05.the Brothers

1816 Kata
Julia terbangun oleh cahaya yang menerpa wajahnya, membuatnya mengernyit dan membuka matanya secara perlahan. Ia mengerjapkan mata beberapa kali, menyesuaikan cahaya yang masuk dan mengenai matanya hingga mata biru cerah itu terbuka lebar. Ia berguling dan mendapati tempat tidur di sebelahnya kosong. Kemudian sekelebatan ingatan masuk ke pikirannya, membuat pipinya seketika memerah. Dengan cepat ia bangkit untuk duduk dan meringis, merasakan nyeri di bagian bawahnya. Ia ingat bagaimana ia dan Rafael bercinta di dekat danau dan dibawah rembulan yang bersinar terang. Ia ingat bagaimana suara desahannya menggema di seluruh hutan dan napas panas mereka saling menyentuh kulit satu sama lain. Ingatan itu langsung membuatnya menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia tidak menyangka seks pertamanya akan dilakukannya di alam liar. Ia mendongak dan menatap atap kaca di atasnya. Langit sudah begitu terang dan dilihat dari cahayanya, sepertinya ini sudah hampir siang. Julia menyibakkan selimut, mendapati bahwa ia tidak memakai apapun. Ia baru teringat bahwa mereka kembali ke rumah dalam keadaan telanjang, dan Rafael membopongnya karena tahu ia akan kesulitan untuk berjalan. Julia menggigit bibir bawahnya, tidak yakin apakah dia masih bisa menggunakan kedua kakinya untuk berjalan. Ia bangkit berdiri secara perlahan dan berpegangan pada nakas, kemudian berjalan perlahan menuju kamar mandi. Setelah ia sampai di kamar mandi, ia menatap pantulan dirinya di cermin di atas wastafel. Ia terkejut saat mendapati bahwa leher, d**a, hingga perutnya dipenuhi dengan tanda merah. Ia ingat sekarang bagaimana Rafael menciumi setiap bagian di tubuhnya dengan penuh kelembutan. Ia memejamkan mata dan menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan hasrat yang tiba-tiba muncul karena mengingat setiap sentuhan yang diberikan Rafael semalam. Julia menghembuskan napasnya, lalu membuka matanya kembali. Ia berbalik dan berjalan menuju shower, dan mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Ia sudah terbiasa dengan air es jadi air dingin tersebut tidaklah terlalu dingin baginya, malah ia merasa lebih segar. Setelah ia selesai membersihkan diri, ia keluar dari kamar mandi dalam balutan handuk. Ia mendapati kopernya sudah kosong. Ia bertanya-tanya kemanakah semua bajunya pergi? Ia melihat sekeliling lalu menyadari ada sebuah catatan kecil yang diselipkan di bawah ponselnya di nakas. Ia mendekatinya dan mengambil catatan tersebut. ‘Kalau kau mencari pakaianmu, bukalah pintu pertama yang ada di bawah tangga.’ Julia mengerutkan dahi, lalu melangkah menuruni tangga. Ketika sampai di lantai bawah, ia membuka pintu yang ada di bawah tangga tersebut dan terkesiap. Ia tidak menyangka bahwa salah satu dari keempat pintu yang ada di lorong berisi lemari pakaian. Ia melihat bahwa seluruh pakaiannya sudah ada disana. Julia menyadari bahwa lemari yang mengisi seluruh ruangan tersebut masih separuh kosong. Pakaian yang dimiliki Rafael tidaklah banyak, bahkan ada beberapa kemeja serta setelan jas disana. Julia mendekati pakaian-pakaian tersebut dan bertanya-tanya dalam hati, apa pekerjaan Rafael? Dia menyentakkan kepalanya dan segera menghilangkan semua pemikirannya. Ia segera mengambil pakaiannya dan mengenakannya. Setelah selesai, ia keluar dari ruangan tersebut dan berjalan ke dapur. Saat ia berniat untuk membuat sarapan, ia mendapati bahwa ada dua roti panggang dan segelas jus jeruk di meja konter. Seseorang sudah menyiapkannya untuknya. Ia duduk di salah satu bangku dan tersenyum. Ia tahu Rafael yang telah menyiapkan sarapan tersebut untuknya. Ia mengambil salah satu roti tersebut dan memakannya. Ketika ia hampir menghabiskan rotinya yang terakhir, samar-samar ia mendengar suara seseorang di luar. Suara itu semakin mendekat dan Julia bisa mendengar perkataannya. “Pasti Rafael memiliki beberapa pakaian di dalam…” Dan saat pintu itu terbuka, masuklah seorang pria yang telanjang. Langkahnya terhenti begitu melihat Julia yang sedang duduk di meja konter. Julia pun menghentikan aktivitas mengunyahnya. Ia menelan roti yang masih ada di mulutnya, kemudian menjatuhkan roti yang tersisa separuh di genggamannya sebelum ia menjerit dan segera berlari dan masuk ke dalam ruangan yang berisi lemari pakaian tersebut. Ia tidak bisa memikirkan apapun selain berlari ke ruangan terdekat, dan lemari tersebut adalah yang terdekat. Julia bisa mendengar langkah kaki pria tersebut yang mengikutinya saat ia masuk ke dalam ruangan tersebut. Saat ia sudah menutup pintunya, ia melangkah mundur. Pintu tersebut tidak memiliki kunci dan pria itu pasti akan masuk, batinnya. Detik berikutnya, pintu dibuka dengan cepat dan pria asing tersebut masuk dan menatap Julia dengan ekspresi terkejut. “Siapa kau?” tanyanya. Sebelum pria itu bisa mendekatinya, seseorang memukul kepalanya dari belakang, membuatnya meringis kesakitan dan menoleh ke belakang. Disana, Julia melihat Rafael yang sudah berdiri di belakang pria asing tersebut dengan kedua lengan yang terlipat di d**a. Rafael mengenakan pakaian yang rapi dan setelan jasnya diselampirkan di kedua bahunya. Julia mengerutkan dahi, bertanya-tanya baru kembali dari mana pria tersebut. “Apa sih, Rafael! Itu sakit!” gerutu pria asing tersebut seraya mengelus belakang kepalanya yang baru saja dipukul Rafael. Ia lalu menoleh menatap Julia dan menunjuknya. “Siapa wanita ini? Dia bukan dari kita, kan?” Julia tahu seharusnya pertanyaan itu dapat menyinggungnya, namun Voref sama seperti Arctic, yang selalu memiliki mate dari ras mereka sendiri. Jadi wajar jika mereka menanyakan pertanyaan seperti itu karena ini pertama kalinya mereka membawa ras lain masuk ke kawanannya. Mereka tahu karena warna matanya. Rafael melangkah melewati pria asing tersebut dan berdiri di depan Julia, menutupi pandangannya dari pria asing telanjang yang ada di hadapannya. “Apa yang kau lakukan disini?” tanya Rafael. “Aku ingin masuk ke rumah dan Mariana melarangku. Para wanita sedang memasak sesuatu di depan dan dia menyuruhku untuk berpakaian sebelum masuk karena dia tidak ingin masakan mereka tercampur oleh pemandangan tubuh telanjangku. Karena itu aku kemari untuk meminjam pakaianmu.” “Dia benar,” jawab Rafael. Dia lalu berjalan mendekati lemari dan mengambil kaus serta celana miliknya lalu dilemparkannya ke pria asing tersebut. “Kenapa kau tidak bilang padaku kalau kau sudah menemukan mate-mu? Kupikir kau di dalam rumah karena aku mencium baumu padanya.” Seketika wajah Julia memerah. Saat bercinta adalah saat dimana pasangan Werewolf saling menandai satu sama lain. Setelah sesi tersebut, maka bau tubuh mereka akan melekat di tubuh satu sama lain, dan tentu saja itu sebagai penanda agar tidak ada Werewolf lain yang datang mendekat. Rafael menggandeng tangan Julia dan menariknya keluar dari ruangan tersebut. “Aku tidak perlu mengatakannya,” kata Rafael. “Tunggu! Setidaknya kau harus memperkenalkanku padanya,” katanya. Pria asing tersebut lalu tersenyum lebar pada Julia. “Hai cantik, aku Rolando, kakak Rafael.” Julia terkejut dan menoleh menatap Rafael. Ia tidak menyangka bahwa pria asing yang telanjang di depannya adalah kakak Rafael. Rafael tidak mengatakan apapun dan hanya menatap Rolando dengan tatapan tajam. Rolando lalu mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. “Baiklah, baiklah. Aku akan segera mengenakan pakaianku,” katanya. Ia tersenyum pada Julia dan mengedipkan sebelah matanya sebelum menutup pintu ruangan tersebut. Rafael menarik tangannya dan mengajaknya naik ke lantai atas. “Kau dari mana?” tanya Julia saat ia duduk di kasur. “Rey mengajakku pergi ke hotel kami pagi ini untuk mengurus sesuatu disana,” jawab Rafael seraya melepas sepatu serta setelan jas yang menggantung di kedua bahunya. “Kau… punya hotel?” tanya Julia terkejut Rafael mengangguk. Ia lalu bangkit berdiri dan berjalan mendekati Julia, lalu mengecup bibirnya sejenak. “Aku akan mandi sebentar,” katanya. Setelah Rafael masuk ke dalam kamar mandi, Julia duduk disana seraya mendongak menatap atap kaca di atasnya. Ia selalu bertanya-tanya mengapa Rafael jarang menempati rumah tersebut, padahal tempatnya sangat indah dan nyaman. Tapi ia tahu bahwa Rafael pasti memiliki alasannya tersendiri. Ia tidak tahu sejak kapan tapi ia menyadari dari sudut matanya bahwa Rolando sudah berdiri disana, bersandar di susuran tangga dengan kedua lengan yang terlipat di d**a dan mata kuningnya yang menatapnya dengan penuh kekaguman. “Aku tidak percaya Rafael punya mate yang secantik ini,” gumamnya. Rolando berjalan mendekat, bersamaan dengan Julia yang segera bangkit berdiri dan melangkah mundur. Ia takut saat seseorang selain Rafael terlalu dekat dengannya, sekalipun itu saudara Rafael. Mengetahui reaksinya, Rolando segera berhenti dan mengangkat kedua tangannya. “Hei, tidak apa-apa. Aku tidak akan menyakitimu. Aku hanya ingin tahu namamu. Boleh, kan?” tanyanya. “Julia…,” jawab Julia pelan. “Julia. Itu nama yang cantik,” balasnya tersenyum. “Boleh aku tahu kapan Rafael membawamu?” Sebelum Julia bisa menjawabnya, pintu kamar mandi terbuka dan Rafael keluar dari sana hanya dengan balutan handuk yang menutupi bagian bawahnya. Rafael berjalan mendekati Julia dan berdiri di depannya, menutupi Julia dari pandangan Rolando. “Kupikir kau sudah pergi,” kata Rafael. “Ayolah, Rafael! Aku hanya ingin tahu sedikit tentang mate-mu! Sejak kapan kau membawanya dan kenapa tidak ada yang tahu?” “Ibu sudah tahu.” “Apa?! Kenapa dia tidak memberitahuku? Ahh sial! Siapa lagi yang tahu?” “Matteo dan Silvia.” “Apa? Bahkan Silvia? Oke, ini gila. Kenapa kalian semua menyembunyikan keberadaannya? Aku dan yang lain tidak akan menyerangnya hanya karena dia bukan dari ras kita!” Di tengah perdebatan itu, Julia menyadari bahwa bentuk mata Rolando mirip dengan Rafael. Hanya dengan melihat matanya saja, sudah bisa dikatakan bahwa mereka berdua bersaudara. Dari sikapnya, Julia berpikir bahwa Rolando adalah tipe pria yang banyak bicara dan suka menggoda, kebalikan dari Rafael. “Kau akan tahu dari Ibu nanti. Sekarang, pergilah.” Sebelum Rolando bisa membalasnya, tiba-tiba seseorang muncul dari tangga dan naik ke atas. Itu Regina. Dia menatap Rolando dengan dahi berkerut. “Kenapa kau ada disini?” tanya Regina. “Seharusnya aku yang bertanya pada Ibu, kenapa Ibu ada disini dan kenapa Ibu tidak memberitahuku soal mate Rafael?” “Kau tidak perlu tahu. Sekarang, pergi temui Mariana. Dia mencarimu dari tadi karena kau tidak segera muncul,” kata Regina mengusir Rolando dengan mengayunkan tangannya. Ia berjalan menghampiri Julia. “Ada apa dengan kalian? Kenapa kalian semua merahasiakannya?” Regina berhenti dan memutar tubuhnya menghadap Rolando. “Kau akan tahu nanti. Sekarang, pergilah. Tapi jangan katakan soal ini pada siapapun untuk sementara waktu, atau aku akan membuat Mariana menyuruhmu untuk tidur bersama beruang selama seminggu!” Rolando berdecak kesal. “Itu tidak adil!” balasnya kesal, tapi ia tetap menuruti perkataan Regina dan berjalan menuruni tangga. Regina memutar tubuhnya kembali dan mendekati Julia. Ia tersenyum padanya. “Halo Julia, aku membawakanmu makan siang di bawah. Para wanita baru saja memasak sesuatu di rumah utama.” Julia merasa tidak enak jika Regina harus terus membawakannya makanan ke tempatnya. Tapi Matteo bilang padanya untuk jangan menunjukkan diri terlebih dulu. Tapi beberapa dari kawanan Werewolf Voref sudah tahu tentangnya, termasuk kakak Rafael yang baru saja mengetahuinya. Ia berharap ia bisa melakukan sesuatu selain hanya duduk diam di rumah sambil menunggu makanannya diantar. “Terima kasih ny. Regina, tapi aku baru saja memakan sarapanku yang sedikit terlambat,” katanya tersenyum sedih. “Aku akan memakannya nanti bersama Rafael.” “Baiklah,” jawabnya. Ia lalu menatap Rafael dan menautkan kedua alisnya. “Aku tidak berpikir kalian akan pulang cepat?” “Aku memaksa Rey untuk mempercepat urusannya,” jawab Rafael seraya berjalan menuju tangga dan turun. “Ny. Regina, siapa itu Rey?” tanya Julia. “Oh! Itu kakak Rafael. Rafael punya dua kakak laki-laki, Rey dan Rolando.” Regina lalu berbalik dan berjalan menuju tangga. “Baiklah, aku akan meninggalkan kalian. Jangan lupa untuk memakannya, Julia.” Julia mengikutinya di belakang dan menuruni tangga. Ketika Regina akan keluar dari pintu, dia berhenti dan menoleh ke belakang. “Jangan khawatir, aku akan mengurus soal Rolando. Aku tidak akan membiarkan mulut besarnya itu bicara kesana kemari hanya karena aku menyembunyikan keberadaanmu.” Setelah itu Regina keluar dan menutup pintunya. Julia menghembuskan napas. Sebenarnya ia tidak terlalu mempermasalahkan hal itu, lagipula suatu hari nanti seluruh kawanan Voref akan tahu soal dia. Hanya tinggal menunggu waktu. Ketika ia akan berbalik, ia merasakan sebuah lengan yang melingkar di pinggangnya. Rafael menyembunyikan wajahnya di leher Julia dan menghirup wangi tubuhnya dalam-dalam. Rafael bisa mencium bau tubuh Julia yang sudah bercampur dengannya karena proses bercinta semalam. “Boleh aku tahu?” tanya Julia. Ia lalu berbalik dan menghadap Rafael. “Kenapa aku mencium bau parfum di tubuhmu saat kau baru kembali tadi? Itu seperti bau parfum wanita.” 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN