Bab 7. Luar Kota

1067 Kata
"Iya, siapkan semuanya." Abi mematikan sambungan telepon dengan orang di seberang sana. Dia berjalan mendekati sang istri yang kini tengah menonton drama China di laptop miliknya. Pria itu memandang lekat sang istri yang masih belum menyadari kehadirannya. Mendengar suara dehaman itu, Alleta menoleh. Dia memandang Abi dengan raut bingung.Gadis itu terdiam menanti apa yang akan Abi katakan pada dirinya, tetapi Abi masih diam berhasil membuat Alleta menggeram kesal. "Kakak kenapa, sih?! Aneh banget tau enggak sih?!" ketus Alleta. "Saya bakal keluar kota selama dua hari," ungkap Abi dengan wajah datar. Alleta mengernyit. Dia cukup bingung dengan ucapan sang suami, dia paham jika Abi tengah memberitahunya. Namun, raut wajah Abi membuat Alleta merasa jika pria berstatus suaminya itu belum selesai bicara. "Ya terus?" balas gadis itu seadanya. Abi menghela napas kasar, dia berjalan mendekati Alleta yang tengah duduk di ranjang. Pria itu mendudukkan diri di ranjang sisi kiri. Abi memandang lekat Alleta yang masih menatapnya heran. "Saya bakal balikin kamu ke rumah orang tua kamu." Mata Alleta membulat sempurna mendengar penuturan Abi. Dia reflek mendekat ke arah Abi hingga tubuh keduanya menempel meskipun dari samping. Tubuh mereka saling berhadapan dengan Alleta yang memandang Abi dengan raut wajah terkejut berlebihan, sedangkan Abi memandang Alleta dengan kerutan di kening. "Kakak mau cerain aku?! Ya Tuhan, Kak! Kita baru seminggu nikah, loh!" jerit Alleta tertahan. "Aws ... aduh ... KDRT!" Alleta mengusap keningnya yang terasa perih karena ulah Abi. Abi yang geram dengan ucapan Alleta sontak menjitak kening Alleta cukup keras. Pria itu memandang datar sang istri yang masih mengusap-usap keningnya. "Pikiran kamu secetek itu, ya?" lontar Abi dengan kesal. Alleta mendelik tak terima. Tangan gadis itu melayang di udara dengan gerakan seolah mencekik leher Abi. Gadis itu mendengus kesal dengan lirikan sinis yang dia berikan untuk Abi. "Enak aja ngatain otak aku cetek!" protes Alleta. "Saya nyuruh kamu tinggal di sana untuk sementara waktu sampai saya pulang supaya ada yang jagain kamu," jelas Abi mengabaikan protesan Alleta. Alleta menatap intens Abi. "Kakak pikir aku bocah yang harus dijagain," cibir Alleta. "Bukannya emang, ya?" Abi menaikkan sebelah alis, dia menatap Alleta dengan senyum mengejek menghiasi wajah tampannya. Gadis itu menggeram tertahan. Dengan kesal Alleta melempar bantal ke arah Abi, tetapi dengan gerakan cepat Abi mampu menghindari bantal tersebut. Hal itu justru semakin membuat Alleta merasa geram. Gadis itu membaringkan tubuhnya. Dia tidur membelakangi Abi, Alleta masih merenggut kesal membuat Abi berusaha menahan senyumnya. Istrinya itu sungguh lucu jika tengah marah-marah. *** Abi memandang Alleta yang tengah mengemas pakaiannya. Pria itu mendekat ke arah sang istri dapat Abi lihat raut wajah kesal Alleta saat mengemas pakaian dan barang-barang yang akan dia bawa. Abi tentu tahu alasan di balik kekesalan sang istri tentu saja karena sang istri itu masih marah dengannya. "Kamu masih marah?" tanya Abi yang disambut lirikan sinis. "Enggak tau, pikir aja sendiri!" ketus Alleta sembari meresleting tasnya. Abi menghela napas panjang. Dia membalikkan tubuh Alleta menghadap dirinya, dipegangnya kedua pundak Alleta dengan lembut. Mata tajam Abi menyorot Alleta dengan sedikit teduh, tatapan yang berhasil membuat Alleta merasa salah tingkah dan kikuk secara bersamaan. "Maafin saya, oke? Jangan marah lagi. Pagi-pagi muka udah ditekuk gitu, enggak baik," kata Abi dengan sedikit lembut. Pria itu masih belum terbiasa untuk bersikap lembut pada perempuan lain selain sang Ibu. Rasanya aneh dan canggung bagi Abi, tetapi entah mengapa dia melakukan itu sekarang pada Alleta meskipun dirinya merasa kurang nyaman melakukan itu. Alleta menepis tangan Abi dari pundaknya. Merasa nyaris goyah dengan rayuan Abi, Alleta dengan cepat mengembalikan kesadaran dirinya. "Enggak ada, ya!" balas Alleta dengan sinis. Abi menghela napasnya kasar. "Kamu mau apa kalau gitu?" Alleta menyeringai. Dia menggigit keras bahu Abi membuat pria itu berteriak menahan sakit. "Argh ... sakit, Alleta!" Alleta tertawa puas. Gadis itu sangat menikmati wajah kesakitan sang suami. Merasa dilirik tajam oleh Abi membuat Alleta menghentikan tawanya. Gadis itu kembali mengemas seluruh barangnya yang akan dia bawa untuk pulang ke rumah orang tuanya. "Kamu ini orang atau vampir?! Asal gigit aja," sentak Abi. Alleta menoleh lantas mengangkat kedua bahunya acuh tak acuh. "Bidadari, sih," jawabnya malas yang disambut lirikan sinis oleh Abi. *** "Nanti kamu di sana jangan bandel, dengerin nasehat orangtua kamu. Jangan keluyuran enggak jelas, inget izin kalau mau pergi." Alleta memutar malas bola matanya mendengar penuturan Abi, suaminya itu terus saja mengoceh dengan mata lurus menatap jalan raya meskipun sesekali pria itu akan melirik padanya. "Iya, Kak. Bawel banget, lagian, 'kan Kakak cuman pergi dua hari bukan dua tahun," cibir Alleta. Mendengar itu sontak Abi menoleh, dipandangnya Alleta dengan sorot mata tajam sebelum akhirnya kembali menatap ke depan. Pria itu memilih diam sambil sesekali melirik Alleta yang memandang ke arah luar jendela. Mobil yang dikenakan oleh Abi memasuki gerbang tinggi berwarna cokelat, dia sempat membunyikan klakson untuk menyapa satpam yang berjaga di rumah itu. Rumah besar dan megah itu terpampang di matanya, terhitung sudah dua kali Abi mengunjungi rumah itu. "Udah sampe," ucap Abi sembari memakirkan mobilnya dengan benar. "Iya tau," balas Alleta malas. "Inget ucapan saya barusan." Gerakan tangan Alleta yang ingin membuka pintu mobil terhenti, gadis itu melirik Abi malas lantas menganggukkan kepalanya pelan. Tanpa mengatakan apa pun, dia segera keluar dari mobil disusul oleh Abi yang berjalan sambil mengangkat barang bawaannya. Di pintu masuk, seorang wanita berkepala empat menantikan kehadiran anak dan menantunya. Dia mengulas senyuman manis saat dua orang yang diringa nanti tengah berjalan ke arahnya. Dipeluknya tubuh sang putri dengan erat, dia bahkan mengecup berkali-kali wajah sang putri. "Mama kangen banget sama kamu," ungkapnya dengan mata berkaca-kaca. "Aku jauh lebih kangen Mama," balas Alleta sembari mengeratkan pelukannya dengan sang Ibu. Wanita bernama Vera Ritasya itu melepaskan pelukannya. Dia beralih memeluk singkat menantunya sembari menepuk pelan punggung lebar Abi. "Kamu apa kabar?" tanya Vera sembari melepaskan pelukan. "Baik, Ma." Abi menatap teduh manik milik sang mertua membuat Alleta mendelik kesal. Pasalnya jika bersamanya Abi hanya sekali saja bersikap lembut dengannya. "Ma, Abi nitip Alleta untuk dua hari, ya. Abi harus keluar kota untuk handle perkerjaan. Maaf ngerepotin Mama," sambung Abi tak enak hati. Vera menggeleng cepat. "Mama enggak merasa direpotin." "Makasih, Ma." Tatapan beralih ke Alleta. "Saya berangkat dulu, jaga diri kamu," lanjut Abi sembari mengusap lembut surai Alleta. "Iya, Kak." Alleta mencium tangan Abi, gadis itu cukup terkejut saat Abi mengecup singkat keningnya lantas pergi begitu saja membuat Alleta mematung. "Ciee ... penggantin baru," goda Vera sembari menaik turunkan alisnya. "Apasih, Ma?!" sembur Alleta dengan wajah memerah. "Hahaha ... ayo, masuk."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN