"Dev, bangun." Ucap seorang perempuan meletakkan segelas s**u dan sepiring nasi goreng buatannya di atas meja.
"Siapa yang mengizinkan mu masuk ke kamar ku?" Ucap Devano yang terbangun dari tidurnya.
Laki laki itu turun dari tempat tidur memamerkan tubuh indah nan kekar yang ia miliki, Ica menatap pahatan indah sang maha kuasa yang sedang berdiri di hadapan nya, pilihan Ica untuk menjadikan Devano sebagai pendamping hidupnya memang benar-benar tepat, hidupnya akan sangat terberkati jika bisa memandang pemandangan seperti ini setiap harinya.
"Aku ini calon istri mu, tentu saja aku boleh masuk ke kamar ini kapan pun aku mau."
"Keluar." Ucap Devano tanpa memandang wajah Ica.
"Tidak mau!"
Ica menatap Devano penuh amarah, tidak bisa kah laki laki itu bertingkah lembut sekali saja dengannya? Kenapa Devano harus menjadi se-kasar ini, padahal dulu ia selalu pandai memperlakukan perempuan.
Sejak malam ia memberikan harga dirinya pada Devano, laki laki itu sama sekali tidak mempedulikan dirinya lagi, Devano terlalu sibuk dengan tim basket yang di pimpinnya selama di sekolah dulu, perhatian apapun yang didapatkannya dari perempuan manapun seolah tidak berefek apa-apa untuknya, dirinya berubah drastis menjadi sangat dingin bagaikan es batu.
"Kenapa kau meninggalkan ku setelah malam itu?" Ucap Ica dengan suara bergetar.
Sudah bertahun-tahun Ica memendam pertanyaan ini, satu-satunya alasan ia tidak mengutarakannya adalah rasa jijik nya terhadap dirinya sendiri. Devano benar-benar berhasil membuat dirinya percaya bahwa ia hanyalah perempuan murahan yang dapat di pakai oleh laki laki manapun hanya untuk satu malam.
Devano terdiam memendam amarahnya, pertanyaan Ica membuat dirinya kembali mengingat ekspresi penuh kesedihan yang di tunjukkan Kezia malam itu, bodoh nya saat itu ia merasa begitu lega karena Kezia dengan begitu besar hati memaafkan kesalahan yang seharusnya tidak perlu ia maafkan.
Seharusnya malam itu Kezia marah padanya, kalau perlu sekalian saja bunuh dia malam itu juga, dengan begitu Devano pasti tidak akan memendam perasaan bersalah yang membuatnya sangat menderita sampai saat ini.
"Saat itu aku masih muda dan belum tau apa-apa." Jawab Devano.
"Belum tau apa-apa? kau pikir aku tidak tau kau sudah tidur berkali-kali dengan Kezia?"
"Ya, seharusnya aku memang melakukan itu hanya dengannya. Kalau saja kau tidak menggodaku malam itu, aku tidak akan kehilangan Kezia."
"DIAM!"
Devano menatap wajah Ica yang merah padam dengan sebuah pisau di tangan kanan perempuan itu.
"Kalau kau terus menyebut nama Kezia di depanku, aku benar-benar akan mati!"
Ica mengarahkan pisau itu ke pergelangan tangannya, bukannya takut Devano hanya menatap Ica dengan tatapan datar, semenjak kepergian Kezia, Devano tidak mampu lagi merasakan perasaan apa-apa di hatinya selain penyesalan, amarah, dan kesedihan. Melihat orang yang menjadi alasan dari semua penderitaan yang ia rasakan selama ini ingin membunuh dirinya sendiri, tentu membuat Devano sedikit merasa lega.
"Mati saja." Ucap laki laki tak berperasaan itu sambil memakai kemeja nya.
"Sepertinya kau masih belum mengerti Ica. Aku tidak mencintaimu, dan tidak akan pernah. Kau masih belum sebanding dengan Kezia, bahkan jauh dibawahnya. Jadi hentikan ini semua dan kembali ke produser tua bangka kesayangan mu itu. Bilang padanya aku tidak menginginkan anaknya."
Devano berlalu meninggalkan Ica di dalam kamarnya tanpa menyentuh sarapan yang telah di siapkan oleh Ica penuh dengan cinta. Perempuan itu berteriak sekuat tenaga meluapkan seluruh amarahnya, membanting sarapan yang tadi di persiapkannya untuk Devano hingga berserakan di lantai.
Kenapa Devano seperti ini? Apa yang kurang darinya? Ratusan bahkan ribuan pria sangat menginginkan Ica dan ingin menjadikan perempuan itu sebagai pendamping hidupnya, tapi kenapa Devano tidak sama dengan mereka. Selalu saja Kezia yang ada di hatinya! Seharusnya Ica membunuh perempuan itu dari dulu kalau ternyata kepergiannya juga tidak mampu membuat Devano berhenti mencintainya.
Ica terlahir dari seorang perempuan cantik yang bahkan tidak di kenalnya, bayi kecil itu terpaksa tinggal di sebuah panti asuhan sejak dua hari setelah di lahirkan ke dunia, Ibu kandungnya membuang Ica yang nyatanya adalah anak hasil perzinahannya dengan teman sekelasnya, selama hidupnya hingga ia berusia sepuluh tahun, label 'anak haram' menempel di dirinya. Sebaik apapun prestasinya di sekolah tidak dapat membuat dirinya di sayangi dengan tulus oleh orang-orang.
Di usia 11 tahun, sepasang suami istri kaya raya yang tidak mampu memiliki anak mengadopsi Ica karena tertarik dengan segala prestasi yang diraihnya, waktu itu Ica percaya bahwa hidupnya akan berubah dan dipenuhi dengan kasih sayang, namun perkiraan nya salah, kedua suami istri itu hanya menyayangi Ica sampai mereka melahirkan seorang putra kandung milik mereka.
Setelah hari itu hidupnya di penuhi dengan tangisan dan pukulan yang di berikan oleh orang tua angkatnya. Sampai ia berusia lima belas tahun, Ica bertemu dengan Devano untuk pertama kali nya di sekolah.
"Kalau kamu sedih, kamu bisa cerita ke aku, aku akan selalu ada untuk kamu." Ucap Devano dengan lembut kala itu.
Devano adalah orang pertama yang berkata semanis itu padanya, kharisma yang di pancarkan oleh Devano juga bukan main-main, bahkan di hari pertama mereka bertemu, Ica langsung jatuh cinta dengan Devano dan perasaan itu tidak berubah hingga kini.
Namun betapa menyakitkan bagi Ica, saat ia tau Devano jatuh ke dalam pelukan seorang perempuan yang bernama Kezia Aprilla. Memang benar yang dikatakan bahwa hidup itu tidak adil, Kezia lahir di keluarga kaya yang sangat menyayanginya, walaupun hanya memiliki seorang ayah, Kezia mendapatkan kasih sayang yang begitu besar bahkan lebih dari cukup. Tidak seperti Ica yang di buang oleh ibu kandungnya sendiri.
Kezia juga cantik dan pintar, selama di sekolah peringkat satu selalu di perebutkan oleh dirinya dan Kezia, meskipun Ica lebih sering menjadi peringkat pertama di sekolah, ia tidak pernah mendapatkan pujian dari seorang ayah yang mengatakan bahwa dirinya bangga memiliki seorang anak yang pintar seperti Kezia.
Kezia sudah memiliki semuanya, kenapa sekarang satu-satunya sumber kebahagiaan yang Ica miliki harus di rebut juga? Kenapa harus Devano? Kan banyak laki laki lain yang menyukainya, lagi pula dirinya terlalu sempurna untuk seorang Devano yang terkenal play boy.
Bagi Ica, Devano hanya cocok dengan dirinya. Laki laki yang seperti Devano hanya bisa di puaskan olehnya, bukan Kezia.
Setelah berenang dan bersiap-siap, Devano berangkat ke kantor ibunya seperti biasa. Dengan mobil Mercedes Benz kesayangannya laki laki itu turun di parkiran khusus direktur di sebuah kantor bernama DJ Group. Ya Farah memutuskan untuk memberi nama perusahaannya itu dengan singkatan nama anak kesayangannya. Perusahaan yang berkecimpung dibidang kosmetik, fashion dan enterainment ini berjalan dengan sangat baik setelah Farah bercerai dengan Hans.
Devano Julio, Pria cerdas yang dingin dan kejam. Begitulah karyawan di kantor ini mengenalnya.
Walaupun memiliki citra yang buruk karena sikapnya, Devano dikenal sangat perfectionist terhadap pekerjaannya, Devano pasti akan selalu menyelesaikan pekerjaan miliknya dengan sempurna sebelum ia pulang ke rumah, laki laki itu tidak pernah membiarkan pekerjaannya menumpuk sedikitpun meski harus mengorbankan kondisi kesehatannya.
"Panggil Alvin ke ruangan saya." Ucap Devano pada sekretarisnya.
Peremuan itu mengangguk dan langsung menjalankan perintah dari sang direktur. Alvin adalah seorang pengawal pribadi dan bisa dibilang sebagai tangan kanan dari Devano, sama seperti bosnya, Alvin juga tidak pernah membiarkan pekerjaannya menumpuk dan selalu menyelesaikannya dengan sempurna. Hanya ada satu tugas yang di berikan Devano padanya yang tidak mampu di selesaikan oleh Alvin. Pencarian Kezia.
Bagaikan di telan bumi, perempuan itu menghilang tanpa jejak sedikitpun, bahkan ia telah menghabiskan banyak uang dan waktu untuk menemukan perempuan yang sangat di cintai oleh Devano tapi hasilnya tetap nihil, Kezia pasti bukanlah orang biasa yang bisa di temukan keberadaannya oleh Alvin dengan mudah, bahkan Alvin sempat berpikir kalau Kezia ikut masuk ke dalam sebuah keluarga mafia, tapi tidak mungkin, Devano bilang Kezia adalah orang yang sangat lembut dan baik, tidak mungkin ia berubah menjadi perempuan keji seperti mafia.
"Anda memanggil saya tuan?"
"Ya. Bagaimana?" Ucap Devano langsung ke poin pembicaraan.
"Maafkan saya tuan, saya belum mendapatkan informasi apapun mengenai nyonya Kezia."
"BODOH!!!" Amuk Devano.
"Aku sudah membayarmu mahal selama lima tahun ini! Tapi otak tidak berguna mu itu tidak pernah memberikan apapun untuk ku!"
Devano melemparkan besi yang menghiasi mejanya ke kepala Alvin dan membuatnya berdarah. Dengan perasaan penuh rasa bersalah Alvin langsung bersujud di hadapan Devano.
"Maafkan saya tuan, saya akan terus berusaha semaksimal mungkin."
"Tahun ini aku harus bertemu dengan Kezia. Kalau tidak" Ucapan Devano terhenti.
Laki laki itu berjalan ke arah Alvin lalu mencengkram kerah kemeja milik pengawalnya.
Tangan Devano yang kekar dengan mudah mengangkat tubuh Alvin ke udara.
"Aku akan membunuh mu dan seluruh keluargamu."
"Sekarang keluar!" Bentak Devano dengan penuh amarah. Alvin berlari terbirit-b***t dengan rasa takut yang teramat sangat.
Tatapan mata Devano saat mengancamnya benar-benar menyeramkan, tidak ada sedikitpun keraguan yang terpancar disana, mulai saat ini Alvin harus bisa menemukan Kezia, kalau tidak Devano pasti akan benar-benar membunuh dirinya dan keluarganya. Ia tidak bisa membiarkan anaknya yang bahkan belum lahir ke dunia, mati karena pekerjaannya yang tidak becus.
"Dimana kamu sayang." Ucap Devano dengan sepucuk surat berwarna biru langit di tangannya.
Sudah sepuluh tahun Devano menyimpan surat usang itu dengan baik. Setidaknya melihat tulisan tangan Kezia mampu meredakan emosinya sedikit. Devano bersandar ke kursi kebesarannya sambil memejamkan mata.
"Dev, kalau udah besar kamu mau jadi apa?" Ucap Kezia.
Perempuan itu dengan manja bersandar di d**a Devano.
"Aku tidak tau mau jadi apa. apa saja yang penting dapat uang."
"Kok gitu? Kezia gak mau loh kalau Devano jadi kriminal."
"Ya enggak kriminal juga lah Kezia sayang."
"Aku akan ngelakuin apa aja—"
"Kecuali jadi kriminal" Potong Kezia,
"Iya hahah, kecuali jadi kriminal, untuk penuhin semua kebutuhan kamu dan anak-anak kita nanti."
"Dih, geli deh Dev!" Sahut Kezia sambil tertawa geli.
"Dev, Kezia mau punya anak kembar. Cewe sama cowo. Yang cewe mirip Kezia, yang cowo mirip kamu."
"Kan capek ngerawat dua anak sekaligus." Ucap Devano.
"Kan ada kamu Dev, Kezia pasti gak akan capek kalau liat wajah ganteng pacarku ini." Ucap Kezia sambil mencubit kedua pipi Devano.
"Dev.." Ucap Kezia sambil menangis di depan rumah Devano.
"Kezia hamil."
"Kamu mau manfaatin aku?" Ucap Devano dengan kejamnya.
"Kalau kamu butuh pertanggungjawaban lebih baik kamu cari ayah kandung dari anak itu. Aku sudah sering berhadapan dengan perempuan sepertimu, pura-pura polos, nyatanya adalah seorang pelacur."
"Ya sudah, Kezia pergi ya Dev, jangan cari Kezia lagi. Karena Kezia gak akan maafin Devano."
"Kezia... Kezia.." Gumam Devano dalam tidurnya.
"Tuan." Ucap Fina. Sekretaris Devano.
"Jangan pergi!" Sahut Devano lalu terbangun dari tidurnya. Tangannya dengan cepat meraih kepalanya menahan rasa sakit disana.
"Saya tidak pergi kemana-mana tuan." Ucap Fina.
"Ada perlu apa kau kemari?"
"Sudah jam dua siang tuan, Mr. Park Bo-Gum akan sampai di Jakarta jam 3 sore nanti. Kalau tidak berangkat sekarang kita akan terlambat."
"Ah iya, Park Bo-Gum itu idol yang akan kita gunakan sebagai model jas keluaran terbaru ya?"
"Benar tuan."
"Oh, pantes mama mengharuskan ku ikut menjemputnya di bandara." Gumam Devano.
"Oke, siapkan mobil." Ucap Laki laki itu singkat.
Sesampainya di bandara Devano langsung berjalan memasuki ruangan tempat ia akan bertemu dengan Park Bo-Gum nanti. Pandangannya teralih saat ia melihat seorang anak perempuan yang sangat mirip dengan Kezia berjalan di luar sambil menangis.
Tanpa pikir panjang, Devano langsung berlari keluar untuk mengejar anak perempuan itu. Tangannya terulur dan menarik tangan Taylor dengan lembut.
Kezia?!
"Om siapa?" Ucap Taylor dengan bahasa prancis.
"Kamu kenapa menangis?" Ucap Devano dengan bahasa prancis juga, untung saja Devano fasih menggunakan lima bahasa, yaitu bahasa Indonesia, Inggris, Korea, Prancis, dan Mandarin.
"Huaaa!! Akhirnya ada yang bisa mengerti perkataan Taylor." Bahkan ekspresi anak ini saat menangis benar-benar mirip dengan Kezia.
"Mama kamu mana?" Ucap Devano.
"Kalau Taylor tau, Taylor gak akan nangis om."
Iya juga.
"Om bisa gak bantu Tay ketemu sama mommy?" Ucap Taylor. Devano mengangguk lalu mengusap air mata di wajah anaknya yang tidak ia ketahui itu dengan sapu tangan miliknya.
"Pegang ini, kamu bisa menyimpannya. Ayo ikut om, kita akan mencari mommy." Devano menuntun anak itu menuju information center di bandara ini, lalu duduk di sampingnya sembari menunggu kedatangan ibu Taylor.
Baru saja lima menit ia duduk bersama Taylor, dering telepon dari Fina berhasil mengganggu keasikan bapak dan anak itu.
"Tuan, maaf sebelumnya, tapi kami sedang berjalan menuju ruangan tempat tuan menunggu sebelumnya bersama dengan Mr. Park Bo-Gum." Ucap Fina dari seberang telepon.
"Baik." Ucap Devano, dengan berat hati ia harus meninggalkan Taylor di sana bersama dengan Receptionist.
"Jaga anak ini dengan baik sampai ibunya datang, kalau terjadi apa-apa dengannya, aku akan membuatmu kehilangan pekerjaanmu." Ucap Devano sambil melihat papan nama receptionist yang sedang bertugas disana.
"Angel. Aku akan mengingat namamu ini."
"Ini kartu namaku, kirimkan aku foto jika anak ini sudah bertemu dengan ibunya sebagai bukti, maka pekerjaan mu akan aman, dan aku juga akan memberikan imbalan yang setimpal untukmu." Ucap Devano, Perempuan itu mengangguk patuh mau tidak mau, aura diktator Devano terlalu mengintimidasinya, bagaimana bisa ia bertemu dengan orang semenyeramkan ini?
"Terima kasih om baik. Tay akan cerita tentang om ke mommy." Ucap Taylor, baru kali ini dia merasa aman bersama dengan orang lain selain Kezia.