MARI MENGENAL RANI

998 Kata
Athaya Maharani Blythe, jika semua murid menghabiskan waktu istirahat mereka untuk pergi kantin, peepustakaan, lapangan sekolah, kelas bahkan toilet, beda hal-nya dengan Rani. Gadis itu kini sudah duduk di taman belakang sekolah, jarang ada murid yang ke sana, bahkan hampir tak pernah ada, karena perjalanan menuju taman cukup jauh dari gedung utama sekolah. Hanya Rani gadis yang sangat rajin menunggui taman tersebut, tempat yang sepi, tenang dan tidak akan ada gangguan. Di sana adalah tempat pavorite Rani untuk menghabiskan novel kesukaannya yang belum sempat ia baca. Ada beberapa alasan yang membuat Rani ingin membaca novel jauh-jauh dari temannya, pertama jika ia membaca di kelas ia pasti akan di hantui oleh dua pengganggu yang selalu saja mengacaukan kegiatannya, yaitu Rinjani Fitrianti dan Bunga Serlonica, yang tak lain sahabatnya sendiri. Kedua, pasti mata mereka yang mempunyai hobi yang sama dengan Rani akan meminjam novel tersebut dan Rani tidak mau itu, sudah berapa kali novel Rani di pinjam, masih baru dan rapi. Setelah di kembalikan lagi malah dalam kondisi lecek, atau bahkan tidak kembali sama sekali. Itu yang sangat Rani hindari. Ia membaca novel dengan seksama, bersamaan dengan earphone yang sudah menyumpal telinganya, dengan lagu-lagu black pink yang sudah terputar di gendang telinganya. Lembar demi lembar ia baca, sampai akhirnya ia habiskan seluruh novel yang tebalnya kira-kira kurang lebih 250 lembar itu dalam waktu satu sampai dua jam saja. Seusai membaca novel Rani merenggangkan otot-ototnya lalu ia memutuskan untuk kembali ke gedung utama sekolah. Untuk bisa sampai di gedung utama Rani harus melewati belakang sekolah, di sana biasanya akan ada banyak murid laki-laki bengal dan berhidung belang, ketika Rani pergi ke taman mereka belum berkumpul di belakang sekolah apalagi ketika Rani meninggalkan taman, sebab Rani pergi ke taman saat bel istirahat menggema. Karena mereka akan menghabiskan waktu lebih banyak ke kantin jika istirahat. Ada satu orang yang Rani kenali dari komplotan anak belakang sekolah, dia adalah Arka kembaran Azka. Kalau Azka ia tidak pernah ikut dengan hal yang berbau geng tersebut, Rani tau akan itu karena Ani dan Bunga selalu saja antusias membicarakan dua kembar sejoli tersebut. Rani awalnya tidak tertarik, tapi lama-kelamaan cerita mereka yang terlalu mendewakan tokoh utama, terutama Azka yang terkenal galak itu entah kenapa membuat Rani sedikit penasaran dan takjub kepada laki-laki itu. Mereka mendamba-dambakan laki-laki seperti Azka, yang tampan, galak, cerdas, dan dingin-dingin unyu kata semua kaum hawa se-yayasan, yang Rani dengar ya begitu. Walaupun Rani tidak pernah berhadapan langsung dengan Azka. Sesampainya di lorong-lorong sekolah, teriakan murid yayasan Cyber School membuat Rani kepo, biasanya sorakan itu akan hadir jika ada orang yang membuat onar, atau acara tembak-menembak moment. Karena penasaran Rani langsung membelah kerumunan tersebut. "Gue bilang apa?" Suara itu sedikit meninggi dan penuh penekanan, Rani membulatkan matanya saat Azka sudah berhasil menjatuhkan lawan kelahinya. Bahkan lawan Azka saja sudah tidak bisa lagi melindungi dirinya sendiri dari pukulan Azka. Dari sekian banyak yang menonton, tidak ada yang melerai satupun. Kenapa? Karena tidak ada yang berani dengan Azka. Apalagi Rani yang hanya bisa menonton juga. Rani kenal jelas dengan Dhito, ia murid kelas XII IPS 4, murid dengan segudang kejahilan yang ia punya tapi bermental kerupuk. "Hari ini lo masih selamat," semuanya bersorak kecewa, tapi Rani malah menghembuskan napasnya lega, jujur ia tidak menyukai laki-laki yang sok jagoan. "Gue temuin lo bocorin ban motor gue lagi, HABIS LO!" Laki-laki itu pergi meninggalkan sang lawan, lalu membelah kerumunan yang sudah terpenuhi oleh murid yayasan, saat Azka ingin pergi semuanya menepi dan seolah memberikan jalan untuk Azka. Azka lewat tepat di hadapan Rani, Rani hanya diam saja seraya menegak ludahnya susah payah, wajah datar milik Azka entah kenapa membuatnya terpana dan mematung di tempat saat itu juga. Azka tak melihat dan merasakan kehadirannya, tapi Rani tau jelas akan Azka. Semuanya bubar begitu juga dengan Rani yang akhirnya memilih untuk kembali ke kelas. Sesampainya di kelas Rani memilih untuk duduk di bangkunya dengan wajah yang ia telungkupkan di meja, entah kenapa bayang-bayang Azka kini malah menghantui pikirannya, tapi ini masih hal yang wajar menurut Rani. Bagaimana bisa seorang gadis tidak bisa menggilai laki-laki tampan seperti Azka, hidungnya yang mancung, bibirnya yang tipis dan kemerahan, kulitnya yang putih, serta tubuhnya yang jenjang itu sangat-sangat memikat. Rani kemudian menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, ia menggeleng dan berusaha menolak keras atas pikirannya yang selalu tertuju oleh laki-laki asing tersebut. "Pasti ini gara-gara Ani dan Bunga yang selalu bicarain dia, kepikiran kan gue!" Ia mendumel kesal. "RANI! Lo harus dengerin berita hot ini!" Kaget Ani dan Bunga bersamaan saat mereka baru saja memasukki kelas. Rani sepertinya bisa menebak berita apa yang akan mereka sampaikan,"Azka berantem?" Respon Rani membuat Ani dan Bunga saling bertukar pandang, lalu kembali menatap Rani. "Lo lihat?" Mereka kaget serentak. Rani langsung memutar bola matanya jengah, sedangkan kedua sahabatnya tersebut sudah heboh sendiri, tidak peduli dengan semua murid yang sudah memperhatikan mereka dengan lemparan tatapan aneh. "Yaiyalah gue liat, gue juga punya mata kali, emangnya ada ya hukuman bagi Rani yang melihat seorang Azka yang sedang berantem? Jika ia melihat maka haram hukumnya," cerocos Rani panjang lebar. "Ya gak gitu juga mbak," Bunga langsung menimpali. "Cuma ya biasanya-kan lo gak mau tau gitu, gue kira lo nangkring di taman buat baca novel supaya gak di pinjem temen kelas," lajut Ani, sehingga Rani langsung melotot. "Lo buka rahasia wey, untung temen kalau enggak udah gue cakar-cakar muka lo Ni," kata Rani bersungut kesal. Ani tersenyum merasa bersalah,"Kecoplasan hehe," ia menyengir sesudahnya dan Rani hanya menanggapinya dengan gelengan kecil saja. "Gimana? Ganteng gak Azka?" Tanya Bunga dan Ani sangat antusias. "Iya! ganteng," Rani mengakui karena memang benar adanya, Azka memang ganteng, jadi wajar saja kalau kedua sahabatnya, oh tidak! Bahkan semua kaum hawa se-yayasan sangat mengagumi laki-laki itu. "Ya ampun beruntung banget ya yang bakal jadi pacar dia nanti," kata Bunga mulai menghayal. Rani langsung menjitak kepala Bunga agar gadis itu sadar dari mimpinya,"Azka gak akan selevelan sama kita jadi jangan bermimpi, levelan dia ya siswi pemes juga lah." Mendengarkan pernyataan Rani, membuat Bunga langsung mengerucutkan bibirnya,"Jodoh enggak ada yang tau juga."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN