Bab 11. Sakit

1118 Kata
Malam ini Alleta disibukkan dengan menonton drama China favoritnya. Gadis itu tengah duduk di ruang keluarga dengan beberapa toples camilan yang sengaja dia siapkan, jangan lupakan secangkir cokelat panas yang sengaja Alleta buat. Manik mata gadis itu memandang berbinar ke arah televisi. Alleta bahkan berulang kali tersenyum bodoh saat televisi itu menayangkan adegan romantis yang membuat Alleta meggigit boneka beruang raksasa miliknya. "OMG HE'S SO HOT!" pekik Alleta tertahan, mulut gadis itu menganga dengan air liur yang menetes. Drama yang menceritakan kehidupan kerajaan itu memang selalu berhasil mencuri perhatian Alleta. Gadis itu bahkan rela menanggalkan tugas kuliahnya hanya demi menonton drama bergenre kerajaan favorit dirinya. Alleta menahan napas saat kedua tokoh utama akan berciuman. Dia bahkan memajukan tubuhnya dengan mata melotot menantikan adegan favoritnya. Untuk sesaat raut wajah Alleta berubah, gadis itu berlari terbirit-b***t ke kamar mandi yang ada di dekat ruang keluarga. Alleta meninggalkan adegan ciuman yang sedari tadi dia nantikan.. "Kencing sialan, enggak tau gua mau nonton adegan kissing apa," keluh Alleta sembari menutup pintu kamar mandi. Dengan wajah kesal gadis itu berjalan kembali ke ruang keluarga, tetapi sialnya drama favorit Alleta itu baru saja selesai. Alleta memberengut lantas menghentakkan kaki dengan kesal di lantai. Dia melempar tubuhnya pada sofa, meremas kuat boneka yang ukurannya lebih besar dari dirinya. "Argh ... sialan banget! Padahal gua udah nungguin dari seminggu lalu," decak Alleta. Gadis itu menyandarkan tubuh pada sofa, dia sempat melirik jam yang berada di atas televisi. Memejamkan mata sejenak sebelum akhirnya bangkit dari duduknya dan merapikan kekacauan yang dia buat di ruang keluarga. Alleta merapikan toples-toples camilan miliknya, mematikan televisi, dan merapikan bantal-bantal yang berserakan karena ulahnya. Alleta memandang setiap sudut ruangan, dia tersenyum puas saat ruang keluarga sudah kembali bersih. Gadis itu menepuk kedua tangannya membiarkan boneka miliknya berada di sofa. Alleta kembali ke kamar dengan wajah mengantuk, sungguh dia baru sadar jika ini sudah pukul 00.00 Waktu Indonesia Barat. Dengan perlahan Alleta membuka pintu kamar. Manik mata gadis itu melihat Abi yang tengah tertidur membelakangi pintu dengan selimut yang membungkus tubuhnya. Alleta mengerutkan kening, tak biasanya suaminya itu akan tidur lebih awal seperti ini. Biasanya Abi akan tidur pada pukul 01.00 dini hari. Alleta menutup pintu dengan perlahan. Langkahnya dengan hati-hati mendekati ranjang. Dia tak mau menganggu tidur Abi, Alleta rasa Abi cukup kelelahan karena dirinya yang baru saja kembali dari luar kota dan sore tadi Abi langsung mengantarkan dirinya untuk mengambil barang-barang milik sang istri di rumah Vera. "Ssh ... dingin," desis Abi dengan mata terpejam dan kening berkerut. Semakin dekat Alleta justru semakin mendengar suara Abi yang menggigil mengatakan dingin. Alleta yang mendengar itu sontak saja melihat ke arah air conditioner yang tidak menyala. Kening gadis itu berkerut, buru-buru Alleta menghampiri Abi. Dia mendudukkan bokongnya pada sisi ranjang dapat Alleta lihat wajah pucat Abi dengan bibir bergetar. Alleta meletakkan telapak tangannya pada kening Abi, kening gadis itu berkerut saat merasakan suhu tubuh Abi sangat panas. Dia menggigit bibir bawahnya khawatir, selama ini dirinya tak pernah merawat orang sakit. Alleta mencondongkan tubuhnya mendekati telinga Abi, gadis itu bahkan menepuk pelan pipi Abi. "Kak, Kakak demam. Kita ke rumah sakit, ya?" bisik Alleta. Abi menggeleng. "Saya enggak mau." Balasan dengan nada lemas dan lirih itu membuat Alleta menghela napas kasar. Gadis itu bangkit dari duduknya dan berjalan mendekati meja rias. Alleta mengambil ponsel miliknya lantas mendial nomor Risya untuk menanyakan mengenai penanganan Abi. Alleta berharap ibu mertuanya itu masih belum tertidur dengan pulas. Pada dering pertama, telepon Alleta tak diangkat. Begitupun dengan dering kedua dan ketiga hingga pada dering keempat barulah Risya mengangkat panggilan dari Alleta. Gadis itu mengembuskan napas lega saat mendengar suara Risya. "Hallo, Ma. Maaf aku ganggu Mama tengah malem. Kak Abi sakit, Ma. Aku ajak ke rumah sakit enggak mau. Aku bingung harus apa," ungkap Alleta. "Kamu kompres aja, ya. Mama bakal nelepon dokter keluarga buat ke rumah kalian. Abi emang kalau sakit enggak mau ke rumah sakit. Maaf anak Mama repotin kamu, ya." Alleta menggelengkan kepalanya meskipun dirinya tahu jika Risya tak akan melihatnya di seberang sana. "Aku enggak pernah ngerasa direpotkan, Ma. Makasih, ya, Ma. I'm so sorry udah ganggu istirahat Mama." "Enggak papa, Sayang. Kalau gitu Mama matiin dulu ya buat nelepon dokter keluarga." "Iya, Ma. Sekali lagi makasih, ya." Alleta menghela napas kasar. Gadis itu keluar kamar dan berjalan ke dapur untuk mengambil baskom kecil serta menyiapkan air hangat untuk mengkompres sang suami. Alleta juga mengambil handuk kecil yang dirinya letakkan di lemari kecil yang berada di kamar mandi. Gadis itu kembali mendudukkan dirinya di sisi ranjang, Alleta mengusap lembut surai hitam legam milik Abi. Gadis itu memeras handuk kecil itu setelah dimasukkan di dalam baskom, tak lupa dia juga mengubah posisi Abi menjadi telentang. Alleta meletakkan handuk itu di kening Abi secara berulang kali sembari menunggu dokter yang dimaksudkan oleh Risya datang. Berulang kali gadis itu menguap menahan rasa kantuknya. Alleta mendesah pelan saat baru mengingat jika dirinya besok ada kuliah pagi. Dia menatap Abi yang tidur dengan tenang, gadis itu bersyukur suhu tubuh Abi sedikit menurun. Selang 45 menit seorang laki-laki dengan pakaian formal masuk ke kamarnya bersama Sudin. Untungnya Alleta tak menutup pintu kamarnya karena mengingat dokter keluarga akan memeriksa Abi. "Nyonya, ini Dokter Deon Dokter keluarga keluarga Pratama," kata Sudin dengan senyuman. Alleta berdiri, dia menganggukkan kepalanya dengan senyuman tipis. "Makasih udah anter Dokter Deon ya, Pak." Tatapan Alleta beralih pada dokter yang dirinya perkirakan berusia 25 tahun. "Saya Alleta, Dok. Istri dari Abi, senang berkenalan dengan Dokter." Deon, laki-laki itu mengangguk dengan senyuman ramah. "Seperti yang Nyonya tau saya Deon. Saya izin memeriksa Tuan Abi, ya," sahutnya. "Silakan." Alleta bergeser membiarkan Deon memeriksa suaminya. Dia menanti dengan harap cemas, dia ingat betul jika sore tadi Abi masih dalam kondisi cukup baik dan sehat. Tak sampai 20 menit, Deon menyelesaikan tugasnya. Dia melepaskan stetoskopnya dan membiarkan alat medis itu melingkar di lehernya. Deon membalikkan tubuhnya memandang Alleta dengan senyuman manis. "Tuan Abi hanya kelelahan, sepertinya dia cukup memforsir pekerjaannya belakangan ini. Akan saya tuliskan resep obatnya nanti tolong ditebus di apotek, ya. Obatnya diminum tiga kali sehari setelah makan untuk obat demam, dua kali sekali dua jam sebelum makan untuk obat lambung, dan satu kali sehari setelah makan di malam hari untuk vitaminnya. Tuan Abi juga diwajibkan istirahat hingga kondisinya pulih total dan menjaga pola makannya. Saya sudah memberikan suntikan agar demamnya cepat turun, ya," papar Deon cukup lengkap. Alleta mengangguk. "Baik, Dok. Terima kasih, ya. Maaf merepotkan malam-malam." Alleta beralih menatap Pak Sudin. "Pak Sudin tolong tebus obat Kak Abi di apotek depan, ya." "Siap, Nya," sahut Sudin seraya mengambil resep obat yang diberikan oleh Deon. Deon tersenyum kecil. "Sudah tugas saya, kalau begitu saya permisi pulang. Jika ada apa-apa bisa hubungi saya. Lekas sembuh untuk Tuan Abi."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN