“Jadi, gimana ceritanya kamu bisa berakhir dengan si Kunyuk itu?” celetuk Alfaraz pada Thalia saat jam kerja. Matanya tetap fokus pada layar komputernya. “Kunyuk?” Thalia mengangkat kepala. “Siapa itu, Pak?” “Si Costa.” “Kok, kunyuk, sih, Pak? Dia pacar saya, lho!” Thalia merengut kesal. Ia sudah mengira Alfaraz akan bertanya. Mereka tidak bertemubeberapa hari karena bosnya terlibat proyek di luar kota. Al mengabaikan gerutuan Thalia. “Pacar yang ke berapa?” “Tujuh belas.” “Allahu akbar, Athalia!” Al menganga. Ia tak menyangka, deretan pacar drafter-nya bisa sebanyak itu. “Coba kamu tambahin lima lagi, lalu cari pelatih, kamu sudah bisa bikin dua kesebelasan sepak bola.” Thalia memutar bola matanya. Bila dibandingkan dengan rekor Alfaraz dalam berpacaran, tentu saja ia menang telak

