Lima menit pertama aku duduk di kedai kopi kelas atas di daerah jetset, aku merasa sangat bersemangat. Aku bahkan dengan asal meminta kopi paling digemari di kedai itu pada pelayan.
Sepuluh menit di situ, aku merasa sangat menyesal menerima cangkir putih mungil berisi kopi hitam pekat yang rasanya membuatku terkejut. Aku mengompromi jamu, tapi nggak dengan secangkir kopi yang harganya nggak masuk akal. Apa yang pengunjung kedai pikirkan saat mereka memesan kopi buruk ini?
Setengah jam kemudian, aku tahu segala risetku berakhir kegagalan. Nggak ada om-om yang melirikku sekalipun pengunjung di sini didominasi mereka yang berusia tiga puluhan maupun anak muda berwajah kebapakan. Mungkin aku harus menyarankan Kirman memberikan make up seksi dibanding natural ala Korea. Sekedar catatan dari perburuan ini, make up natural nggak cocok untukku.
Aku masih bertahan di kedai itu karena menyayangkan isi dalam cangkir dan masih berharap ada potensi seorang om-om datang mengajak kenalan. Sebelum kesempatan itu datang, hapeku berdering dengan nama Kirman di layar.
“Halo,” sapaku nggak bersemangat.
“Hai, apa kabar di sana?” tanyanya dari seberang sana.
“Buruk.” Aku menyisir suasana kedai. Makin sore makin ramai diisi pengunjung berbusana kantoran.
“Gue rasa lo salah tempat perburuan.”
“Harusnya gue ke klab elit?” aku tahu memilih kedai kopi nggak setokcer menyambangi klab malam. Hanya saja, nuraniku belum segila itu untuk menjejakan kaki ke sana. Imanku setipis kemampuan Aura mengontrol keuangan dan aku tahu aku akan dengan mudah penasaran pada hal yang lebih terlarang dari sekedar ingin punya sugar daddy.
“Gue bisa bantu lo mencari tempat perburuan. Sekarang lo pulang saja. Ada sesuatu yang mau Aura bicarakan?”
“Dia mau pinjam uang lagi setelah meminjam kartu kredit gue sampai over limit? Sampaikan ke Aura, nggak akan.”
Aku mendengar suara Aura yang mengumpat saat Kirman menyampaikan pesanku. Terdapat beberapa percakapan di antara mereka dan aku menunggu dengan tenang sambil menyeruput kopi sambil mengernyit. Kopi ini buruk buat seleraku.
“Aura bilang hal lain jadi, dia minta lo segera pulang,” kata Kirman setelah beberapa menit berlalu dengan suara cekcok mulut mereka. Tampaknya Kirman baru tahu Aura menggesek kartu kreditku dan Aura nggak terima dituduh memanfaatkan teman oleh Kirman. Mereka memang bertengkar dan mereka selalu bertengkar sepanjang mereka kenal. Aku nggak khawatir sama sekali.
“Oke, gue balik sekarang. Omong-omong, Man, gue butuh sesuatu yang manis banget dan gue menolak kopi,” kataku.
“Gue rasa ada kaitannya dengan minuman di sana,” tebaknya. “Ok, gue akan siapkan minuman penambah diabetes buat lo. Perlu camilan manis juga?”
“Gue setuju martabak telur dengan ekstra acar. Gue suka cabe rawit yang banyak juga.”
“Pesanan lo akan siap saat lo datang. Hati-hati di jalan.”
“Sip.” Aku mematikan panggilan itu dan memandangi layar yang menggelap. Kemudian untuk terakhir kali aku menyisir suasana kedai, sekedar memastikan memang perburuanku nggak menghasilkan seorang pun om-om ingin mengasuhku jadi sugar baby.
Sudah cukup. Aku memang gagal hari ini. Sebaiknya aku pulang.
^^^
“Kenapa lama?” Aura menyerbu dengan suara keras dan nggak sabaran.
“Macet Jakarta. Jakarta macet.” Aku diam sejenak dan berpikir dua-duanya sepaket. “Gue rasa Jakarta dan macet menikah.”
“Gue akan setia menunggu Jakarta dan macet bercerai,” timpal Kirman sambil menutup pintu salon dan membalik papan bertuliskan BUKA menjadi TUTUP.
“Semua warga Jakarta mengharapkan yang sama.” Aku suka candaan ini.
“Helo, boleh gue yang bicara di sini?” Aura mengibaskan tangan padaku dan Kirman yang bergabung duduk bersamanya di sofa macan tutul.
“Ya, lo pegang kuasa. Ada kabar apa?” Aku berbicara sambil mencomot martabak telur.
“Kabar buruk,” balas Aura tegang.
Aku melirik Kirman yang langsung mengelak, “Dia berkeras nggak mau cerita sebelum lo datang. Gue sama nggak tahu.”
Dengan satu tangan memegang martabak dan wajah kebingungan, aku bertanya, “Ada apa?”
“Mamanya Raffi menyebarkan kabar kalau Raffi sedang pacaran sama teman sekantornya dan berencana menikah. Semua warga kompleks Kemuning tahunya lo dan Raffi berpacaran terus mulai beredar gosip lo diputusin Raffi karena lo itu banyak mintanya ke Raffi dan ada yang bilang lo itu numpang hidup ke Raffi makanya mamanya Raffi nggak pernah setuju sama hubungan kalian dan sebagai anak yang patuh sama orang tua Raffi memutuskan pisah dari lo,” kata Aura dengan kecepatan super.
“Wow.” Kirman berdesis dengan wajah terpanah.
“Terima kasih,” kata Aura bangga, lalu beralih kepadaku. “Jadi, gimana?”
“Lo tahu dari mana?” aku meletakan kembali potongan martabak. Kabar Aura sukses melenyapkan keinginanku makan.
“Nyokap gue pas tadi pagi ke warung sayur. Dia dengar dari Mamake dan ibu-ibu lain.”
Kami mengenal Mamake terlalu baik, si pedagang sayur paling gosip seantero kompleks. Jika sampai ke Mamake, versi sayur asam pun bisa berubah sayur lodeh dengan tambahan rendang daging.
“Setelah ini gue nggak akan terkejut kalau mendapat karangan bunga berduka cita,” kataku sarkas.
“Sebaiknya nggak lo tanggapi dan fokus saja ke perburuan lo. Gosip itu akan mereda sendiri. kalau mau bertambah parah, mereka nggak akan sukses karena lo nggak membalas,” komentar Kirman.
“Gue harap begitu, tapi nyokap gue?”
“Sebenarnya...” Aura melemparkan senyum bersimpati. “Nyokap lo belanja bareng nyokap gue dan dia pasti ikut mendengar kabar itu.”
“Bravo!” Aku bertepuk tangan sekali. “Apa niat mamanya Raffi? Membuat gue tampak menyedihkan?”
“Dia bilang dia nggak enak karena lo pasti masih mencintai anaknya, tapi Raffi harus memilih perempuan yang lebih baik,” kata Aura.
“Gue akan membeli jasa santet online,” kataku penuh ancaman.
Kirman memegang kedua bahuku dan memutar badanku menghadapnya. “Milla fokus. Yang lo butuhkan sekarang bukannya mendukung omongan mereka lewat aksi kekanakan. Lo rasional, dewasa, dan cerdas. Cewek cerdas nggak melawan cuitan t***l itu dengan mulutnya. Lo harus menampar balik lewat tindakan.”
“Tindakan apa?!” raungku frustasi.
“Lo sudah memasukannya dalam rencana lo,” kata Kirman percaya diri.
Aku menatapnya seperti melihat orang dungu. “Maksud lo sugar daddy? Lo mau gue menjadi santapan predator gosip kompleks ini?” Aku bertanya dalam suara penuh kesangsian.
“Lo akan menunjukan ke mereka betapa istimewanya lo dan lo buktikan siapa yang kalah di sini,” provokasi Kirman.
“Dan mereka akan membenarkan tuduhan gue numpang hidup ke Raffi,” sahutku.
“Ketika lo terlalu kaya dan berada di luar kemampuan mereka, lo akan tetap menang. Lo jadi yang terkaya di kompleks ini dan Aura bisa bantu membenarkan gosip ke jalur yang menguntungkan.”
“Gue?” Aura menunjuk dirinya sendiri kebingungan. “Gue ngapain?”
“Aura akan membuat topik baru untuk predator dengan banyak perubahan,” kata Kirman misterius.
Oke, sugar daddy, kamu benar-benar harus sangat bersiap diri. Aku punya dukungan penuh dua sahabatku dan kamu akan takluk. Segera.