmin lalu membereskan semuanya di dalam kamarnya, ia sedang mengerjakan proposal, jadi ia harus menyembunyikannya dibawah ranjang, setelah itu ia keluar dari kamarnya dan melangkah menuju dapur. Ia tidak mungkin senang-senang di sini, sementara Nur melakukan semuanya.
Yasmin mencuci piring bekas sarapan majikannya, Rafka datang dan menghampiri Yasmin.
“Tante Yas, nggak apa-apa, ‘kan?” tanya Rafka mendongak menatap Yasmin yang tersenyum menatapnya.
“Tante nggak apa-apa kok.”
“Tante, kita makan es cream lagi yuk di swalayan depan. Aka yang akan traktir, Aka akan bawa uang. Kita belanja sepuasnya. Kita jajan dan makan di sana,” ajak Rafka membuat Yasmin tersenyum dan menggelengkan kepala.
“Aka, di rumah kan ada Mama Aka, nggak boleh kemana-mana dulu ya, apalagi makan es cream lagi, nanti Aka batuk loh.”
“Tapi, Tante—”
“Aka nggak mau ya dengerin Tante?”
“Mau kok,” jawab Rafka. “Ya udah deh. Aka di sini aja nemenin Tante. Nanti kita robot pakai lego.”
“Boleh kalau itu,” jawab Yasmin. “Tapi selesai ini ya?”
Rafka menganggukkan kepala.
“Aka, kenapa kamu di sini?” tany Sarah menghampiri Rafka dan menarik tangannya.
“Aka lagi ajakin Tante Yas main.”
“Tante Yas? Dia itu bukan Tante kamu. Kenapa kamu panggil dengan sebutan itu? Panggil saja namanya.”
Nur lalu menyikut Yasmin, menyuruh Yasmin mendengarkan saja, daripada nanti ada masalah lagi.
“Dia itu mau merebut Papa Aka, dia mau jadi Mama baru Aka. Aka mau punya Mama baru?” tanya Sarah lagi.
“Mama kok ngomong gitu? Tante Yas nggak kayak gitu orangnya.”
“Puas kamu?” tanya Sarah.
Yasmin masih melanjutkan pekerjaannya.
“Kamu sudah merebut suami dan anakku.”
“Nyonya, saya tidak mungkin melakukan itu,” kata Yasmin.
“DIAM! Kamu memang munafik. Kamu tidak pantas ada di sini, aku akan pecat kamu."
"Tapi, Tuan tidak mau memecat saya, jadi Anda tidak punya hak itu."
"APA? KAMU MAU MELAWAN SAYA?" tanya Sarah menghampiri Yasmin dan kini berada dekat dengan Yasmin. "Kamu itu hanya pembantu di rumah ini,"
"Ya saya hanya pembantu. Maafkan saya jika itu mengganggu Anda."
"Kamu mulai melawan saya, ya?"
"Mama sudahlah, kenapa Mama bertengkar terus dengan Tante Yas?" Rafka menggelengkan kepala.
"Sini kamu, jangan pernah kamu dekati wanita busuk ini," kata Sarah menarik Rafka begitu kasar membuat hati Yasmin sakit melihatnya.