Jomblo permanen

1070 Kata
Keesokan paginya Agni dan Kirana langsung kembali ke Jakarta. Pulau yang terkenal dengan beragam keindahannya, telah menyisakan kenangan buruk bagi Kirana.   Hari masih siang saat keduanya tiba di Jakarta. Menaiki mobil yang di jemput langsung oleh Jaka, Kirana dan Agni masih saja diam.   “Apa ada yang terjadi di antara kalian berdua, sampai harus saling diam seperti ini?” tanya Jaka curiga.   “Jangan bicara sembarangan. Kami hanya capek sekali, dan langsung menghadiri meeting dengan perusahaan Prisma.” sangkal Agni yang tak ingin semua orang mengetahui apa yang sudah di alami oleh Kirana.   Tepat di depan lobi kantor, Jaka menurunkan Agni dan Kirana yang sudah di sambut oleh Bima. Tanpa berpikir panjang, Kirana langsung berlari dan memeluk Bima setelah turun dari mobil. Agni yang masih di dalam mobil bersama Jaka pun hanya mampu memandang ke arah luar.   Jaka melihat ke arah Agni yang tak berkedip melihat sekretarisnya tengah berpelukan dengan lelaki lain pun langsung menutup kembali pintunya dan membawa lelaki patah hati itu menjauhi dua orang yang tengah melepas rindu.   “Katakan sejujurnya, ada kejadian apa di Bali?” tanya Jaka menuntut jawaban.   “Mr. Smit main-main sama obat penemuannya. Dan…”   “Kalian yang kena?” potong Jaka geram yang hanya di angguki oleh Agni. “Berapa kali gue wanti-wanti buat lebih siaga lagi sama Mr. Smit? Lu berdua bandel amat sih? Terus gimana sekarang? Suasana kerja pasti canggung sekali.” imbuh Jaka.   “Bukan itu yang buat Kirana seperti ini.”   “Terus?”   “Kemarin ada kejadian yang tak terduga menimpa Kirana. Aku tak berani menanyainya, karena saat aku bertemu dia. Bajunya compang-camping seperti orang habis di perkosa,” jelas Agni tertunduk.   “Gila! Ke mana lu gak jagain dia? Sekarang gue tanya sama elu. Lu pakek dia saat kena obat laknat itu?”   Agni mengangguk. “Tapi dia masih bisa berkomunikasi seperti biasa. Bahkan dia bilang ini kesalahan dan gak perlu di bahas lebih lagi. Satu-satu kejadian yang membuatnya seperti orang linglung ya yang gue ceritain tadi,” Agni merasa sudah gagal menjaga wanita itu.   “Sudah lah, sekarang kita kembali ke kantor. Biar gue yang tanya ke Kirana pelan-pelan,” Jaka menengahi masalah yang terjadi di antara bos dan sekretaris itu.   Saat tiba di kantor, Agni dan Jaka sudah tak mendapati dua orang yang berpelukan tadi. Dengan santainya Agni menaiki tangga ke lantai delapan, entah apa maksudnya. Membuat Jaka kelelahan? Sudahlah tak tau lagi apa yang sudah di lakukan oleh Agni. Suka sekali menyiksa bawahannya.   “Sudah cukup kau mengajakku ke GYM sepulang kerja, jangan sekali lagi kau bawa aku menaiki tangga kantormu lagi! Lihat konde yang ada di betis ku, sungguh kau ingin membuat ku jomblo seumur hidup!!” geram Jaka dengan napas yang masih tersengal-sengal.   “Baru delapan lantai saja kau sudah menyerah? Pantas kau itu jomblo permanen. Kamu tau bray, ngejar cewek itu jauh lebih berat dari pada naik ke lantai delapan lewat tangga darurat macam ini,” ucap Agni yang di sambut dengan tatapan jengah oleh Jaka.   “Dari mana kau tau mengejar cewek itu jauh lebih susah, hah! Buktikan omongan mu, menyentuh wanita saja kau tak berani,” ledek Jaka.   Agni menghentikan langkahnya dan berbalik ke menatap sahabat sekaligus sekretarisnya. “Jangan lupa, wanita tercantik di kantor ini, Kirana. Aku yang dapetin perawannya,” senyum kemenangan di tunjukkan oleh Agni setelah mengucapkan hal itu.   Sedangkan Jaka hanya diam menatap Agni yang berjalan meninggalkannya tak percaya.   “Akhirnya lo ngelepas perjaka elo sama perawan,” gumam Jaka yang hanya di dengarnya sendiri.   Tepat di depan pintu ruangannya, Agni di sambut oleh Kirana yang sudah berganti pakaian. Di tambah lagi sudah segar dengan riasan yang baru saja di tambahkan oleh sang sekretaris itu. Agni tersenyum melihat senyum Kirana yang sudah mulai terlihat. Tidak seperti tadi saat dia meninggalkan Bali.   Agni masuk ke dalam ruangannya dan langsung masuk ke dalam ruang pribadinya. Agni yang tengah membersihkan diri, Kirana sibuk mencari baju yang akan di kenakan oleh sang bos dengan segala aksesorisnya.   Baju kaos hitam di padu dengan jas berwarna merah maroon menambah ke seksian Agni dalam berbusana. Celana jins dan sepatu santai yang di siapkan oleh Kirana, memperlihatkan kesegaran seorang Agni, meski baru saja sampai dari perjalanan bisnisnya.   Agni menggandengan wanita yang mengenakan baju kemeja satin berwarna hitam dengan celana di atas mata kaki, menuju ruang meeting. Sekretaris yang juga terlihat lebih segar itu menemani bos nya menemui klien dari perusahaan Prisma.   “Selamat siang bapak Johan, maaf sudah menunggu lama.” ucap Agni basa basi.   “Oh tidak, kami baru saja duduk. Kami yang seharusnya meminta maaf kepada bapak Agni, sudah mengadakan rapat dadakan seperti ini.” ucap Johan, perwakilan dari perusahaan Prisma.   Hampir dua jam rapat pun baru berakhir. Sedangkan Kirana yang terlihat kelelahan itu sudah terlelap di kursinya. Bukannya marah, Agni melarang siapa pun untuk membangunkan Kirana yang tertidur dengan lelapnya.   “Biarkan dia tidur di sini dulu,” ucap Agni berpesan pada Jaka yang menggantikan Kirana di tengah jalannya rapat.   Agni mengantarkan Johan sampai di pintu lobi, sebagai bentuk rasa hormatnya pada perusahaan yang bekerja sama dengan perusahaannya.   “terima kasih atas semua yang sudah menyetujui usulan dari perusahaan kami di titik akhir akan di lakukan pelaksanaan,”   “Tidak apa-apa, selama proyek itu masih belum di kerjakan. Masih ada waktu untuk membenahinya,” jawab Agni sopan.   Setelah memastikan tamu agung itu meninggalkan kantornya, Agni segera bergegas ke ruang meeting untuk menemui Kirana yang tengah tertidur pulas.   “Kamu masih ada di sini?” Tanya Agni saat melihat Jaka masih menunggui wanita tidur dengan memainkan ponselnya.   “Lo mau gue ninggalin cewek tidur sendirian? Bisa di perkosa hantu penunggu gedung ini dia entar,” jawab Jaka mencari alasan.   “Alesan! Sudah, biar saya pindahkan dia ke ruang pribadiku,” ucap Agni seraya mengangkat tubuh ramping sekretarisnya.   “Dari cara menggendong lo, sepertinya ini bukan yang pertama kalinya, ya?” goda Jaka.   “Hmm, ini sudah yang kesekian kalinya aku mengangkat babi kecil ini,” jawab Agni dengan wajah malasnya.   “Baiklah gue mau lanjutin kerjaan gue. Nitip anak orang, jangan lu embat lagi ini anak,” Jaka meninggalkan Agni yang berjalan menuju lift ke lantai paling atas di gedung ini.   Di dalam ruang pribadinya, Agni menidurkan Kirana di ranjang empuk miliknya. Karena juga merassa sangat capek, Agni ikut merebahkan diri di samping Kirana.   Tak butuh waktu lama untuk mengarungi mimpi yang tak bisa di pinta. Agni dan Kirana sudah seperti seorang bayi yang tengah kelelahan bermain. Memeluk bantal guling yang sudah tersedia di sana, Agni jauh lebih terlelap dari pada Kirana.   Satu jam sudah, Kirana tidur di kasur empuk milik bos nya. Kirana melihat atasannya itu tidur dengan memeluk guling. Merasa kasihan, Kirana berniat untuk mencarikan makanan untuk Agni.   Berjalan menyusuri lorong kantor menuju kantin yang bergaya cafe di lantai paling dasar. Kirana mendengar kasuk-kusuk tentang dirinya dengan Agni. Bukannya tak berani menyangkal, atau membalas omongan mereka. Tetapi Kirana merasa hal itu sangat sia-sia dan menguras tenaganya.   Kirana memilih berlalu dan tak menanggapi gosip yang tengah beredar di kalangan para pegawai tentang dirinya.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN