“Bugh—“ Suara dentuman keras yang terdengar dari penyatuan tangan Langit dan pintu. Langit menghantamkan tangannya keras-keras membuat Selin semakin takut. Langit mulai mendekati Selin. “Maafin aku,” ujarnya lirih. Tangannya gemetaran. “Bukan aku yang pantas mendapatkan maafmu. Tapi Bintang. Kamu udah buat dia sakit hati. Caramu bersaing sungguh rendahan, Selin. Penampilanmu memang lebih berkelas dari Bintang, tapi tidak dengan kelakuanmu. Menjijikkan!” Lagi-lagi, lontaran kata-kata pedas Langit layangkan untuk Selin. “Iya, aku salah Mas, aku akui aku salah. Kalau kamu mau aku minta maaf sama Bintang, aku mau kok.” “Bagus, itu. Lakuin sekarang!” perintah Langit. Langit mengambil ponsel yang ada di saku celananya, kemudian dirinya men-dial nomor Bintang. “Hallo,”

