Bab Tiga

450 Kata
Sasi baru saja meletakkan ponselnya dan bersiap untuk tidur ketika benda persegi tersebut bergetar dan lampu layarnya menyala pertanda ada panggilan masuk. bocah calling...... Sempat ragu akhirnya Sasi mengangkat juga panggilan dari pria yang berstatus tunangannya tersebut. " apa?" tanyanya tanpa basa basi. seperti biasa. Meski sangat jarang tapi terkadang mereka memang beberapa kali berkomunikasi lewat hape. " sudah tidur?" suara berat Vincent terdengar diseberang. " sudah, ini lagi ngigau." jawab Sasi yang disambut gelak Vincent. " cepat katakan, gue lagi ngantuk besok ada meeting pagi." ucap Sasi untuk menghentikan gelak Vincent. " selesai jam berapa? biar aku jemput." " buat?" " tante belum bilang ya kalau besok kita ada jadwal ketemu sama wo?" WO..? Benarkan..? mamanya sama tante Velia jalan terus meski ada hambatan disana sini. Tidak tepat juga sih kalau dibilang disana sini karena yang tampak dan nyata itu cuma disini saja. Ditempat Sasi, dan bersumber dari Sasi sendiri. Kalau yang disana sepertinya tidak punya nyali untuk menolak, jadi jangan salahkan Sasi yang menganggapnya bocah. Badannya saja yang gede... nyalinya entah kemana. " kirim aja alamatnya, ntar gue berangkat sendiri." " kita berangkat bareng atau tidak sama sekali." ucap Vincent nggak mau dibantah dan bisa membuat Sasi terdiam. " Sasi." " kamu masih dengerin aku,kan?" " hmm." " Sasi..." " iya... gue denger kok, kalau nggak denger mana bisa menjawab." jelas sekali nada suaranya yang terdengar jengkel pada Vincent. " Jam berapa selesainya?" ulang Vincent sabar. " Sebelum tengah hari." Dengan terpaksa Sasi menjawab juga. Tidak ada gunanya mengelak dari pria itu. Dari awal Sasi sudah tahu kalau Vincent tipikal orang yang kekeh dan cenderung ngotot. Tidak pernah Sasi menang setiap berdebat dengannya. Tapi yang membuat Sasi bingung kenapa Vincent tidak melakukan hal yang sama untuk membatalkan rencana pernikahan mereka. Harusnya dia bisa menolak lebih keras pada orang tuanya serta memperjuangkan pacarnya agar diterima menjadi menantu dikeluarganya. Diakan anak semata wayang masa nggak bisa sedikit egois? Pasrah amat sih jadi anak? " Besok aku jemput, jangan nyari- nyari alasan buat pergi sendiri." " iya, gue bakal nungguin lu." Hening sejenak sebelum suara Vincent terdengar kembali," Sasi..." " apalagi?." Secepat Vincent bersuara secepat itu pula Sasi membalas. " Jangan pakai gue elu lagi, nggak enak didengar." " Sasi juga nggak enak didengar dikuping gue, perasaan biasanya lu nggak manggil gue kek gitu." sindir Sasi . " Kamu mau aku panggil mbak? jangan aneh- aneh kamu, mana ada suami manggil isterinya mbak." Lama- lama hilang juga kesabaran Vincent menghadapi tingkah ngeyel dan konyol Sasi. " Baru calon." ralat Sasi. " Kamu mau acaranya dipercepat? aku bisa bikin semuanya jadi lebih cepat kalau kamu sudah nggak sabaran untuk jadi isteri aku." " Dasar bocah!" teriak Sasi sebelum mematikan sambungan telfonnya. Tbc
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN