“Tentu saja. Bukankah itu kesepakatan kita tadi?” Sambil tersenyum miring, Frank kembali ke ruangan. Kara berkedip-kedip mengulas kebodohannya. Ia mengira jabatannya hanya sekretaris karena Frank tidak meminta layanan ranjang lagi. Namun ternyata, ia masih harus memberikan pelayanan yang lain. “Astaga, aku ini pahlawannya. Kenapa dia masih tega menindasku?” desah Kara tak berdaya. Namun, setelah mengembuskan napas cepat, ia mengerutkan bibir dan mengangguk. “Tapi tidak apa-apa. Gajiku naik dua kali lipat. Kesejahteraan si Kembar bisa terjamin sekarang.” Ia mengepalkan tangan dan menyentaknya ke udara. “Ya, aku harus bekerja lebih giat.” Saat jam kerja usai, Kara mengikuti Frank pulang. Bulu kuduknya meremang ketika melihat ranjang sang CEO. Diam-diam, ia bersyukur karena pria itu t

