Malam itu, Luzia kembali mengalami penderitaan. Rysh belum juga kembali dan Lunax pergi entah kemana. Hawa dari dalam tubuh Luzia begitu panas namun kulitnya begitu dingin, rasa sesak dan birahinya sudah melonjak tajam. Musim tern kali ini memang membunuhnya, ia menyesal karena gegabah mengambil waktu dan tidak memperhitungkan datangnya musim terkutuk itu. Luzia tak bisa berpikir jernih, yang ada di otaknya hanya kepuasan dan pelepasan. Entah sampai kapan Rysh akan memasungnya, entah bagaimana dia melewati musim ini dengan tenang dan nyaman. "Aku ingin pulang!" ujarnya kesal, ia masih berusaha membebaskan diri, ia memberontak dan menggigit bibirnya kuat. Pasungan pada tubuhnya tak mudah dilepas, kunci juga pasti hanya ada di tangan Rysh. Gadis itu menggerakan kakinya, ia menendang g

