2

1511 Kata
Brenda terus saja terisak. Turun dari taksi, wanita itu berlari terseok-seok ke dalam rumah mewah milik orang tuanya. “Brenda..” kaget Jackson saat membuka pintu kediamannya. Matanya menatap nanar putri satu-satunya yang basah kuyup. Penampilan putrinya begitu kacau dengan air mata yang mengalir di kedua matanya. “Papah.” Tangis Brenda memeluk sang Papah. Dipeluknya erat sang Papah seakan hanya ini waktunya yang tersisa bersama Papanya. “Bawa Brenda pergi Pah. Jauhkan Brenda dari Rio. Brenda nggak sanggup.” Adunya pada sang Papah, membuat Jackson memejamkan matanya erat. Seandainya bisa, begitulah lirih Papah Brenda dalam hati. Seandainya bisa ia membawa lari putrinya dari keluarga itu. Ia pasti akan membawa Brendanya pergi. “Masuk Sayang. Ayo kita masuk Nak. Mamah ada di dalam.” Brenda menganggukkan kepalanya, mengikuti sang Papah yang memasuki rumahnya. “Mamah..” tangis Brenda kembali pecah saat melihat Mamanya yang duduk di kursi roda. Wanita itu terlihat pucat dengan rambut yang bahkan tak seindah dulu. “Brenda anak Mamah.” Brenda berlari menghampiri Mamanya. Ia rindu dengan wanita yang melahirkannya itu. Sudah lama sekali ia tidak memeluk wanita itu seperti ini sejak kejadian itu. “Brenda ke sini sendiri?” tanya Patricia. Brenda menganggukkan kepalanya. “Rio nggak ikut?” Brenda menggelengkan kepalanya. Bibirnya bergetar, menahan banyak hal yang sebenarnya ingin ia ceritakan kepada sang Mamah. “Brenda kangen Mamah.” “Mama juga Sayang. Mama juga. Brenda kenapa nggak pernah ke sini tengok Mama Sayang?” mendengar pertanyaan sang Mama Brenda hanya bisa menangis sembari memeluk wanita itu. Membuat sang Papah menekan dadanya kuat karena tidak bisa melindungi sang putri. “Brendaaaaa….” Tubuh Brenda menegang ketika mendengar suara teriakan Rio yang memanggil namanya. Dari mana laki-laki itu tahu keberadaannya. “Itu suara Rio Sayang?” Tanya Patricia saat Brenda melepaskan pelukkannya pada tubuh sang Mamah. “Pah..” lirih Brenda ketakutan. “Brenda keluar Lo Bren. Brendaaaa…” “Pah..” panggil Brenda sekali lagi karena Papanya hanya diam saja. “Pulanglah ke rumah Kamu Nak.” “Pah!” jerit Brenda kencang. Bagaimana bisa Papanya mengatakan itu padanya. “Nak, dia suami Kamu.” “Bukan, Pah! Dia bukan suami Brenda. Dia menikahi Brenda hanya buat pertanggungjawaban aja Pah. Dia cuman sahabat Brenda.” “Brendaaaaaaaa!” Jackson memejamkan matanya. Ingin sekali dia menangis. Tapi dia tidak punya kekuatan apa-apa untuk melawan anak muda di depan rumahnya itu. Laki-laki besar dibelakang laki-laki itu kapanpun bisa membuat wanita yang sangat dicintainya terkapar tanpa pengobatan apapun. “Demi Mamah Bren..” “Brendaaaaa, Gue tahu lo di dalem. Keluar!” Mendengar menantunya yang berteriak semakin kencang, Jackson dengan berat hati melangkahkan kakinya ke pintu utama rumahnya. “Bren…” teriak Rio terpotong saat melihat pintu di depannya terbuka. “Mana Brenda Pah? Rio mau bawa istri Rio pulang.” Melihat Brenda yang berlari ingin menaiki tangga rumah, Rio segera berlari cepat menggagalkan aksi wanita itu. Dengan cepat ia menarik lengan Brenda agar mengikutinya. “Lepas.. Lepas!” ronta Brenda. “Pulang.. Ini bukan rumah Lo lagi.” Hardik Rio. Jackson rasanya ingin melayangkan pukulannya pada anak relasi bisnisnya itu. Bagaimana bisa laki-laki itu memperlakukan pertama hidupnya seperti itu. “Pah.. Tolongin Brenda’ Pah. Papaaa!” jerit Brenda meminta tolong. “Pah, Brenda Pah.” Isak Patricia melihat putrinya yang diseret seperti itu. Sedangkan Jackson hanya bisa berlutut dibawah kaki kursi roda sang istri sembari terisak. ** “Masuk!” perintah Rio tegas saat keduanya berada disamping pintu mobil Rio yang terbuka. “Nggak! Gue nggak mau Yo.” Tolak Brenda. Wanita itu ingin mendorong Rio agar ia bisa lari. Namun pertanyaan penuh ancaman dari Rio membuat nyalinya meluap begitu saja. “Masuk Gue bilang. Apa harus Gue usir orang tua lo dari rumah ini?” tanya Rio sakar membuat Brenda mau tidak mau memasuki mobil laki-laki itu. Brak… Rio menutup pintu mobilnya, menimbulkan bunyi keras yang membuat tubuh Brenda sempat berjengit kaget. “Nggak usah nangis! Gue benci liat air mata Lo Bren.” Ujar Rio membuat Brenda memalingkan wajahnya. Rio membuang nafasnya kasar. Laki-laki itu membungkukkan tubuhnya guna memasangkan sabuk pengaman pada tubuh sang istri yang selama ini Ia sembunyikan dari teman-temannya. Termasuk dua sahabatnya Dipta dan Aldo. “Dingin?” tanya Rio pada Brenda ketika mobilnya sudah melaju meninggalkan rumah orang tua Brenda. “Dingin?” tanya Rio sekali lagi. Kali ini laki-laki itu bertanya dengan tajam karena tidak mendapatkan respon baik dari Brenda. “Apa peduli Lo’ Hah?” sentak Brenda berani. Wanita itu menatap nyalang Rio yang saat ini menatapnya tajam. “Jelas Gue peduli Gue suami Lo.” Brenda terbahak mendengar penuturan Rio. Suami? “Wow.. Suami?” tanya Brenda sembari bertepuk tangan di depan dadanya, mengejek ucapan memuakkan milik laki-laki yang selalu saja memaksakan kehendak padanya itu. “Suami mana yang tega biarin istrinya hujan-hujan sedangkan dia anterin ceweknya balik?” Ditanya seperti itu tentu saja Rio bungkam. Laki-laki bernama lengkap Rio Ardiansyah itu sama sekali tidak bisa membalas ucapan yang istri sekaligus sahabatnya ajukan padanya. “Dia pacar baru Lo?” Tanya Brenda sembari menaikkan satu alisnya tanda ia meminta penjelasan. “Bukan!” elak Rio. “Dia bukan pacar Gue. Dia cuman temen yang butuh bantuan Gue Bren. Supirnya nggak bisa jemput.” Jelas Rio. Memang benar. Dira bukanlah kekasihnya. Wanita itu adalah perempuan yang bisa membuat jiwa laki-laki Rio berteriak lantang ingin memiliki sosoknya yang dingin dan angkuh. “Supirnya nggak bisa jemput, kebetulan Gue lewat di depan dia. Gue anterin balik, tapi abis itu Gue jemput lo Brenda.” Mendengar penjelasan Rio Brenda justru semakin terbahak. Ia menahan rasa kedinginannya dengan memeluk tubuhnya sendiri. “Dua jam Yo? Sejauh apa?” Tanya Brenda. Ia mempertanyakan sejauh apa rumah perempuan cantik yang diboncengkan Rio dengan kuda besinya tadi. “Bren..” “Udahlah. Nggak papa, semoga yang ini awet. Bisa sampai ke pelaminan. Lumayan, siapa tahu dia bisa bebasin gue dari penjara sialan ini.” Ujar Brenda memotong ucapan yang akan dilayangkan oleh Rio. Kedua mata Rio memerah mendengar penuturan Brenda. Neraka? Selama ini Ia selalu memberikan yang terbaik untuk Brenda. Yah, meski ia akui caranya salah untuk memiliki sahabatnya itu. Tapi setidaknya semua itu ia lakukan karena ia tidak ingin kehilangan Brenda dalam hidupnya. BRAKKKK…. Tubuh Brenda terpental ke depan. Untung saja Rio tadi memakaikannya sabuk pengaman sehingga ia tidak harus merasakan sakitnya terbentuk kaca depan mobil saat laki-laki menabrakkan mobilnya ke besi pagar rumah laki-laki itu. “Nggak ada istri selain lo dalam hidup Gue. Mereka cuma mainan disaat gue lagi pengen berpetualang.” desis Rio, matanya menatap Brenda tajam, membuat d**a wanita itu diliputi asap menyesakkan. *** Brenda mengurung dirinya sendiri di dalam kamar mandi kamarnya. Wanita itu menangis sesenggukkan. Andai semua itu tidak terjadi dulu. Andai adik kelasnya tidak menciumnya secara paksa dulu, mungkin semua hal buruk tidak akan menimpa diri dan keluarganya. Brenda masih ingat benar, bagaimana cara Rio menyeretnya usai acara wisuda Sekolah Menengah Pertama mereka dulu. Bagaimana cara laki-laki itu merenggut satu-satunya harta miliknya yang paling berharga. Hatinya yang hancur semakin hancur saat mengetahui perkara dibalik perlakuan keji Rio padanya. Hanya karena cemburu pada anak laki-laki yang memberinya coklat dan mencium pipinya, Rio dengan tega memperkosanya. Laki-laki itu bahkan tidak menunjukkan rasa bersalahnya sama sekali setelah kejadian itu. Seolah semuanya adalah hal remeh bagi laki-laki itu. Tidak sampai disana, bahkan ketika pada akhirnya Brenda memilih untuk pergi melanjutkan sekolahnya di kota yang berbeda, dengan niat untuk menghindari Rio. Laki-laki itu justru menghancurkan bisnis keluarganya. Menjadikan Papanya sebagai tersangka penggelapan pajak, hingga akhirnya ia harus rela menukarkan kebebasannya untuk menyelamatkan bisnis sang papah. Jika bukan karena sang mamah yang sakit dan membutuhkan banyak uang untuk pengobatannya. Papanya tidak akan mungkin rela menjualnya pada keluarga yang jelas-jelas tidak memanusiakan dirinya. Ah, lebih tepatnya hanya Rio yang tidak memanusiakan dirinya, karena laki-laki itu jelas menganggapnya hanya sebuah boneka yang bisa laki-laki itu mainkan sesuka hati. Rio Ardiansyah adalah sebenar-benarnya malaikat pencabut nyawa bagi Brenda. Dahulu laki-laki itu begitu menyayanginya hingga membuatnya begitu jatuh dalam pesona laki-laki yang merupakan sahabatnya itu. Dalam hidup Brenda bahkan hanya ada Rio, tidak ada satupun laki-laki yang bisa merebut hatinya kecuali anak tunggal dari keluarga Ardiansyah itu. Segala hal adalah tentang Rio. Brenda menahan rasa sakitnya ketika laki-laki itu sedang bersama para kekasihnya, juga karena laki-laki itu adalah Rio. Bahkan setelah menjadi istrinya pun, Brenda tetap diam ketika laki-laki itu tetap mendua, semua itu juga karena laki-laki itu adalah Rio. Laki-laki yang sangat dicintainya. “Hiks.. Hiks.. Mamah.. Hiks..” isak Brenda memanggil Mamanya. Dia adalah tawanan dari kejamnya seorang Rio Ardiansyah. Berulang kali batinnya diremukkan, dilukai dengan hal yang sama. Namun untuk lari dari laki-laki itu saja, Brenda tak mampu. “Kata lo kita satu Yo? Tapi apa? Loh bahkan selalu bagiin hati lo ke cewek-cewek lain.” Ya Brenda sadari. Mereka lebih baik menjadi seorang sahabat yang selalu mendukung satu sama lain dibandingkan menjadi pasangan yang akhirnya saling menyakiti. Meski protektif, jika statusnya hanya sebagai sahabat Brenda bisa lari kapanpun dari hidup laki-laki itu. Namun jika menjadi seorang istri bagaimana Brenda bisa meninggalkan laki-laki itu?  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN