#
Danu menyerahkan sebuah amplop berisi undangan pada Ranya.
"Itu undangan dari sponsor Film yang kau bintangi. Atmaja Group. Aku sudah meminta manajermu untuk menyampaikan permintaan maaf pada pihak mereka karena kau kurang sehat dan tidak bisa menghadiri acara itu," ujar Danu. Dia melemparkan tubuhnya ke atas sofa di depan Ranya.
Ranya tersenyum simpul dan membuka undangan tersebut.
"Kenapa aku harus menghindari acara yang diadakan oleh sponsor? Itu akan sangat tidak sopan," balas Ranya.
Danu menarik napas lelah dan kemudian menatap Ranya.
"Yang benar saja. Keluarga Atmaja sama dengan Ardina Atmaja. Dia adalah artis yang didukung penuh oleh Group Atmaja untuk menjadi pemeran utama sebelum sutradara bersikeras untuk memilihmu. Aku senang karena kau berhasil mendapatkan proyek sebesar itu karena keberhasilanmu adalah keberhasilan perusahaan kita tapi Ranya, terang-terangan menantang Ardina di acara yang diadakan oleh perusahaan keluarganya tidak akan berakibat baik untukmu dan juga perusahaan," omel Danu.
Ranya beralih menatap Danu.
"Kau tahu tujuanku kembali ke Indonesia dan kau juga tahu dengan jelas kalau aku akan menjadi batu sandungan untuk Ardina," ucap Ranya. Dia kemudian bangkit berdiri dan melangkah mendekat ke arah Danu.
"Perusahaanmu akan baik-baik saja tapi jangan menghalangiku," ucap Ardina dingin.
Dia kemudian berbalik hendak pergi dari ruangan tersebut tapi Danu dengan cepat menarik tangan Ranya.
"Bukan perusahaan ini yang aku takutkan tapi keselamatanmu. Mengertilah!" Geram Danu.
Ardina mendorong Danu menjauh.
"Aku bisa menjaga diriku sendiri jadi berhentilah merasa khawatir seakan kau memiliki tanggung jawab kepadaku. Aku bukan adik atau kekasihmu," balas Ranya Dingin.
Danu terdiam. Sorot matanya menyiratkan kalau dia merasa terluka dengan kata-kata Ranya. Namun sejujurnya, ini bukan pertama kalinya Ranya memperlakukannya seperti itu.
Lebih tepatnya, Ranya menjadi sangat kasar dan dingin setelah Danu menyatakan cinta dan melamar Ranya di Paris tiga tahun lalu.
"Kalau kau ingin membantuku, setidaknya jangan melewati batasan. Kau tahu aku tidak bisa menerimanya," lanjut Ranya.
Dia kemudian meneruskan langkahnya untuk keluar dari ruangan tersebut.
Danu hanya bisa menatap kepergian Ranya dengan tatapan sendu.
"Setidaknya kalau tujuanmu sudah tercapai dan kau bisa melihat sekelilingmu, mungkin kau bisa melihatku yang selalu ada di dekatmu," gumam Danu pelan.
#
Ardina menatap seorang pria yang berdiri di depannya.
"Oma bilang aku butuh bantuanmu?" tanyanya bingung.
Dia tidak mengerti bagaimana bisa salah satu bodyguard kepercayaan Neneknya kini datang kepadanya.
"Aku tidak butuh bodyguard Toni. Oma pasti salah," ucap Ardina lagi.
Toni tersenyum pelan. Dia kemudian mengeluarkan sebuah foto dari dalam kantong jasnya lalu meletakkannya di meja.
"Menurut Nyonya Laksmi, Anda mungkin akan butuh bantuan untuk memberi pendatang baru ini pelajaran," balas Toni sambil menunjuk ke arah foto Ranya di atas meja.
Kedua mata Ardina mengerjap menunjukkan rasa terkejut yang nyata. Dia sering mendengar kalau sebenarnya Toni adalah eksekutor keluarga Atmaja, tapi dia tidak pernah menyangka kalau dirinya akan memberi perintah yang 'tidak wajar' kepada Toni.
"Tidak!" Ardina menggeleng kuat.
Toni mengerutkan dahinya menatap Ardina.
"Nona, terkadang Anda harus belajar untuk sedikit bersikap kejam agar orang-orang seperti gadis ini tahu kalau dia ada di bawah Anda. Agar dia tahu kalau ada level tertentu tidak bisa dia duduki meski dengan kerja keras. Itu adalah hak istimewa orang-orang seperti Anda, Nyonya besar dan Tuan Adijaya," balas Toni.
"Pokoknya tidak! Aku bisa bersikap kejam tapi tidak dengan mencelakai orang seperti yang biasa kau lakukan! Aku tidak ingin itu," balas Ardina tegas. Matanya tampak berkaca-kaca.
Ardina memejamkan matanya beberapa saat. Bayangan wajah ibunya melintas sekilas dalam pikirannya. Ibunya, wanita yang dulu memilih untuk meninggalkan seluruh keluarga Atmaja dan juga dirinya.
Toni menarik napas panjang.
"Saya mengerti. Anda masih butuh waktu. Panggil saya kapan saja ketika Anda membutuhkan saya. Anda pasti sudah tahu kalau tugas saya tidak hanya sekedar menjadi bodyguard keluarga Atmaja. Saya dan anak buah saya direkrut serta diperkerjakan oleh keluarga Atmaja untuk membantu mencapai tujuan-tujuan anggota keluarga Atmaja, sekecil atau sebesar apa pun itu," ucap Toni.
Dia kemudian melangkah pergi meninggalkan Ardina yang terdiam seorang diri.
#
Ranya melangkah kecil menuju ke mobilnya. Dia tahu kalau percuma berharap manajemen akan mengirimkan mobil untuknya karena Danu sudah memperingatkannya untuk tidak datang ke acara tersebut.
Tangannya baru akan terulur untuk menyentuh gagang pintu mobil saat kemudian dia mematung sebentar dan tersenyum kecil.
"Bodoh sekali," ucapnya pelan.
Dia menyadari ada orang lain yang sudah menyentuh mobil pribadinya.
Dia kemudian menggulung gaunnya, mengikatnya di pinggang dengan jepit rambut dan mulai memeriksa mobilnya dengan hati-hati. Menggunakan sesuatu untuk melihat jejak tangan yang mungkin tertinggal di mobilnya.
"Aha, ketemu. Tidak kusangka kalau kalian mengirimkan seorang amatir," gumam Ranya kali ini.
Dia kemudian mengambil ponselnya dan menekan nomor seseorang.
"Aku butuh jemputan di apartemen. Sesuatu terjadi dengan mobilku," ujarnya di telepon.
Dia bahkan tidak menunggu jawaban sebelum akhirnya menutup panggilan teleponnya.
#
Bisma menarik napas panjang saat dia harus kembali mendapatkan pertanyaan yang sama dari semua orang.
"Kapan kalian akan meresmikan hubungan kalian?"
Kali ini pertanyaan itu datang dari Nyonya Laksmi.
"Hubungan kami sudah resmi Oma. Kami sudah bertunangan," balas Bisma sambil tetap berusaha terlihat sopan.
"Oma, Mas Bisma masih sibuk dengan bisnis dan perusahaan. Papa sendiri yang bilang kalau bisnis dan kerja sama perusahaan harus menjadi prioritas utama saat ini. Mas Bisma sedang berusaha memenuhi target dan tuntutan keluarga kita," bela Ardina.
Nyonya Laksmi menarik napas panjang dan melirik putranya yang saat ini hanya duduk diam di sampingnya.
"Adijaya tentu tidak akan keberatan dengan pernikahan yang dipercepat," ujar Nyonya Laksmi.
Tuan Adijaya menatap ibunya, Nyonya Laksmi sekejap kemudian beralih pada putrinya, Ardina.
Ardina menunduk.
"Mereka sudah dewasa. Kalau memang mereka ingin, tidak masalah kapan pun mereka akan menikah. Terburu-buru itu tidak ..."
"Lebih baik dipercepat sebelum akhirnya mereka salah langkah. Jaman sekarang pelakor bukan hanya ada dalam hubungan pernikahan tapi bahkan dalam hubungan kekasih biasa seperti Ardina dan Bisma," potong Nyonya Laksmi.
Tuan Adijaya hanya berdehem kecil mendengar ucapan ibunya.
Bisma kemudian meraih jemari Ardina dan menggenggamnya pelan. Dia tahu Ardina merasa gelisah setiap kali berhadapan dengan Tuan Adijaya meskipun kenyataannya Tuan Adijaya adalah ayah kandung Ardina.
"Mungkin akhir tahun ini. Aku harus menyelesaikan satu proyek penting dan kemudian mulai mempersiapkan pernikahan kami," ucap Bisma memberi kepastian. Dia sedikit tidak tega melihat Ardina.
"Bagus sekali. Anak muda memang harus seperti itu. Mari bersulang untuk masa depan kalian berdua. Di tangan kalianlah bisnis keluarga Atmaja akan menjadi semakin jaya," ucap Nyonya Laksmi.
Tapi Bisma menanggapi dingin ucapan Nyonya Laksmi. Sejak awal dia sudah menegaskan kalau dia tidak akan pernah ikut campur dengan bisnis keluarga Atmaja meski dia menikah dengan Ardina nantinya.
"Di tangan Ardina nanti, bisnis keluarga Atmaja dan di tanganku sekarang dan nanti untuk grup Yudhistira," balas Bisma memberi batasan.
Nyonya Laksmi melirik Ardina dan cucunya tersebut hanya menunduk, menggenggam jemari Bisma semakin erat.
"Ya begitu pun tidak apa-apa," ucap Nyonya Laksmi sambil mengangkat gelas, menyembunyikan kelicikannya.