PART 14

1816 Kata
Aura terbangun saat adzan subuh berkumandang. Ia yang tidur di sofa bed langsung dengan spontan beranjak turun karena suara Adzan tersebut terdengar sangat keras. Jarak gedung rawat inap Lifa sangat dekat  "Aishhh!" ringisan seseorang yang laki-laki dengan suara seraknya.  Aura tidak menyadari jika terdapat satu nyawa yang ternyata berbaring di bawahnya dengan beralaskan matras. Tadi malam ia tertidur lebih dulu dibandingkan dua manusia bucin yang berada di dalam ruangan tersebut.  "Maaf-maaf, Mas. Aku tadi nggak tahu kalau Mas Raga jadinya tidur di situ," ucap Aura dengan panik karena yang ia injak bagian perut Raga ia takut jika terjadi sesuatu kepada laki-laki tersebut. "Santai, Ra. udah-udah. aku nggak papa kok. Jangan berisik ntar Lifa malah kebangun. Tadi malam kita baru tidur jam setengah dua-an," ucap Raga dengan menenangkan Aura. "Maaf, Mas. Nggak kenapa-kenapa kan ya?" tanya Aura dengan mengamati tubuh Raga dari atas sampai bawah memastikan bahwa Raga tidak mengalami sakit apapun.  "Nggak papa aku Ra, tenang aja. Lagian keinjeknya cuma bentar dan nggak keplenet juga," jawab Raga dengan meregangkan tubuhnya, "Mau sholat subuh dimana, Ra?"  "Aku kayaknya di kamar aja deh, Mas. Sekalian bantuin Lifa ntar kalau tiba-tiba mau ke kamar mandi atau perlu apa gitu," jawab Aura dengan menatap ranjang pasien Lifa dan sedangkan si empunya ranjang masih tertidur dengan lelap.  "Oh, ya udah aku tak sholat di masjid," ucap Raga sembari berdiri dari matrasnya. Kemudian ia merapikan tempat yang tadi ia tiduri dan dilanjutkan dengan ke kamar mandi untuk bersiap-siap berangkat ke masjid untuk mengikuti sholat berjama'ah.  Raga sudah meninggalkan kamar Lifa dengan menggunakan sarung dan kaos berwarna abu-abunya. Aura langsung bersiap-siap untuk melaksanakan sholat subuhnya. Setelah selesai berwudhu ia langsung menggelar sajadah nya pada tempat yang sebelumnya dijadikan Raga tidur. Karena space tempat kosong terbesar memang di lokasi tersebut.  Setelah selesai melaksanakan sholat subuh dan berdoa, Aura langsung melipat mukenah serta sajadahnya. Lalu ia berjalan ke arah ranjang pasien Lifa. Benar seperti dugaannya, sahabatnya itu sudah terbangun dari tidurnya.  "Butuh sesuatu nggak, Lif?" tanya Aura sembari duduk pada kursi yang berada di samping ranjang pasien Lifa.  "Minta tolong roti nggak enak (pembal*t) sama kreseknya dong, Ra. Aku mau ganti dulu deh. Nggak enak kalau ntar udah ada Mas Raga," ucap Lifa dengan suara paraunya.  "Oke. Tunggu bentar aku siapin dulu," jawab Aura dengan mengacungkan satu jempolnya, "by the way, ini tempat tidurnya mau ditegakkin nggak?"  "Boleh, Ra. Biar sandarannya lebih enak, haha," ucap Lifa dengan cengirannya.  Aura langsung dengan sigap memencet salah satu tombol yang berada pada ranjang pasien Lifa agar kasur bagian kepala Lifa menjadi lebih tegak. Lalu ia berjalan pada lemari kecil yang berada pada kamar tersebut dan menyiapkan apa yang diinginkan oleh Lifa. Setelah selesai menyiapkannya, ia langsung kembali ke ranjang Lifa dan membantu sahabatnya untuk berjalan dengan memapah tubuh Lifa ke dalam kamar mandi. Ia menunggu di depan pintu kamar mandi yang tidak tertutup rapat agar dapat memantau keadaan Lifa di dalamnya.  Urusan di kamar mandi sudah usai. Lifa juga sudah Aura antarkan kembali ke ranjang pasiennya. Ia duduk di kursi yang berada di samping ranjang pasien Lifa dan mengobrol bersama sahabatnya tersebut.  "Kamu tadi malam ngobrol apa aja sama Mas Raga sampai jam setengah dua?" tanya Aura dengan menggoda sahabatanya yang sedang kasmaran tersebut.  "Ya cuma ngobrol ngalor ngidul kayak kita biasanya aja," jawab Lifa dengan tenang.  "Kirain ada yang terus jadian gitu! ternyata belum ya?" ejek Aura dengan senyum menggelikannya.  "Apaan sih, Ra? nyebelin banget," protes Lifa dengan salah tingkah.  "Beneran nggak jadian nih? jangan ditutup-tutupin dari kita dong!" ucap Aura dengan rasa penasarannya.  "Emang nggak ada yang jadian. Nggak tahu deh. Kayaknya aku cuma kepedean aja deh, Ra." jawab Lfa dengan bimbang.  "Kenapa Mualifa ku sayang? Apa gerangan yang engkau ragukan dari lelaki yang menemanimu seharian kemaren?" tanya Aura dengan menatap Lifa yang gelisah.  "Ehm, gimana ya? Kayaknya dia udah punya cewek deh, Ra. Terus dia bantuin kita sekarang tuh cuma karena kebetulan sama-sama anak perantauan, kita kenal, plus kos-kosannya aku sama Mas raga deketan," jawab Lifa dengan gundah.  "Kamu tahu dari mana kalau dia udah punya cewek? Dia bilang ke kamu?" tanya Aura dengan mengernyitkan dahinya, "menurutku kalau cuma sebatas kenal sih nggak akan se peduli itu sih, Lif. Apalagi dia cowok cuek gitu." Menurut Aura perlakuan Raga seperti menyiratkan sesuatu secara mereka kenl belum lama ini dan kalau dikategorikan rasa kemanusiaan kok lebay banget.  "Tadi malam dia di video call an sama cewek, Ra. Waktu aku godain nanya itu pacarnya atau bukan eh dia cuma diem aja. Terus ngalihin pembicaraan gitu kayak memang nggak mau bahas tentang itu,"jawab Lifa dengan lesu, "ya siapa tahu dia cuma kasihan aja karena aku sebatang kara di sini". "Masa sih? kalau dia udah punya cewek harusnya nggak di sini dong. Secara dia kan harusnya jaga perasaan ceweknya. Mana kamu masih kehitung orang asing juga di hidupnya yang nggak urgent banget buat ditungguin sama dia. Bullshit banget nggak sih kalau cuma rasa kemanusiaan," ucap Aura dengan menimbang-nimbang pikirannya.  "Ntahlah, Ra. Aku masih ragu aja sama dia dan nggak mau baper juga sekarang. Kayak masih nggak nyangka aja kalau ternyata dia suka balik sama aku. Like impossible aja gitu untuk dia bisa sama aku secepat itu," ucap Lifa dengan menghela napasnya.  "Ya emang kudu gitu sih, Ra. Tapi tumben kamu kayak gini. Biasanya trabas aja walaupun ujung-ujungnya jomblo lagi, haha,"  "Ya aku juga bisa bimbang kayak kalian kali. Dipikir trabas langsung aku nggak ada pertimbangan juga apa? Sableng emang ye!," omel Lifa dengan memutar pandangannya pada Aura. "Ya bukan kamu banget gitu. The buaya betinanya kita ini bisa gundah juga, Haha," ucap Aura dengan tawanya, "tapi nggak papa sih, Lif. Setidaknya kamu nggak salah milih orang lagi buat yang sekarang". "Kan kamu juga buaya betina njir! aku masih mending terus jadian, lha kamu kang ghosting anak orang," ucap Lifa dengan malas, "aku pengennya ini yang terakhir gitu. Males kenal orang baru lagi kalau ntar akhirnya putus lagi". "Aku nggak ada niatan nge ghosting mereka ya. Lagian merekanya baper. Ya minggat lah aku daripada aku ladenin mereka ntar semakin berharap. Padahal aku nganggep mereka ya cuma temen ataupun menghargai sebagai adik tingkat ke kakak tingkatnya. Ya masa kita kenal satu divisi pula ku cuekin," ucap Aura tidak terima, "Ya udah mengalir aja dulu. Saling mengenal satu sama lain gitu. Ntar kalau click satu sama lain pastinya bakalan jadi kok, Lif. Kalau jodoh nggak akan kemana". "Iye-iye dah. Sendiko dhawuh dengan suhunya percintaan ini," ucap Lifa dengan mengatupkan kedua tangannya di d**a, "eh, Mas Raga kemana sih? kok lama banget keluarnya". "Tadi sih bilangnya mau sholat subuh di masjid. Mungkin dia masih di sana ngobrol-ngobrol sama orng kali atau kalau nggak ngapain gitu tidur bentar. Atau jangan-jangan masjidnya yang lain ya? tapi tadi dia pakai sarung sih dan barang-barangnya juga masih di sini kok, Ra. Itu Hand phone nya juga masih ada," jawab Aura sembari menunjuk stop kontak tempat hand phone Raga di charge.  "Ya udah deh. Biarin aja ntar juga balik sendiri. By the way, hari ini bukannya kamu sama Raya ada rencana buat bersih-bersih petridish di Lab?"  "Iya. Dia udah gede juga. Iya, Ntar tunggu dia ke sini dulu aku. Gampanglah ntar kalau mau cuss tinggal berangkat dari sini," jawab Aura dengan mengibaskan tangannya pada angin.  Raga akhirnya muncul juga dengan membawa tas kresek berisikan teh panas dan nasi uduk untuk sarapan dirinya dan Aura. Lelaki tersebut langsung menyerahkan kresek tersebut kepada Aura dan kemudian berjalan mendekati ranjang pasien Lifa untuk menyapa dan mengobrol lagi dengan wanita tersebut.  *Konco Kentel* Me: Mengirimkan foto Me: Sad banget gaes. Aku hanya jadi obat nyamuk mereka dengan sogokan sarapan nasi uduk :') Me: Aku rapopo Mas! Nida Bege: Haha, Makan tuh kejombloan. Makanya kalau ada yang deketin tuh jangan di ghosting doang Nida Bege: mengirimkan stiker Finka Bawel: Pus! Mampus! Mampus! Pus! Finka Bawel: @Dirga Ogeb Bebebmu melas Dirga Ogeb: Sini, Beb. Sama Abang aja Me: Rese ya kalian, Buruan ke sini ngapa -_-  Me: Sini Bang! Temenin adek yang kesepian ini :( Dirga Ogeb: Sabar ya, Beb. Abang siap-siap dulu Me: Sini cepetan! Dirga Ogeb: Tidak semudah itu ferguso! Kan Lu minta bawain baju ganti segala. Kagak usah di setrika ya. Males gue Raya Tuek: Tolong ya couple jadi-jadian kalau rembugan nggak usah di grup dong. Spam banget kalian! Dirga Ogeb: Syirik aja lu! Kedua orang yang sedang berada di ranjang pasien asyik mengobrol itu, mendadak menghentikan obrolannya karena Aura yang tiba-tiba cekikikan sendiri dengan menatap layar hand phone nya membuat mereka heran.  "Kenapa si Aura?" tanya Raga dengan mengarahkan dagunya pada Aura yang masih tertawa dengan tangan mengetikkan sesuatu pada hand phone nya.  "Biasalah, Mas. Emang kang receh orangnya. Nggak usah nggumun," jawab Lifa dengan menatap sahabatnya heran.  "Ternyata dia orangnya rada absurd ya," ucap Raga. "Ya begitulah aslinya. Rada sableng anaknya," ungkap Lifa dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.  Tiba-tiba terdengar pintu kamar rawat inap Lifa diketuk dari luar. Mereka bertiga langsung menatap ke arah pintu dan munculah lelaki berumur matang dengan kemeja berwarna abu-abu dan celana bahan berwarna hitam dengan membawa kresek berisi tiga steroform.  "Mas Irham? eh sama Risa ternyata. Kok pagi banget ke sininya? Malah jadi ngerepotin nih," sapa Lifa saat melihat sosok lelaki itu masuk dan diikuti oleh anak perempuan berumur tiga tahun di belakang tubuh tegapnya.  "Iya, Dek. Kita sekalian jalan berangkat ke kantor sama nganter Risa ke PAUD. Gimana kaki sama badanmu? udah mendingan atau malah tambah sakit?" tanya Irham saat sudah mendekati ranjang pasien Lifa.  "Oh gitu, Alhamdulillah nggak ada masalah sih, Mas. Hehe," jawab Risa dengan cengengesan.  "Alhamdulillah kalau gitu. Semoga cepat sembuh ya," ucap Irham dengan senyum tipisnya, "Oh iya ini teman-temanmu? Ini saya bawain bubur ayam buat sarapan".  Risa yang telah diberi kresek bubur oleh ayahnya, langsung berjalan ke arah Aura yang menatapnya sejak tadi. Aura hanya penasaran dengan kehadiran mereka. Tapi ia tidak menyangka jika gadis kecil menggemaskan tersebut berjalan ke arahnya dan membeikan kresek berisi bubur ayam tersebut kepada Aura dengan malu-malu. Dan akhirnya ia mengajak Risa mengobrol serta melakukan perkenalan dari situlah Aura tahu siapakah Irham dan Risa sebenarnya. Mereka adalah keluarga yang tidak sengaja menyerempet Lifa kemaren. Beruntungnya Lifa mendapatkan keluarga pelaku yang seperti ini sangat bertanggung jawab dan juga ikut mengontrol keadaan Lifa. Setidaknya hal ini membuat rasa bersalah Aura yang tidak bisa menolong Lifa saat itu menjadi berkurang.  Pukul setengah delapan, Irham dan Risa pamit untuk melanjutkan aktivitas mereka. Sedangkan ketiga orang yang berada di dalam kamar rawat inap tersebut langsung menyantap sarapan mereka masing-masing. Masih saja dengan formasi dua sejoli yang sedang sama-sama merajut cinta yang sepertinya belum mereka sadari untuk saat ini dan satu jomblowati yang fokus dengan hand phone di tangan kirinya dengan layar yang menampilkan salah satu drama korea yang sedang hype baru-baru ini serta tokoh utamanya yang tampan menjadi objek bahan halu Aura agar tidak terlihat seperti jomblo ngenes. Ia berharap dengan melihat drama tersebut ia akan asyik dengan dunianya tanpa menyadari ke uwuan yang terjadi di hadapannya sekarang. "Anjirlah, ngenes banget cuma jadi saksi keuwuan orang doang," batinnya. TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN