Kamis, 18 Januari 2007
Sinar mentari pagi menembus kanopi dedaunan hutan. Terus masuk menuju rusuk hutan. Cahaya itu berjuang mencapai dasar hutan. Menerpa kabut tipis yang menyebar, di antara tiang-tiang kanopi hutan. Mencipta pendaran tombak-tombak cahaya. Di antara tiang-tiang kanopi hutan. Juga di antara pendaran tombak-tombak cahaya, tampak dua orang sedang melangkah perlahan. Masing-masing di tangan mereka menggenggam sebatang tombak bambu.
Mata-mata cekung itu menatap tajam. Mengawasi tiap jengkal hutan. Itu wilayah hutan heterogen yang rapat dan lebat. Bermacam-macam jenis pohon besar tumbuh rapat di sana. Selain semak belukar dan tumbuhan rambat.
Berulang kali sosok pemuda itu mengayunkan goloknya. Karena di tiap beberapa meter, ia sibuk membikin tanda-tanda “>” semacam mata panah, di batang pohon yang baru saja dilewati. Dia juga menebas atau membuat patahan semak belukar yang menonjol di rute lintasan. Di area sebelah kanan itu adalah sebuah lereng. Merupakan tepian sungai pegunungan. Sungai itu tampak kerontang. Hanya bebatuan berserak yang diselimuti lumut hijau.
“Kita cari ke mana?” tanya laki-laki yang lebih tua. Sambil mengekori langkah pemuda di depannya.
“Ke genangan air,” jawab pemuda itu tanpa menoleh.
“Lha? Kita mau cari hewan, apa air?” tanya yang lebih tua bingung.
“Mereka juga kan seperti kita. Butuh air untuk minum. Jadi pasti selalu mendekati sumber air,” jawab pemuda itu serius. Mereka tak lain Alang dan Sam. Ini merupakan rute terjauh penjelajahan mereka. Mereka sedang mencari lokasi yang pas untuk pemasangan perangkap jerat. Mencari lokasi-lokasi yang paling memungkinkan di lintasi oleh hewan-hewan liar.
Di sela-sela bebatuan, tampak genangan-genangan air yang hampir kering. Dengan saksama Alang memerhatikan. Mendadak raut mukanya berubah cerah. Sam hanya memandangi perubahan wajah rekannya itu.
“Kita pasang di sini,” ucapnya setengah berbisik.
“Di sini?” ulang Sam pelan memastikan. Alang mengangguk. Sam menurunkan tas. Mengeluarkan bilah-bilah bambu dan gulungan kabel. Alang mengambil bambu seukuran galah pancing.
“Coba Abang perhatikan!” Alang menunjuk tanah basah di sekitar genangan itu. Sam mendekat, ikut mengamati.
“Terus?” tanya Sam merasa tak menemukan apa-apa. Masih bingung.
“Apa yang Abang lihat?” Alang balik tanya. Sam mengulangi usahanya. Mencoba memerhatikan sekali lagi. Lebih cermat ke tanah di sekeliling genangan. Di tanah basah mirip lumpur itu tampak sebentuk garis-garis kecil. Acak tapi berbentuk cabang jari. Tiga jari ke depan dan pendek kecil di belakang. Bola mata Sam tampak membesar. Perlahan wajahnya berubah cerah. Ia mulai paham.
“Ini jejak burung?!” tanya Sam memastikan.
“Entahlah. Sepertinya unggas. Bisa juga ayam hutan.”
“Ayam?” ulang Sam dengan mata berbinar. Alang mengangguk. Wajah Sam makin cerah. Otaknya bergegas melukis wujud seekor ayam gemuk berdaging. Jika benar, makan ayam bakar bakal jadi kenyataan.
“Jangan menyentuh atau mengubah benda-benda di sekitar sini, Bang.” Alang berpesan. Dahi Sam berkerut mendengarnya
“Kenapa memangnya?” tanya Sam meringis.
“Bau kita akan tertinggal, dan mereka akan menghindar. Bahkan enggan melintasi area ini,” jelas Alang. Sam melongo mendengarnya.
Alang mencari celah. Semacam lorong atau akses menuju ke sumber genangan. Lalu menancapkan galah bambu ke tanah. Kemudian ujung bambu diikat dengan kabel utuh tanpa sambungan. Diikat pas di tonjolan ruas bambu, agar ikatan tak lepas saat ditarik atau dibebani. Alang menarik kabel hingga galah bambu pegas (BP) melengkung. Ada daya pegas yang tertahan. Saat dirasa sudah pas ukurannya, kabel itu ia tandai. Selanjutnya Alang mengikatkan potongan bilah bambu ukuran sepuluh centimeter di kabel yang ia tandai tadi. Bilah itu jadi tuas jerat yang disebut tuas vertikal (TV). Selanjutnya, ia menancapkan batang bambu lagi. Dibuat melengkung—seperti huruf “U” terbalik—kedua ujungnya menancap ke tanah. Ditengah bambu lengkung (BL) itu dipasang bilah bambu secara horizontal sebagai tuas horizontal (TH). Tuas ini harus melebihi bambu lengkung. Dipasang tanpa ikatan dari arah belakang. Pas tepat menggantung di tengah-tengah bambu lengkung.
Dari celah lengkung bagian dalam dipasang tuas vertikal tadi. Tuas vertikal akan menahan serta menekan tuas horizontal ke bambu lengkung. Kedua tuas ini akan saling menahan satu sama lain. Alang menarik kabel yang terpasang di tiang bambu pegas. Lalu mengukur kabel yang akan dibuatnya sebagai simpul hidup (lasso) di bagian ujung kabel. Sifat simpul ini akan semakin menjerat dan mengunci jika ada daya tarik. Lingkar simpul lasso dibuat tak terlalu lebar atau kecil. Disesuaikan tak melebihi bambu lengkung yang menancap di tanah. Simpul lasso diletakkan melingkar di atas bilah-bilah bambu yang disusun di atas tuas horizontal. Layaknya teras panggung.
“Sekarang kita coba!” Alang menyudahi pekerjaannya. Nyaris tanpa kedip Sam memerhatikan. Merasa penasaran dengan mekanisme perangkap jerat itu. Alang menarik kabel di bambu pegas, menahannya sebentar. Lalu memasang tuas horizontal dan menahannya dengan tuas vertikal di bambu lengkung. Dengan begitu ia tak lagi menahan daya pegas di batang bambu. Daya pegas bambu sudah tertahan oleh kedua tuas. Kondisi kabel tampak tegang. Dengan perlahan dan hati-hati, Alang membuka simpul lasso, dan menyesuaikannya dengan lingkar bambu lengkung. Meletakkan simpul lasso ke atas bilah-bilah bambu, yang dibuat sebagai lantai perangkap. Alang mengambil potongan dahan pendek yang ada di sekitar situ.
“Perhatikan!” ujarnya serius. Tanpa berkedip Sam melihat ke bambu lengkung. Dengan potongan dahan, perlahan Alang menyentuh bambu lantai perangkap yang di kelilingi lingkaran simpul lasso.
Jebret!
Seketika batang bambu pegas menjadi lurus. Potongan dahan otomatis tersentak, tercekik dan terjerat simpul lasso dengan cepat. Dahan itu terjepit di bambu lengkung. Bisa dibayangkan jika itu kaki seekor ayam atau hewan seukurannya yang terjerat. Dia akan terjerat dan tak akan bisa lari ke mana-mana.
“Wow! Canggih!” seru Sam takjub. Melihat cara kerja perangkap sederhana itu. Matanya berbinar cerah. Bayangan makan ayam bakar, makin kuat terlukis diimajinasinya. Ternyata jika lantai bilah bambu dalam lingkaran lasso terbebani, tuas horizontal akan turun, otomatis kunci tuas vertikal akan terlepas, dan bambu pegas seketika jadi lurus. Kabel tegang yang menyimpan daya pegas bambu, akan menarik simpul lasso. Simpul itu akan menarik dan menjerat apa pun yang menginjak lantai bambu dalam lingkaran lasso.
Setelah memasang kembali unit perangkap itu, Alang menyusun semacam halangan di kedua sisi kiri dan kanan perangkap. Seperti pagar yang akan mengarahkan korbannya ke mulut perangkap. Sehingga mulut bambu lengkung, yang merupakan lubang perangkap, seakan jadi satu-satunya akses menuju ke genangan air. Usai itu, mereka kembali menjelajah. Mencari lokasi-lokasi yang semacam, untuk memasang dua perangkap lagi.
Ketika semuanya selesai mereka berbalik arah. Tapi tak langsung menuju ke bangkai pesawat. Melainkan berbelok ke kanan, ke arah tanjakan menuju utara. Mereka ingin menjelajahi kawasan itu.