02. sebuah pesan

1071 Kata
"Kantor ini telah rugi ratusan juta olehmu. Dan karena kelengahan dirimu, orang yang tidak bertanggung jawab sudah membawa uang ratusan juta itu. Itu artinya kau harus mengganti rugi semuanya. Jika tidak, maka perusahaan Ayahmu sebagai gantinya!" tegas Tuan Raymon. Tuan Raymon sudah mengetahui semuanya. Ada seseorang yang berani korupsi di perusahaan miliknya. Untung saja. Orang itu sudah bisa ia selesaikan dengan mudah. Sekarang urusannya dengan Evelyn sebagai penanggung jawab atas semuanya. Bahkan Evelyn harus mengganti rugi atas kelengahannya dalam bekerja. "Maafkan atas keteledoran saya, Tuan. Tapi, bisakah Tuan meringankan ganti rugi itu? Saya tidak punya uang sebesar yang Tuan inginkan," jawabnya sopan. Raymon berpikir sejenak. Orang tua setengah abad itu memikirkan ganti rugi yang harus Evelyn lakukan.Bagaimanapun itu semua salahnya. "Baiklah, saya ringankan 30%. Itu artinya kau harus mengganti sebesar 80 juta rupiah. Tentu saja saya akan memberikan waktu juga. Saya berikan dalam waktu satu minggu ini dan kau harus secepatnya. Perusahaan ku harus secepatnya kembali beroperasi. Jika tidak, kerugian akan semakin menumpuk." Raymon sudah memikirkannya dengan matang. Evelyn mengulum bibirnya, menahannya dengan deretan gigi didalamnya. Bagaimana bisa dirinya mengganti rugi sebanyak itu? Apalagi dengan waktu yang singkat. Dimana ia bisa mendapatkan uang dalam waktu satu minggu? Raymon tidak perlu jawaban dari Evelyn yang masih terlihat bingung. la malah berlalu pergi dengan acuhnya. Akan tetapi, Raymon punya ketegasan penuh atas itu. *** "Evelyn, bisakah aku minta uang untuk membeli kebutuhan rumah? Stok makanan juga sabun untuk mencuci semua sudah habis," pinta Devan dengan malu.Devan, dengan segala keberaniannya menatap Evelyn tanpa ragu. Entah harus pada siapa lagi dia meminta uang jika bukan kepada istrinya? Lagipula, Evelyn belum memberinya jatah akhir bulan ini. Bahkan sudah lebih dari masa tenggangnya. Bughh Evelyn melempar tas yang ia gantungkan di bahunya. la merasa marah untuk saat ini. Devan tidak mengerti. Dia sedang ada masalah dengan kantornya, ditambah dengan permintaan Devan yang membuatnya jengah. "Tak bisakah kau mengerti keadaanku? Kondisi kantor sedang darurat, dan aku harus mengganti rugi sebesar 80 juta. Uang sebesar itu harus aku ganti dalam waktu satu minggu. Aku sedang frustasi saat ini.Jika aku tidak bisa mengganti semua uang itu, maka perusahaan Ayahku sebagai gantinya. Sekarang kamu mengeluh dengan jatah bulananmu?" Evelyn tersenyum miring lalu melanjutkan omelannya. "Carilah uang sendiri. Jika tak sanggup, enyahlah dari kehidupanku." Devan melihat kepergian Evelyn dengan wajah musam. Cari pekerjaan? Itu artinya ia harus bekerja extra selain mengerjakan rumah dan yang lainnya. Devan mulai memasuki kamarnya. Oh iya, kamar Devan dan Evelyn memang terpisah. Devan hanya menggunakan kamar belakang sejak pernikahannya dengan Evelyn tiga tahun lalu. Selama tiga tahun juga, ia selalu merenungi dirinya hanya di dalam kamar itu. Apakah ini gelarnya sebagai suami? Bahkan, mana ada pasangan suami istri yang berbeda tempat seperti itu? Konyol. "Ini dia!" Devan sudah mengeluarkan surat penting untuk melamar kerja besok. Ia harus mempersiapkan semuanya sebab, Devan juga sudah memikirkan jika ia harus mencari uang sendiri sekarang. Ia juga tidak mau merepotkan istrinya lagi. Walaupun harus bekerja extra, itu tak masalah baginya. Selama punya banyak tenaga, kenapa tak bisa? "Ini...." Ketika Devan membuka lembaran pentingnya, ia menemukan sebuah kartu berwarna hitam di sana. Dengan huruf berwarna emas yang menonjol di tengah. Itu kartu pribadi, ia sangat ingat ketika saat memilikinya dan itu ialah kartu pemberian mendiang Kakeknya sebelum meninggal. "Apakah kartu ini bisa digunakan?" Devan menatap kosong terhadap kartu itu. Ingatan saat dirinya diusir dari keluarganya sendiri kembali terbayang. Hanya satu yang ia renungkan, ialah Kakeknya. Tring, tring, tring. Suara ponsel berbunyi beberapa kali dalam saku celananya yang kusam. Membuat Devan sadar dari lamunannya yang tajam. Devan menatap ponsel itu dan melihat nomor yang ada didalamnya. 'Siapa?' Bahkan Devan tidak mengetahui nomor yang ia dapatkan dari layar ponsel jadul itu. Sedikit penasaran, Devan mengangkatnya demikian. "Halo, Tuan Muda, ini saya, Hendi. Saya mau mengabarkan bahwa Tuan Brian ingin bertemu dengan Anda saat ini juga. Bisakah saya menjemput Anda sekarang?" Devan menautkan keningnya kuat. 'Brian? Paman? Ada apa?' batinnya. "Tidak perlu, biar aku yang menemui Paman," jawab Devan kemudian. "Baiklah". Setelah menutup telponnya, Devan kembali memasukkan semua yang telah ia keluarkan. Dengan cepat, ia pun bergegas keluar untuk menemui Pamannya. "Devan ... akhirnya kau datang juga, Nak." 'Nak? Setelah menuduh dan mengusirku, kau memanggilku dengan sebutan itu?' batin devan Seorang lelaki paruh itu kini menatap Devan dengan rasa gembira. Akhirnya, setelah susah payah mendapatkan nomor milik Devan, Brian bisa bertemu dengan anak dari kakaknya sekarang. Devan berjalan tegas, hatinya sangat sakit mengingat akan Pamannya. Karena Brian lah yang menyebabkan Devan dan kedua orang tuanya ditendang dengan hina di keluarganya sendiri. Kejam sekali. "Ada apa sehingga Paman ingin menemuiku?" tanya Devan menahan amarahnya. "Duduklah dulu, paman ingin mengatakan suatu hal padamu, Devan." Dengan terpaksa, Devan menuruti perkataan Pamannya, meski hatinya sangat buruk untuk saat ini. "Tolong, jangan terus membenciku. Saat itu aku tidak tahu jika kamu benar-benar pewaris utama atas Harl Corp.' Harl Corp sendiri ialah perusahaan terbesar. Bahkan saat ini sudah berada di urutan nomor 1 dunia. Harl Corp berdiri turun temurun. Perusahaan itu termasuk perusahaan Industri Textile pertama yang didirikan oleh Tuan Haris sendiri. Haris mewariskan semua hartanya kepada anak cucu. Termasuk Devan salah satunya yang berada dalam surat wasiat itu. Sebagian harta dipegang oleh Brian dan sebagian lagi oleh Faris, orang tua Devan. Namun, dalam surat itu tertulis nama Devan sebagai pewaris utama perusahaan Harl Corp beserta seluruh cabangnya. Karena Devan lah satu-satunya cucu pria di keluarga itu. Sayangnya, Brian telah salah menilai Devan. Bahkan Brian menuduh Devan telah merubah tulisan yang ada dalam surat wasiat itu. Itu artinya Devan telah memalsukan surat itu. Namun, kenyataannya semua itu murni dari pihak Haris sendiri. "Setelah kau mengusir aku dan kedua orang tuaku, bahkan sekarang kau ingin memintaku untuk menemuimu, Paman? Jangan banyak mengoceh. Katakan saja apa masalahnya?" tanya Devan sinis. "Perusahaan paman sedang dalam masalah, Devan. Bisakah kamu membantu pamanmu?" Devan mengerutkan keningnya, "Bantu? Dengan cara apa? Bukankah Paman sudah mengambil semuanya?" Brian menggelengkan kepalanya kuat. "Tidak. Perusahaan Kakek tidak bisa paman ambil, semua penghasilan selama tiga tahun ini telah masuk ke rekening mu. Rekening itu sudah terkunci rapat, hanya kau yang bisa membukanya sebab kaulah yang mengetahui kuncinya. Tolong paman Devan." Brian bahkan bersujud di depan Devan dengan rasa hormat. "Tolong bantu dana perusahaan paman. Paman janji akan menjadikanmu pemimpin dan mengembalikan semua posisimu dan Ayahmu. Semua perusahaan Kakek akan menjadi milikmu seutuhnya dan paman akan memberikan gelar Presiden di perusahaan paman ini. Kamu akan memiliki semuanya." "Benarkah itu? Berapa yang Paman inginkan dariku?" "1 Triliun, tidak lebih dan tidak kurang!" "Apa?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN