#
Mobil yang ditumpangi Ranya melaju pelan di jalan raya menuju ke apartemennya.
Saat itu sebuah panggilan masuk ke ponselnya dari Danu.
Ranya menarik napas pelan sebelum akhirnya mengangkat panggilan tersebut.
"Halo." Dia sedang tidak ingin meladeni omelan Danu tapi dia tahu kalau dia harus mengangkat panggilan tersebut.
"Kau di mana sekarang?" tanya Danu dengan nada khawatir.
"Jalan pulang," jawab Ranya.
"Ardina menghubungiku. Memintaku untuk menolak semua tawaran dari perusahaan tunangannya. Kau tidak bilang kalau kau berinteraksi dengan Bisma di pesta itu," ujar Danu.
"Apa sekarang kau menjadi ayahku hingga aku harus melaporkan segalanya kepadamu?" balas Ranya sinis.
Managernya, Mia yang duduk di sebelah Ranya kini melirik ke arahnya. Di seluruh perusahaan, hanya Ranya saja yang berani berbicara seperti itu kepada Bos mereka. Selain itu, Ranya bahkan hanya artis yang belum lama berkecimpung di dunia entertainment meski dia cukup beruntung karena mampu naik dengan sangat cepat berkat menemukan peran yang tepat dalam film yang dibintanginya.
"Ranya, kau tahu dengan jelas kalau aku bukan hendak mengekangmu. Aku hanya tidak ingin kau mengalami hal-hal buruk karena keluarga Atmaja. Apa kau tahu kalau semua artis yang menjadi kandidat untuk bintang produk dan layanan dari perusahaan yang dikelola oleh Bisma Yudhistira selalu terjebak dalam skandal mendadak yang membuat karir mereka berakhir. Pada akhirnya Ardina Atmaja adalah satu-satunya brand ambasador dari semua produk dan layanan perusahaan itu," jelas Danu di telepon.
"Lalu hubungannya denganku apa? Aku bahkan sudah menolak tawarannya dan interaksi kami juga tidak terjadi dengan sengaja," balas Ranya.
Dia bisa mendengar bagaimana Danu menarik napas lega di seberang.
"Baguslah kalau begitu," ucap Danu senang.
"Sudah kan? Hanya itu yang ingin kau katakan padaku?" Kali ini Ranya yang bertanya.
"Ya. Hanya itu. Aku akan menolak tawaran Bisma kali ini sejak kau memiliki jadwal yang sangat padat," ucap Danu.
Ranya mematikan ponselnya dan beralih pada sopirnya.
"Apa kau sudah mendapatkan semua informasi tentang Bisma Yudhistira?" tanya Ranya pada sang sopir.
Mia menatap sopir dengan wajah heran dan kemudian beralih pada Ranya.
"Sejak kapan kita memiliki sopir aneh seperti ini? Dia lebih mirip seperti agen real estate dibandingkan dengan sopir," ujar Mia. Dia merasa aneh karena biasanya sebagai manager Ranya, dialah yang akan mengemudi. Namun kemarin Ranya mendadak memiliki sopir pribadi yang entah datang darimana.
"Saya sudah mengirimkannya ke email Anda. Hanya saja Anda mungkin belum memeriksanya," balas sopir tersebut.
Merasa diabaikan, Mia kini menatap Ranya tajam.
"Jangan terlibat dengan Bisma Yudhistira, kau memilih jalan yang berbahaya untuk dirimu," ujar Mia.
"Kalau aku ingin aman, aku tidak akan datang kemari dan mengonfrontasi Ardina dengan mengambil peran yang paling Ardina inginkan dari film yang paling banyak mendapat support dana Atmaja grup," balas Ranya. Dia membuka email masuk dan membacanya.
"Lagipula, ada kau dan Beno di dekatku untuk menjaga keamananku. Untuk itulah Paman mengirimkanmu di sampingku dan membuatmu menjadi managerku menggantikan manager lamaku," ucap Ranya.
"Beno?" tanya Mia bingung.
"Saya Beno."
Mia kemudian menoleh kembali ke arah sopir yang tengah berada di kursi pengemudi.
"Kau dikirim oleh Pamannya Ranya juga?" tanya Mia.
"Dia orangku sendiri." Ranya menyela.
Mia masih menatap Ranya tidak mengerti. Sejauh ini dia sudah banyak menyelamatkan Ranya bahkan sebelum dia masuk ke dalam perusahaan ini.
Ranya menarik napas panjang.
"Setidaknya dia tidak akan melaporkan pada Pamanku segalanya. Aku memiliki caraku sendiri dan aku tidak ingin Paman terus menerus merasa terlalu khawatir kepadaku," lanjut Ranya.
"Aku tidak selalu melaporkan segalanya karena kita berteman," protes Mia.
"Tentu saja. Karena kau temanku sebelum menjadi orang kepercayaan Pamanku, jadi jangan laporkan tentang Bisma Yudhistira kepadanya," ujar Ranya. Kali ini dia menatap Mia.
Mia terdiam sejenak.
"Dia tunangan Ardina ..." ujar Mia ragu
"Dia alat terbaik untuk mengacaukan keadaaan dan mengalihkan fokus keluarga Atmaja," potong Ranya.
"Bagaimana kalau kau gagal?" tanya Mia.
"Apa aku pernah gagal?" Ranya balas bertanya.
Mia mengusap wajahnya.
"Tidak tapi terkadang kau benar-benar bertindak melebihi yang seharusnya," jawab Mia akhirnya.
"Ada kau dan Beno yang bisa menghentikanku," balas Ranya lagi.
"Bagaimana kalau kau malah jatuh cinta pada tunangan adikmu? Rencana yang paling sempurna sekalipun akan gagal kalau melibatkan perasaan dan sejauh yang aku tahu, pria bernama Bisma Yudhistira itu jelas pria yang sangat mungkin membuat wanita jatuh cinta dengan mudah," ucap Mia lagi.
Ranya kini menatap Mia dingin
"Mia, yang mudah jatuh cinta sejak dulu itu dirimu bukan aku," ucapnya.
"Kita sedang bicara tentangmu bukan aku," protes Mia.
"Sejak kau mengenalku hingga sekarang, apa aku pernah jatuh cinta?" tanya Ranya kali ini.
Mia menggeleng putus asa.
"Tidak, makanya kau sering dijuluki si hati batu. Mungkin cuma tukang batu yang bisa melelehkan hatimu," balas Mia kali ini.
Ranya terdiam. Dia tahu kalau Mia memang benar. Dia sulit merasakan ketertarikan pada lawan jenis. Atau lebih tepatnya, Ranya bukan orang yang bisa mempercayai hubungan romantis dalam bentuk apa pun di dunia ini semejak apa yang menimpanya dulu. Baginya cinta itu cuma sebuah ilusi perasaan yang tidak perlu diberi kesempatan untuk terwujud.
"Itu benar dan Bisma bukan tukang batu jadi aku tidak akan pernah tertarik kepadanya. Aku membutuhkannya untuk membuka jalanku mengalihkan perhatian keluarga Atmaja dan mencari kelemahan mereka. Bisma adalah harapan keluarga Atmaja sebagai menantu yang ideal. Aku ingin merusak harapan itu," ucap Ranya.
Mia tidak bisa berkata-kata lagi. Dia merasa kalau Ranya sepertinya memiliki tujuan yang lebih dari sekedar merusak harapan keluarga Atmaja untuk memiliki menantu ideal seperti Bisma Yudhistra tapi tentu saja dia juga tahu kalau Ranya tidak akan pernah mengungkapkan rencananya secara terus terang meski pada orang yang paling dekat sekalipun.
"Euhm, kita sebentar lagi sampai," ucap Beno memecah keheningan yang sempat tercipta.
Mia menarik napas panjang. Dia meraih ponselnya untuk kembali memeriksa jadwal Ranya.
"Kali ini hanya pemotretan untuk keperluan promosi film. Setelah ini kau ada wawancara di stasiun TV. Kalau kau lelah, tolong beritahu aku dan jangan terlalu memaksakan dirimu," ujarnya mengingatkan.
"Tidak masalah," balas Ranya.
Mobil kemudian memasuki area parkiran sebuah resort besar yang akan menjadi lokasi untuk pemotretan.
Mereka melewati beberapa kerumunan penggemar yang sepertinya sudah menunggu Ranya.
"Ranya aku bersungguh-sungguh," ucap Mia sekali lagi setelah mobil akhirnya berhenti.
Ranya mengerutkan dahinya, tidak mengerti dengan ucapan Mia yang tiba-tiba.
Mia menatap Ranya.
"Aku bersungguh-sungguh waktu dulu aku pernah bilang kalau kau seharusnya tidak perlu kembali ke sini dan memulai semua ini. Kau ingat kan?" lanjut Mia.
"Kau bukan aku, kau tidak akan mengerti dan tidak perlu mengerti. Aku berterima kasih kau peduli padaku tapi kedepannya, lakukan saja sebatas apa yang harus kau lakukan sesuai tugasmu. Kau tidak perlu terus menjadi temanku karena aku paling membutuhkanmu sebagai penjagaku," balas Ranya dingin.
Dia kemudian turun dari mobil bersama Beno meninggalkan Mia yang masih termenung sendirian di dalam mobil.
"Aku di sini karena aku sahabatmu, bukan sekedar teman," gumam Mia pelan.