Sebuah pesta diadakan di sebuah ruangan yang luas. Para tamu undangan hadir dengan jas dan gaun malam yang formal dan membentuk beberapa kelompok kecil saling mengobrol dan tertawa. Tamu yang cukup ramai malam ini. Bagaimana tidak? Pembuat acara, yaitu Rachman hanya menyebarkan berita tentang kedatangan Bryce Abrams beserta istrinya yang cantik akan datang, orang-orang yang Rachman undang segera datang hanya untuk bertemu dengan seorang Bryce.
“Aku dengar mereka akan datang.” Perkumpulan aktris yang membintangi film tersebut mulai bergosip.
“Maka dari itu malam ini kita memakai gaun formal seperti ini,” ujar yang lain setelah mengangguk.
“Benar.” Wanita lainnya tertawa. “Sebelum-sebelumnya, untuk perayaan setelah syuting berakhir, sutradara biasanya hanya akan mengajak kita ke restoran dan makan bersama.”
“Tidak juga. Ini sudah kali kedua pesta seperti ini setelah syuting.” Orang lainnya yang menjadi tokoh utama di film mereka berbicara.
“Benarkah? Aku tidak pernah mendapatkan perlakuan seperti ini selama aku berkarir.”
Dia mengangguk. “Ini karena kita bermain peran dengan aktris atau aktor di bawah naungan Lux. Lux Entertainment sangat loyal terhadap kerja keras para artisnya. Saat itu aku dan Aria dalam proyek bersama juga, benar kan Aria?”
Wanita yang tadinya hanya diam dan menjadi pendengar para wanita mengobrol dengan perlahan mengangkat wajahnya. Dia menatap para wanita satu per satu sebelum tersenyum indah. “Hm.”
“Dan untuk film ini, selain Aria kita juga satu project dengan Lenon, tentu saja Lux akan membantu pesta sutradara.”
“Benarkah?” Wanita lain memiringkan kepalanya dengan bingung. “Aku juga pernah menjadi lawan bermain Jun dari Lux, tapi kami bahkan tidak mengadakan pesta perpisahaan sama sekali.”
Mendengar itu para wanita mulai bingung. Dan Aria secara naluriah mengambil gelas sampanye dan menyesapnya sedikit dengan gerakan natural, gerakan yang tidak ingin berbicara.
“Lenon!” Panggil salah satu dari mereka ketika Lenon mendekati perkumpulan mereka.
“Hai.”
“Apa Lux Entaintment selalu mengadakan pesta semacam ini untukmu?”
Terkekeh, Lenon menggeleng. “Ini kan pesta dari pak Rachman. Sungguh konyol jika Lux mengadakan pesta untuk tiap aktornya. Coba tebak berapa biaya yang harus beliau keluarkan.”
“Lho…” Semua orang menatap wanita yang tadi berkata sudah menghadiri pesta semacam ini dua kali. Kemudian mereka melirik Aria yang mengalihkan wajahnya.
“Aria—”
Tepat saat itu, pintu terbuka. Sepasang suami istri dengan cinta yang mengelilingi mereka pun masuk dengan menuruni beberapa anak tangga. Pria itu tersenyum tipis sambil merangkul istrinya yang tampak sangat menawan. Mereka berdua menyapa orang-orang yang hadir lebih dahulu di sana. Cukup untuk mengalihkan obrolan para aktris.
“Mereka sudah menikah 5 tahun, iya kan? Tapi belum memiliki anak.”
Mata Aria bergeser ke wanita yang berbisik.
Rachman mendekati mereka dan berbicara, “Di sini rupanya kalian semua. Ayo. Kapan lagi kalian bisa menyapa Pak Bryce dan istrinya.”
Mereka pun mulai berjalan di belakang Rachman dengan semangat. Tidak terkecuali Lenon dan Aria yang berjalan paling belakang.
“Pak Bryce!”
Bryce, lelaki itu menoleh bersama istrinya. “Pak Rachman.”
Rachman tersenyum lebar. “Bu Lexi.”
Lexi memiringkan kepalanya sedikit dan tersenyum halus.
“Terima kasih sudah datang ke pesta kami. Kedatangan Anda berdua sangat berarti bagi saya.”
Bryce tersenyum tipis.
Rachman bergeser sedikit. “Dan ini adalah para aktor yang bergabung dalam proyek ini….”
Satu per satu dari mereka memperkenalkan nama mereka kepada Bryce dan Lexi. Dan Aria paling akhir.
Dengan senyum sopan, Aria mengulurkan tangannya dan berjabatan tangan dengan Bryce. “Aria.”
“Selain Lenon, Aria juga dari Lux. Saya merasa artis dari Lux sangat memuaskan.” Rachman tertawa.
“… Hm.” Barulah Bryce melepaskan jabatannya dengan Aria dan Aria beralih menyapa Lexi.
Beberapa waktu berikutnya pesta malam itu masih berlanjut namun Bryce segera pamit karena sudah melewati pukul 9 malam. Sambil merangkul bahu Lexi, dia berkata pada Rachman. “Istri saya sudah kelelahan jadi kami akan pulang sekarang.”
“Oh silahkan. Sekali lagi terima kasih sudah datang kemari.” Rachman berseru.
“Terima kasih juga sudah mengundang kami untuk merayakannya.” Lexi berkata dengan sopan dan Rachman mengangguk sambil tertawa.
Begitu Bryce dan Lexi sudah mencapai parkiran bawah, rangkulan dan ekspresi cinta mereka segera terlepas dengan sangat cepat. Mereka berbelok berlawanan arah. Lexi masuk ke dalam mobil di mana seorang pria sudah membukakan pintu untuknya dengan sopan, sedangkan Bryce berdiri di depan mobilnya sedang mengobrol dengan asistennya.
“Kamu pasti lelah.” Orang di belakang kemudi berbicara dan mulai menjalankan mobil.
Di saat mobil mereka hendak melewati mobil Bryce, dia melirik suaminya yang sedang mengeluarkan ponsel cukup cepat. Kemudian menatap ke depan, Lexi bergumam. “Hmm.”
Aria baru saja keluar dari toilet setelah menyimpan kembali ponselnya ke dalam tas malamnya dan menemui Rachman.
Rachman yang melihat kedatangannya segera memanggilnya.
Dengan senyum ceria, Aria berkata. “Pak Rachman pesta kali ini juga cukup menyenangkan. Terima kasih untuk peran Luna. Saya berharap saya memerankannya dengan cukup baik.”
“Kau selalu berakting dengan sangat baik, Nak.”
Aria menggumamkan terima kasih kembali. “Kalau begitu, saya pamit dulu, ya Pak.”
“Ah, kau pasti sangat kelelahan. Pulanglah sekarang dan istirahat. Jangan sampai sakit, mengerti?”
Aria menjawab sambil tersenyum. “Siap.”
Berjalan menuju pintu belakang, Aria berhenti sejenak ketika melihat sebuah mobil yang sudah menunggunya. Dia melirik ke segala arah yang sepi sebelum mendekati mobil tersebut. Seorang pria dengan sopan membukakan pintu belakang untuknya dan Aria berkata, “Terima kasih, Yudha.”
Yudha tersenyum dan menunduk sebelum menutup pintu dan masuk ke kursi pengemudi.
“Apa kamu lelah?” Suara berat di sebelahnya membuat Aria menoleh ke arah Bryce.
Dengan senyum indahnya, Aria menggeleng. “Tidak.”
Bryce membawa Aria ke dalam rangkulannya dan mobil pun mulai meninggalkan tempat tersebut.