Udara di rumah itu terasa dingin, bukan karena pendingin ruangan, melainkan karena jarak yang membeku antara Leonor dan Keyli. Keyli seolah menyetujui keputusan Leonor untuk menjaga jarak, bahkan mendiamkannya. Ini adalah pilihan pahit, namun baginya, itu adalah satu-satunya cara untuk menghentikan pusaran dosa yang semakin dalam. Setiap hari hidup dengan identitas palsu terasa seperti batu yang terus membebani jiwanya. Keyli tak sanggup lagi menanggung beban itu, seolah setiap napas yang ia hirup dipenuhi kebohongan. Jadi, saling menghindar menjadi satu-satunya jalan keluar.
Selama dua hari, rumah itu terasa sepi, meski dihuni banyak orang. Keyli dan Leonor tak saling bicara, hanya duduk berdampingan di meja makan dalam keheningan yang memekakkan. Leonor, seperti biasa, bangkit dari dud
