Aku melihat keluar jendela saat Kuroda-san mengantarku pergi ke sekolah Yuuki untuk pertama kalinya setelah kami berlibur di penginapan selama beberapa hari.
Ya, beberapa hari, karena rencana awal yang Kuroda-san berikan pada kami tiba-tiba saja berubah setelah jam sarapan kami berakhir.
Jujur aku tidak paham alasan kenapa Kuroda-san tiba-tiba saja berubah pikiran setelah dia memaksa untuk pulang hari itu juga.
Meski awalnya aku ingin bertanya, tapi urung kulakukan, hingga kalau kuingat lagi, aku seperti dibuat berpikir ulang dengan apa yang sudah terjadi selama kami di penginapan. Aku bahkan tidak bisa lupa kalau aku sempat bertabrakan dengan seorang pemuda hingga aku nyaris jatuh kalau Kuroda-san tidak menangkapku, aku bahkan masih ingat seperti apa dia menunjukan eksresinya padaku.
“Ma—maafkan aku.” Ujar pemuda itu biasa saja, tapi setelahnya dia menatapku seperti aku ini sesuatu yang dia benci, aku bisa tahu hanya dari tatapannya saja tapi, aku sama sekali tidak pernah kenal anak itu, bahkan mungkin itu pertama kalinya aku bertemu dengan pemuda itu, lalu kenapa dia bisa menatapku seperti itu.
Dan juga ... aku seperti mendengar suara KenKen, memanggilnya Nora, dari ujung lorong, kemudian pemuda itu pergi begitu saja setelah minta maaf.
Sebenarnya, sejak aku tahu KenKen punya rumah di kota ini, aku sedikit senang, karena teman lamaku sekarang tinggal di kota yang sama denganku, hanya saja aku juga tahu kalau Kuroda-san sebenarnya tidak terlalu suka pada KenKen, entah dengan alasan apa dia merasa seperti itu. Jadi, aku tetap bertingkah seolah aku tidak pernah bertemu dengan Kenken sebelumnya. Dan kurasa, waktu kami ada di penginapan yang sama tempo hari, dia juga melakukan hal yang sama. Atau ...,
Mereka sudah bertemu? Kuroda-san dan KenKen?
Apa karena hal itu juga Kuroda-san jadi kelihatan sangat marah? Ah, harusnya aku tahu itu ... harusnya aku tahu kenapa Kuroda-san sangat marah dan bertingkah seperti anak kecil waktu kami di penginapan.
Kulihat Kuroda-san yang masih asik menyetir, kuakui dia orang yang sangat fokus untuk sesuatu, tidak, tapi untuk banyak hal. Kuroda-san juga sangat bertanggung jawab, bahkan saat kami bertengkar pun, dia masih sangat mengkhawatirkanku, padahal aku tidak.
Dan hari ini, saat kubilang aku sendiri akan mengantar Yuuki ke sekolah untuk pertama kalinya, dia menolak membiarkanku pergi sendiri.
Entah dia khawatir pada aku dan perut besarku, atau karena dia ingin memastikan anaknya benar-benar tiba di sekolah di hari pertama dalam seumur hidupnya.
“Kuroda-san,” panggilku saat lampu merah memberhentikan laju mobil kami.
“Hm?”
“Sepertinya dia sama sekali tidak gugup.” Ujarku sambil melirik ke arah kursi belakang di mana Yuuki sedang asik membolak-balik buku bergambar yang dia dapatkan dari Hiro minggu lalu.
Kuroda-san mengikuti arah mataku dan melihat ke kursi belakang, melihat bagaimana anaknya sangat senang dan tidak gugup sama sekali meski ini adalah hari pertamanya masuk sekolah.
“Yuuki, apa kau tidak takut?” tanyanya pada Yuuki yang masih asik bersenandung sambil membalik buku tersebut.
“Nda! Yuu thuka thekoylah, bibi Iyo biylang thekoylah Nuh seylu, bayak themen, Maachan duga biylang gitu kok.”
“Hoo~ ibu –mu bilang apa?” nada yang Kuroda-san gunakan terdengar menyebalkan dan seperti sedang mengejekku. Aku sempat memasang wajah masam ke arahnya tapi, Kuroda-san malah tersenyum.
“Maachan biylang, ada bu guylu baik, teylus ada piknik, ada ke thebun binatang, ada ke kolam lengang, menyanyi, menali, banyak pokoknynah.”
“Jadi karena itu tidak gugup?”
“Hn! Yuu, ndak gupgup.” Jawab anak itu sangat bersemangat, dan lampu merah pun berganti hijau lalu kami kembali melanjutkan perjalanan.
Seperti yang tetanggaku bilang, jarak antara sekolah dan rumah memang tidak terlalu jauh, hanya jika kami berjalan kaki, hanya saja jalan menuju ke sekolah Yuuki hanya bisa dilewati oleh sepeda, tidak untuk sebuah mobil, karena itu, kami harus melalui jalan memutar untuk tiba di sekolah.
Mungkin jika berjalan kaki, kami akan tiba sekitar sepuluh menit, tapi saat kami naik mobil seperti ini, lima belas menit kami lewati sangat lama hingga akhirnya kami tiba di sekolah, di mana sudah ada banyak anak dan orang tua yang memenuhi gerbang sekolah.
“Akan kujemput lagi nanti, telepon saja aku.” Ujar Kuroda-san sambil membantu Yuuki turun dari kursi belakang.
“Tidak perlu, kami akan pulang sendiri.” Jawabku.
“Kau yakin?”
“Tentu saja, hari ini mungkin hanya akan jadi hari pengenalan, dan kurasa tidak akan terlalu lama jadi, kau tidak usah menjemput kami, pekerjaanmu jauh lebih penting.”
“Hoo~ tidak biasanya ibu –mu bertingkah bijak begini, Yuuchan.”
“Ahaha~ Papa luthcu.”
“Benar, Papa –mu lucu, dan menyebalkan di saat bersamaan.” Ujarku membalas ucapan Kuroda-san sebelum menarik tangan Yuuki kemudian membawanya masuk ke dalam sekolah. Sementara di mobil, Kuroda-san hanya melambai sambil tersenyum tipis. Ya, sangat tipis hingga orang akan sangat sulit membedakan apakah itu sebuah senyum atau hanya seringai menyebalkan.
Tapi aku senang karena hanya dengan senyum tipis seperti itu aku bisa tahu kalau memang hanya aku yang bisa melihat senyum itu.
“Maachan,” panggil Yuuki.
“Ya?”
“Apa bu guylu nah nangthi baik?”
“Tentu saja, bu guru pasti sangat baik.”
“Yuu ndak sambal kethemu thama bu guylu.”
“Benar?”
“Hn!”
“Baguslah~ ayo masuk.” Ajakku pada anak gadisku.
Aku benar-benar beruntung, meski anak ini belum bisa menerima kalau dia akan jadi kakak dalam empat bulan ke depan tapi, dia tidak bermasalah dalam belajar atau bermain. Kurasa, setelah ini aku akan sedikit demi sedikit membuatnya mengerti kalau dia akan punya adik. Dan mau tidak mau, Yuuki harus menerima adiknya.
Setelah kami masuk, aku bertemu dengan beberapa ibu-ibu kompleks yang tinggal bersamaku di lingkungan yang sama dan aku bahkan bertemu dengan tetanggaku yang memberikan brosur sekolah ini pada kami.
“Aa~ Kuroda-san, kupikir kau tidak akan datang.”
“Dapat kesempatan bersekolah dengan teman-teman Yuuki di kompleks yang sama, kurasa tidak buruk,” jawabku, “lagi pula, sekolahnya dekat dengan rumah, aku tidak perlu khawatir kalau harus meninggalkan Yuuki pulang dulu, nanti.”
Percakapan kami terdengar sangat hangat, bukan hanya itu, aku juga disambut dengan baik oleh beberapa guru dan walimurid di sana, beberapa guru bahkan terlihat tidak heran dengan perut buncitku yang kalau kata Kuroda-san, aku ini mirip badut atau yah~ semacamnya, dan itu terdengar sangat menyebalkan menurutku.
Dari beberapa percakapan aku tahu kalau guru laki-laki di sana adalah Omega dan mereka sudah memiliki Mate mereka masing-masing, terlihat sekali kalau mereka terlihat sangat ingin berbicara denganku perihal aku yang sedang mengandung anak kedua.
Semua interaksi ini sangat menyenangkan dan aku rasa, aku menyukai lingkungan ini.
Begitu juga dengan Yuuki yang sangat bersenang-senang.
Seperti kataku, karena sekolah hanya untuk daftar dan pengenalan, kurasa memang tidak terlalu lama, dan benar saja, hanya pukul sebelas siang, kami sudah dibiarkan pulang. Dan karena aku sudah mengatakan kalau kami akan pulang jalan kaki, aku juga tidak menelepon Kuroda-san sama sekali dan berjalan pulang.
Dan begitu kami tiba di rumah, aku melihat ada mobil ayah terparkir tepat di depan pagar.
Yuuki yang melihat langsung berlari menghampiri mobil itu dan benar saja, saat Yuuki berteriak kakek, ayah dan ibu langsung keluar dan memeluk anak itu.
Sudah beberapa bulan ini ayah dan ibu sangat sering datang kemari, menginap berhari-hari dan pulang diiringi rengekan Yuuki yang tidak habis satu hari. Meski begitu, aku senang karena ayah dan ibu jadi sangat sering mengunjungiku, itu sangat membantu saat perutku sudah semakin besar seperti ini.
“Kenapa tidak menelepon dulu kalau mau datang?” tanyaku.
“Kalian dari mana? Kenapa Yuuchan bawa-bawa tas sekolah begini?”
“Ini kan hari pertama Yuuki masuk sekolah.”
“Oh ya, cucu kakek sudah masuk sekolah? Luar biasa~” Ujar ayah sambil terus mencium pipi Yuuki.
“Ayo masuk, kalian pasti sudah sangat lama menunggu di sini?” ajakku pada mereka.
“Kuro-kun ke mana? Kerja?”
“Tentu saja, kebutuhan kami akan sangat banyak setelah ini, kalau Kuroda-san tidak bekerja, ayah pikir kami akan dapat uang dari mana?” ujarku sedikit sebal.
_