“Dok, bagaimana hasilnya?”
Saat ini Krystal sedang berada di ruangan konsultasi Dokter Edward Smith, dokter yang menangani Airin saat ini. Beliau baru saja mendapatkan hasil pemeriksaan darah lengkap dan foto organ dalam yang dilakukan terhadap adik Krystal tersebut.
Wajah Krystal terlihat sangat gugup. Ia berharap hasil yang didapatkan tidaklah sesuai dengan dugaan awal dari dokter tersebut. Ia berharap jika ada kesalahan asumsi dari pemeriksaan gejala awal, tetapi sayangnya, hasil yang ditunjukkan Dokter Smith menunjukkan hal sebaliknya.
Krystal dapat melihat dengan jelas pada layar yang sedang ditunjukkan Dokter Smith padanya. Terlihat beberapa pembesaran organ pada tubuh Airin di mana merupakan salah satu gejala dari penderita leukimia. Tubuh Krystal lemas seketika saat mendengar laporan darah lengkap yang dibacakan Dokter Smith. Hasil laporan menunjukkan bahwa sel darah putih yang dimiliki Airin mengalami peningkatan yang sangat signifikan sehingga sel darah merah mengalami penurunan drastis.
“Untuk mengetahui lebih lanjut tentang jenis leukimia yang diderita dan langkah penanganan yang harus diambil, kita harus melakukan aspirasi sumsum tulang untuk memeriksa kondisi dari sel-sel darah. Tapi, mungkin nanti akan mengalami beberapa gejala seperti perdarahan, infeksi ataupun nyeri di sekitar tempat yang akan diambil tindakan,” jelas sang dokter.
Krystal memejamkan netranya sejenak. Buliran bening yang telah menumpuk di pelupuk matanya perlahan menghujam kedua pipinya. Ia tidak bisa membayangkan rasa sakit yang harus diterima Airin saat menerima tindakan tersebut. Apalagi hal yang paling Krystal khawatirkan adalah biaya yang harus ia keluarkan untuk melakukan tindakan tersebut.
“Tapi, Anda tidak perlu khawatir, Nona Davies. Tindakan ini cenderung aman dan tidak memiliki efek jangka panjang. Kami akan mengupayakan untuk tidak terjadi hal yang dikhawatirkan. Ini demi kesembuhan pasien juga. Jika Anda terus menundanya, hal yang lebih menyakitkan dari itu akan lebih sulit lagi ditangani,” terang Dokter Smith memberikan masukan kepada Krystal.
Krystal menggigit bibirnya dengan gugup. “Dok, kira-kira akan dibutuhkan biaya berapa banyak lagi untuk pengobatan penyakit ini?” tanyanya kepada dokter tersebut.
Dokter Smith membenarkan bingkai kacamatanya. Ia menghela napas sejenak. Ia tahu jika banyak pasien yang telah datang mengunjunginya bukan berasal dari keluarga berada seperti Krystal dan ia dapat memahami kesulitan wanita itu.
“Untuk biaya, saya juga tidak bisa memperkirakannya. Tapi, pengobatan yang dibutuhkan memang adalah pengobatan jangka panjang. Saya sarankan kepada Anda untuk mempersiapkan setidaknya sekitar lima puluh ribu dolar untuk pengobatan awal,” saran Dokter Smith.
Krystal terhenyak di tempat duduknya saat mendengar nominal yang disebutkan pria paruh baya tersebut. Ia tidak tahu harus bagaimana mendapatkan uang sebanyak itu. Saat ini ia bahkan tidak memegang uang sepeser pun.
“Saya dapat memahami kesulitan Anda, Nona Davies. Hal yang bisa saya bantu hanyalah mengratiskan biaya jasa dokter saja. Untuk hal lainnya, saya tidak bisa banyak membantu,” ucap Edward Smith lagi. Sebelumnya ia telah mengetahui latar belakang perekonomian pasien dan keluarganya dari keterangan yang diberikan Krystal kepada pihak rumah sakit.
Krystal sangat bersyukur masih diberikan sedikit keringanan dari Dokter Smith, tetapi ia tetap harus mencari cara untuk membayar biaya lain yang dibutuhkan Airin. “Terima kasih, Dok. Saya … Mohon bantuan Anda untuk melakukan pengobatan secara intensif kepada adik saya,” pintanya.
Dokter Smith mengangguk dan tersenyum melihat ketegaran Krystal. Perlahan ekspresinya berubah sendu, lalu ia berkata dengan ragu, “Saya sempat mendengar kalau Airin memiliki seorang ibu. Apa beliau tidak diberitahu masalah ini?”
Ketika sedang memeriksa Airin, gadis kecil itu sempat menanyakan tentang keberadaan ibunya dan terlihat jelas jika Airin sangat takut jika ibunya tahu ia berada di luar rumah. Selain kesehatan fisiknya, Dokter Smith dapat melihat bahwa kesehatan mental pasien kecilnya itu juga terpukul hebat. Ia tidak tahu seburuk apa hal yang dialami anak berusia tujuh tahun tersebut di dalam lingkungan keluarganya dan ia merasa sangat iba dengannya.
“Dia memang punya seorang ibu. Tapi, memiliki ibu atau tidak, aku rasa tidak ada bedanya untuk Airin,” ucap Krystal dengan nada yang terdengar penuh kekecewaan.
Jawaban tersebut sudah mewakili pertanyaan di dalam kepala Edward Smith. Ia tidak lagi bertanya dan berkata, “Saya akan menunggu keputusan Anda, Nona Davies.”
Krystal mengangguk kecil. Ia pun beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkan ruangan tersebut dengan hati yang hancur. Lembaran kertas hasil pemeriksaan Airin di tangannya digenggamnya dengan erat. Buliran kristal masih terus mengalir di kedua belah pipinya dan mengiringi langkahnya keluar dari rumah sakit tersebut.
Ia tidak bisa hanya diam dan menangis saja. Airin membutuhkan penanganan secepatnya dan Krystal harus memutar otaknya untuk mencari solusi atas masalah yang sedang dihadapinya saat ini, yaitu uang!
Sempat terbesit di dalam hati Krystal untuk melemparkan tanggung jawab yang tidak seharusnya ia bebankan di pundaknya tersebut kepada Roselia. Namun, hati nurani Krystal tidak mengizinkannya untuk berbuat seperti itu. Ia sangat paham seperti apa sifat Roselia.
Selain berfoya-foya, tidak ada hal lain yang bisa dilakukan ibu tirinya itu. Jika bukan berpegang pada Krystal, Airin mungkin tidak akan bisa bertahan hingga hari ini.
"Aku tidak boleh menyerah. Pasti ada jalan untuk mendapatkan uang," gumam Krystal berusaha menyemangati dirinya sendiri.
Terbesit di dalam benak Krystal untuk meminta bantuan dari atasan di tempatnya bekerja paruh waktu. Ia ingin mengambil sejumlah uang dari gaji bulan depannya di muka. Hanya itu yang bisa ia pikirkan saat ini.
Sejak lulus dari sekolah menengah atas, Krystal memang melakukan beberapa pekerjaan magang untuk menghidupi dirinya sendiri. Ia tidak ingin bergantung kepada ayahnya waktu itu. Naasnya, saat ayahnya meninggal dua tahun yang lalu, Roselia dan Paul malah terus memeras hasil kerja kerasnya tersebut.
Karena mendapat amanah dari ayahnya untuk menjaga Airin, Krystal tidak bisa meninggalkan rumah tersebut begitu saja. Ia tahu jika hatinya terlalu lemah sehingga sangat mudah dimanfaatkan oleh orang-orang di sekitarnya.
Terkadang Krystal ingin bersikap egois demi dirinya sendiri. Ia ingin meninggalkan rumah ayahnya dan segala amanah yang diberikan untuknya. Akan tetapi, hati kecilnya terlalu rapuh. Ia tidak bisa menutup sebelah matanya saat melihat Airin diperlakukan dengan semena-mena oleh Roselia dan Paul.
Krystal tidak bisa tinggal diam. Ia bisa saja membawa Airin bersamanya dari rumah itu, tetapi hal yang ia takutkan adalah Roselia pasti akan melaporkannya sebagai tindakan kriminal atas dasar penculikan. Krystal merasa serba salah untuk mengambil keputusan yang sangat berisiko itu.
Akhirnya Krystal hanya bisa berserah diri atas segala beban yang ditujukan padanya. Ia berpikir jika mungkin sudah garis takdirnya untuk mengemban segala beban yang harus dijalaninya saat ini. Mengeluh pun tiada gunanya dan tidak akan menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
Namun, Krystal percaya jika suatu hari nanti ia akan menemukan jalan untuk melepaskan seluruh beban di pundaknya tersebut. Ia tetap berjuang untuk mencari jalan keluar atas masalah yang dihadapinya meskipun sesekali ia ingin berteriak atas ketidakadilan yang diterimanya.
***
“Tuan Dawson, saya mohon. Saya sangat memerlukan uang itu.”
Saat ini Krystal sedang memohon kepada manajer dari restoran pizza tempatnya bekerja. Di sana Krystal bekerja sebagai pelayan restoran. Sayangnya, sang manajer tidak bisa memenuhi permintaan Krystal.
Wajah pria paruh baya itu tampak masam. “Krys, bukan saya jahat sama kamu. Tapi, saya benar-benar tidak bisa memberikan uangnya. Apa kamu lupa kalau kamu sudah mangkir tiga hari tanpa kabar?”
“Saya tau itu dan … Saya benar-benar minta maaf. Saya benar-benar ada keperluan yang tidak bisa saya tinggalkan kemarin, Tuan Dawson. Kalau saya bisa, saya pasti hadir kok,” ucap Krystal dengan nada memelas. Ia berharap sang manajer bisa memahami kondisinya. Ia tidak bisa menceritakan tentang alasan ketidakhadirannya secara detail kepada manajer tersebut. Pria paruh baya itu tidak mungkin akan percaya jika ia mengatakan kalau ia hampir dijual oleh kakak tirinya tiga hari yang lalu.
Dawson Burton menghela napas panjang. Selama bekerja sebagai bawahannya, kinerja Krystal selalu bagus dan jarang melakukan kesalahan. Sedikit lebih ia tahu jika Krystal memiliki masalah dengan keluarganya, tetapi tetap saja keputusan untuk meminjamkan sejumlah uang kepada Krystal bukan hal yang bisa ia putuskan begitu saja. Apalagi ia menerima ultimatum yang tidak bisa ia bantah.
“Maaf, Krys. Tapi, kamu tau kan kalau saya juga karyawan di sini dan saya tidak memutuskan hal ini. Apalagi tadi pagi surat keputusan untuk pemecatanmu sudah diturunkan langsung oleh pemilik restoran ini,” tukas Dawson.
Sepasang manik mata emerald milik Krystal terbelalak syok. Pernyataan yang diucapkan Dawson seperti sebuah petir yang menggelegar di atas kepalanya.
“Kenapa saya dipecat? Bukannya masih ada jatah libur bulan ini yang belum saya ambil?” Krystal mengajukan protesnya. Ia tidak bisa menerima keputusan tersebut.
“Dear, libur dan mangkir adalah dua hal yang berbeda. Saya tidak bisa mengubah keputusan itu,” ucap Dawson. Pria paruh baya itu merogoh saku celananya, lalu mengeluarkan beberapa lembar uang dua puluh dolar dan menyerahkannya kepada Krystal.
“Ini ambillah. Hanya ini yang bisa saya lakukan untukmu, Krys,” ucap sang manajer restoran itu lagi.
Krystal memandang lembaran uang di tangannya dengan hati yang pilu. Ia tahu jika manajer restoran itu juga tidak bisa membantah perintah yang diberikan. Uang yang tidak seberapa di tangannya itu membuat harga diri Krystal seperti tak berharga. Meskipun ia ingin menolak pemberian Dawson, tetapi uang tak seberapa itu sangatlah berarti bagi Airin. Terpaksa ia mengesampingkan harga dirinya untuk sementara waktu. Meskipun harus menundukkan kepala sekali pun, Krystal harus bisa mendapatkan uang untuk biaya pengobatan Airin.
“Terima kasih, Tuan Dawson. Saya akan mengembalikan uang Anda setelah saya mendapatkan uang di tempat lain,” ucap Krystal seraya menundukkan kepalanya dengan hormat.
“Tidak perlu, Krys. Saya memberikannya dengan ikhlas,” timpal Dawson menolak. Ia tidak ingin memberikan beban kepada gadis muda itu.
“Terima kasih atas kebaikan Anda. Tapi, saya tetap akan mengembalikannya nanti,” tutur Krystal, lalu bergegas meninggalkan restoran tersebut tanpa ingin mendengar Dawson berbicara lagi.
“Gadis malang, semoga saja kamu menemukan jalan keluar dalam mengatasi masalahmu. Maafkan aku,” gumam Dawson seraya menghela napas panjang. Ia merogoh ponselnya dari saku celananya, lalu menghubungi seseorang. Tidak perlu menunggu lama, panggilan tersebut langsung dijawab oleh sosok di seberang teleponnya itu.
“Tuan, gadis itu baru saja meninggalkan restoran. Saya sudah melakukan hal yang Anda perintahkan,” ucap Dawson.
“Kerja yang bagus. Majikan saya pasti tidak akan mengecewakan Anda, Dawson. Sebentar lagi saya akan mengirimkan uang yang telah kita sepakati bersama ke rekening Anda,” balas sosok di seberang teleponnya itu.
“Saya rasa uang itu tidak perlu dikirimkan kepada saya juga tidak masalah, Tuan. Tidak memecat saya sudah merupakan hal yang baik,” timpal Dawson. Kemarin ia mendapatkan amanat langsung dari pemilik restoran untuk menghubungi langsung sosok yang sedang berbicara dengannya di telepon saat ini. Dawson tidak pernah menemui secara langsung sosok tersebut.
Awalnya Dawson sangat kaget dan ingin menolak perintah yang diberikan oleh sosok tak bernama tersebut. Namun, ia diancam akan dipecat dari restoran apabila tidak mematuhi perintah tersebut. Sebaliknya, Dawson akan mendapatkan sejumlah uang apabila melakukan perintah pemecatan terhadap Krystal. Walaupun ia merasa simpati terhadap Krystal, tetapi Dawson harus mengedepankan keegoisannya sendiri untuk mempertahankan pekerjaannya saat ini.
“Ini bukan hal yang perlu diperdebatkan. Terima uangmu dan diamlah. Itu lebih baik. Paham?”
Nada dingin penuh ancaman tersebut terdengar di telinga Dawson. Pria paruh baya itu tidak bisa melakukan apa pun selain mengikuti hal yang telah diatur sedemikian rupa.
Sementara itu di dalam ruangan kantor yang berada dalam gedung pencakar langit yang menjulang tinggi di tengah kota San Fransisco, sosok yang baru saja selesai berbicara dengan Dawson sedang tersenyum dengan puas. Setelah memutuskan panggilan dengan Dawson, ia bergegas menghampiri seseorang yang sedang duduk di kursi kerja yang terbuat dari kulit berkualitas terbaik.
“Tuan, manajer restoran itu sudah menyelesaikan tugasnya. Sekarang Nona Davies mungkin sedang kewalahan mencari pinjaman di tempat lain,” lapornya kepada sosok yang tidak lain adalah Kaizer Lanzo.
Pria yang baru saja berbicara dengan Dawson tentu saja adalah asisten Kaizer, Carlos Smith. Ia berdiri di hadapan Kaizer dengan wajah gugup karena wajah Kaizer terlihat datar. Sejak tadi Kaizer hanya memandang benda berkilau di tangannya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Sejak tadi kalung dengan liontin berlambang bunga lili yang bermatakan batu ruby di bagian tengahnya menjadi perhatian utama Kaizer. Entah kenapa ia merasa kalung tersebut memiliki sebuah aura yang menyesakkan dadanya. Padahal benda itu hanyalah perhiasan biasa setelah ia menelitinya dengan seksama.
Kaizer menarik napas panjang. Ia meletakkan kalung tersebut ke dalam sebuah kotak velvet berwarna biru tua, lalu menyimpannya ke dalam laci meja kerjanya yang terbuat dari marmer putih yang cantik. Netranya kembali beralih kepada Carlos. Membuat asistennya itu dapat merasakan desiran darahnya seolah terhambat untuk beberapa detik.
“Lalu, selanjutnya kira-kira dia ke mana?” tanyanya kepada asistennya itu.
Selama tiga hari terakhir ini Carlos terus mencari tahu tentang latar belakang gadis bernama Krystal Davies. Berdasarkan perintah Kaizer, Carlos harus membuat Krystal datang ke gedung Eternity apa pun caranya.
Kaizer mulai merasa gelisah dan marah karena gadis itu sama sekali tidak mempedulikan tentang tawarannya. Hari ini sudah hari ketiga dari penawaran yang diberikan kepada Krystal, tetapi gadis itu tidak kunjung kelihatan batang hidungnya. Kaizer mulai berpikir jika Krystal benar-benar mengabaikan dirinya.
Padahal Kaizer mendengar bahwa saat ini Krystal sangat membutuhkan uang, tetapi gadis itu tidak sedikit pun berkeinginan untuk bertemu dan memohon padanya secara langsung di mana ia memiliki kesempatan untuk meminta padanya. Kaizer pasti akan langsung menyetujuinya, tetapi sepertinya hal itu tidak terbesit sedikit pun di dalam benak gadis itu. Hal itu membuat Kaizer benar-benar geram bukan kepalang sehingga ia memerintah Carlos untuk melakukan apa pun untuk membuat Krystal datang ke hadapannya.
Akhirnya Carlos terpaksa menghalangi Krystal untuk mendapatkan uang dengan cara mudah. Dengan begitu, ketika menemui jalan buntu, gadis itu pasti akan ingat bahwa ia memiliki tawaran yang lebih istimewa yang didapatkannya dari Kaizer.
“Saya rasa dia akan pergi ke tempat kerjanya yang lain, Tuan,” jawab Carlos dengan yakin.
Kaizer mengembuskan napasnya dengan kasar. “Sebenarnya gadis selemah itu bisa bekerja berapa banyak pekerjaan dalam satu hari?” gerutunya. Ia mulai tidak sabar menunggu kedatangan Krystal ke hadapannya.
“Nona Davies bekerja tiga pekerjaan dalam satu hari, Tuan. Pagi hingga siang dia biasanya bekerja di restoran pizza. Setelah itu ia bekerja sebagai cleaning service di Hotel Fairwest sampai sore, lalu ia akan lanjut bekerja sebagai waitress di Bar Underground sampai tengah malam,” terang Carlos atas hasil penyelidikannya terhadap Krystal.
Kaizer tertegun mendengar laporan asistennya itu. Ia tidak menyangka Krystal adalah gadis yang pantang menyerah dengan keadaan. Ia mulai merasa kagum dengan keteguhan gadis itu. Sudut bibirnya mengulas tipis. “Ternyata kelinci liarku itu sangat menarik. Dia melompat ke sana kemari tanpa lelah. Aku sudah tidak sabar menunggunya datang ke pangkuanku, Carlos,” ucapnya.
Carlos cukup terkejut melihat ketertarikan Kaizer terhadap Krystal. Ia tidak tahu apakah ketertarikan atasannya itu merupakan hal yang baik atau buruk terhadap gadis itu, mengingat Krystal adalah seorang manusia biasa yang tidak tahu bahwa bahaya besar akan mengelilinginya jika berhubungan dengan Kaizer Lanzo!
Ketika Carlos sibuk dengan pikirannya, tiba-tiba Kaizer beranjak dari kursi kebesarannya. “Ayo, Carl. Kita menunggu di Bar Underground saja,” titahnya sembari mengibaskan mantel panjangnya.
Carlos diam-diam menghela napas panjang. Ia bergegas mengikuti langkah cepat Kaizer. Ia tahu jika batas kesabaran atasannya itu mulai habis dalam menunggu Krystal. Ia berpikir jika badai besar akan segera menghampiri gadis itu malam ini.