Apa masalahmu?

1266 Kata
Empat tahun berlalu. Sementara Ghea sudah punya sepasang anak kembar yang cantik dan ganteng, Renisha masih jomblo di usianya yang hampir menyentuh kepala tiga. Bukannya Renisha tidak laku, ia hanya sudah malas bermain-main dengan pria. Ia capek jika harus merasakan patah hati lagi. Toh, Renisha juga sedang sibuk mengurus bisnisnya dan kuliah di kelas karyawan. Ia sudah menginjak semester 6 akhir dan akan segera skripsi. Renisha memang terlambat kuliah karena keterbatasan waktu dan biaya. Namun, hal itu sama sekali tak mengurangi minat Renisha untuk belajar. Hari ini, Renisha mengunjungi kedai es krim milik sahabatnya, Ghea. Mereka nyaris dua bulan tak bertemu karena kesibukan masing-masing. Mereka kini duduk berhadapan, dengan semangkuk besar es krim vanilla untuk Renisha. "Gratis kan ini?" tanya Renisha, sambil menyuap es krim itu ke dalam mulut, merasakan teksturnya yang lembut dan langsung meleleh begitu menyentuh lidah. Rasa es krim di kedai ini tak pernah berubah meski sudah berdiri bertahun-tahun. Ghea mengangguk. "Hmm, gratis. Khusus hari ini aja tapi. Kalau keterusan bisa bangkrut kedai gue." Renisha terkekeh. "Santai lah. Lagian gue ke sini juga enggak setiap hari. Oh iya, Flora sama Kenio nggak ikut ke kedai? Gue kangen sama mereka." "Enggak, mereka ikut sama ayahnya," balas Ghea kalem. "Jalan-jalan ke mall." "Kok lo nggak ikut?" tanya Renisha heran. "Biasanya lo suka ngikut si Mamas ke mana-mana." Tiba-tiba Ghea mengelus perutnya, "Gue lagi hamil muda, jalan dua minggu. Dan nggak tau kenapa ini ngaruh banget sama mood gue belakangan ini. Tiba-tiba aja gue kesel aja kalo liat mukanya Mas Zebra. Bawaannya pengin marah-marah terus. Jadi untuk sekarang, kita break dulu." "Waah, udah anak ke tiga aja nih," Renisha mengangguk-angguk, sambil menyendok es krimnya lagi. "Gue satu aja belom." "Ya makanya nyari suami," balas Ghea cepat. "Apa mau gue cariin? Lo mau yang berseragam kayak Mas Zebra? Atau pengusaha? Dosen? Mas Restu juga punya banyak kenalan. Banyak kok dosen genteng dan single. Lo tinggal bilang ke gue, ntar gue cariin nomor ponselnya. Yang penting bukan anak DPR aja kan?" Renisha menggeleng. "Nggak ah, males. Gue mau nabung dulu buat beli rumah yang gede dan nyaman, supaya anak gue nanti hidupnya enak. Toh, bisnis catering gue juga masih jalan, belum yang sukses-sukses banget." Mata Ghea tiba-tiba membulat, seperti teringat sesuatu. "Gimana kalau lo sama Bang Jauhar aja? Kalian udah dekat kan? Kebetulan Bang Jo juga lagi nyari istri." "Nggaklah," Renisha langsung menggeleng cepat. "Abang lo masih bucin addict sama Rachel. Ntar gue cuma dijadiin pelarian aja lagi. Ogah banget." Bibir Ghea mengerucut. "Padahal gue pengin banget punya kakak ipar kayak lo. Kan enak nanti kalau ada acara kita berempat terus." Ghea memiringkan kepala dan memandang Renisha serius. "Oh iya. Emak lo nggak pernah nanyain kapan nikah?" "Nggak pernah nanya gimana? Gue malah udah muak dengernya." Renisha menyandarkan punggung dan bersedekap. "Emangnya dosa ya kalau cewek yang usianya mau kepala tiga tapi belum nikah? Gue lebih seneng nikah sama orang yang tepat dan mapan secara pikiran dan finansial, daripada asal jadi tapi ujung-ujungnya cerai. Lo sih enak bisa cepet ketemu jodoh." Ghea meringis. "Ya, rejeki orang kan emang beda-beda. Yakin aja jodoh lo bakal tiba sebentar lagi." Saat itulah bunyi lonceng khas kedai milik Ghea berbunyi, pertanda ada pelanggan yang baru saja masuk. Seorang pria dengan setelan kemeja dan celana bahan. Tinggi pria itu nyaris bisa menyentuh lonceng yang tergantung anggun. Wajahnya tampan dengan mata sipit, kulit kuning langsat, dan lengkungan alis yang tampak galak, mengingatkan Renisha dengan kakak kelasnya ketika SD; Raden Mas Reksa Aksara Hastadirangga. Memang seaneh itu namanya. Renisha ingat jelas, amat sangat jelas. Nama itu menjadi bahan ledekan Renisha bersama teman-temannya dulu. Renisha juga sering memanggil Aksa dengan sebutan Pangeran Jepang, karena Aksa lebih mirip orang Jepang dilihat dari bentuk alis dan matanya--atau bisa jadi seperti orang Korea--karena Renisha tidak benar-benar bisa membedakannya. Ia juga sering menyingkat nama Aksa jadi Ramas, alias Raden Mas. Terakhir kali Renisha bertemu Aksa adalah satu tahun lalu, dan itu bukanlah jenis pertemuan yang menyenangkan untuk diingat. Mendadak Renisha ingin menutupi wajahnya pakai buku menu. Jangan lihat, Jangan lihat, Jangan sampai Aksa melihatnya... "Ren. Mas-mas di sana kenapa bisa genteng banget?" tanya Ghea. Telunjuknya menunjuk punggung Aksa yang sedang mengantri. Di sebelah pria itu ada seorang anak kecil yang baru Renisha sadari keberadaannya. Wajahnya terlihat sangat imut dengan memakai tiara kecil ala-ala princess Disney. "Pengen deh nanti si baby punya alis melengkung bagus gitu, tebel pula," kata Ghea lagi, sambil mengelus perutnya yang masih rata. "Masih gantengan alis si Mamas kali Ghe," celutuk Renisha. Ia sudah menutup setengah wajahnya dengan buku menu. Pokoknya jangan sampai terlihat oleh Aksa. "Ren, lo mau gue mintain bantuan nggak?" tanya Ghea. Kali ini matanya bersinar seperti bola lampu. Mendadak Renisha merasa akan ada sesuatu yang tidak beres. Ia berkedip sekali. "Ap... a?" "Tolong panggilin Mas-nya dong suruh ke sini. Gue pengen banget nyentuh alisnya, sumpah. Nanti bilang aja kalau mau, gue geratisin es krimnya." Ghea berkata dengan mata yang tidak lepas memandang Aksa. Renisha mendadak gemas sendiri. "Ghe, inget suami di rumah Ghe, inget. Nyebut Ghea, nyebut." Ghea menoleh dengan sorot galak. "Apaan sih Ren. Lagian Mas Zebra nggak tahu. Gue bukan mau selingkuh ini, cuma mau megang alis doang." "Terus kalo suami lo nggak ada, lo bebas jelalatan gitu sama cowok lain?" Renisha melotot. Bibir Ghea mengerucut kesal. Ia menopang dagunya dengan kedua tangan. "Ya nggak gitu juga. Sensi banget sih lo sama gue Ren? Jangan-jangan lo kenal sama Mas ganteng itu ya?" Renisha buru-buru menggeleng, agak panik, dan langsung tertangkap keanehannya oleh Ghea. Mata Ghea menyipit. "Terus kenapa lo nutupin muka pake buku menu gitu?" Renisha segera meletakkan buku menu itu ke atas meja. Ia tersenyum canggung, namun berusaha untuk bersikap sesantai mungkin. Jangan sampai nanti Ghea membuat masalah dan menyebabkan Aksa menoleh ke arah mereka. Bisa mati. "Enggak kok, gue biasa aja. Lo-nya aja kali. Eng.. tadi katanya lo pengin pegang alisnya? Yaudah sana. Sendirian. Nggak usah sok-sok'an manja karena hamil. Gue mau ke toilet dulu." Renisha berdiri, membenahi roknya yang terlipat. Dan seolah semesta sedang berkonspirasi, Aksa tiba-tiba menoleh dan bersitatap dengannya. Renisha lagi-lagi cuma bisa tersenyum canggung. Sementara mata Aksa yang aslinya sipit itu melebar terkejut. Masih saja terlihat lucu seperti dulu. Dari jaman SD sampai sekarang, Aksa selalu melihat Renisha layaknya hantu, atau kuyang, atau kuntilanak, genderuwo dan teman-temannya. Horor bukan main. Renisha sendiri sampai terheran-heran. Ia juga memeriksa penampilannya sendiri, berkali-kali, dan tidak ada yang salah atau aneh. Lambat laun Renisha menyadari bahwa Aksa sepertinya trauma melihat Renisha. Tapi karena apa? Reni sendiri tidak tahu. Aksa langsung berbalik, membayar tagihan dan buru-buru mengajak pergi anaknya--atau keponakannya. Ia seperti sedang dikejar-kejar satpol pp padahal dari tadi Renisha cuma diam tak bergerak. Dan demi kerang ajaib yang bisa mengabulkan permintaan, Renisha benar-benar ingin mengutuk Aksa jadi batu. Kesal bukan main. Mungkin dulu Renisha akan acuh dan melupakan semuanya. Tapi tidak dengan sekarang. Apalagi sejak kejadian satu tahun lalu, di mana Aksa membuat Renisha malu di depan umum. Sambil menggulung lengan kemejanya, Renisha setengah berlari mengejar Aksa. "Loh, Ren, mau ke mana?" Renisha tidak menghiraukan panggilan Ghea dan mengejar Aksa yang sudah membuka pintu. Tepat sebelum Aksa masuk ke dalam mobil, Renisha buru-buru mencekal lengannya. Lagi-lagi Aksa melotot dan mencoba menjauhkan tangan Renisha. Panik. Seolah Renisha adalah virus berbahaya yang belum ditemukan vaksinnya. Seolah Aksa akan mati kalau berdekatan dengan Renisha lebih dari satu detik. Renisha berkacak pinggang sambil memicingkan mata galak. "Wahai Raden Mas yang terhormat, lo sebenernya ada masalah apa sama gue?" ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN