Bagian 01

1170 Kata
Beberapa tahun kemudian. 'Beberapa potongan tubuh manusia di temukan di tempat berbeda, dari hasil autopsi menyatakan potongan mayat tersebut berjenis kelamin perempuan. Polisi masih menyelidiki motif dari peristiwa ini, dugaan sementara mayat termutilasi akibat pembunuhan.. Bif! TV itu mati, saat sebuah tangan  tegas berkulit putih nan halus menekan tombol off remotenya. Kamar yang luas ini bak kuburan, sangat senyap dengan hanya suara detakan jam yang terdengar. Amat gelap seperti rambutnya yang digerai bergelombang. Wajahnya tidak terlihat karena tertutup kursi yang panjang melebihi punggung dan kepalanya. Tok Tok Tok Terdengar seseorang mengetuk pintu kamarnya, membuat atensi dia teralih. Bergegas wanita itu bangkit dari kursinya. Dia sempat meraba sesuatu dibalik jaket hitamnya, memastikan benda itu ada. Dengan santai wanita itu membuka pintu dan. Dor! Dor! Mata hitam dengan pupil coklat terangnya membidik sasaran dengan tepat. Dua timah panas meluncur menembus  dahi dan jantung seorang manusia, dia adalah wanita penembak yang jitu. Dengan polos nan tenang, wanita itu berjalan melewati pria bertubuh kekar yang sudah menjadi mayat di bawah kakinya. Darah pekat menggenang, meninggalkan jejak merah di lantai mengikuti alas sepatu boots wanita itu pergi. Bercak darah itu menghilang di bawah jendela, dekat lorong hotel ini. "Bukan pembunuhan tapi rencana" lirih wanita itu dengan seringai. Sesaat kemudian wanita itu menghilang, membuat semua jejak yang ada menjadi teka-teki. Jaket kulit hitam anti peluru membungkus tubuh atletnya, berbalut celana jeans senada dengan topi hitam polos menyembunyikan rambut hitamnya. Hentakan boots menggema di gang yang gelap dan sepi ini, malam yang kelabu membantu wanita itu bersembunyi seperti bunglon ditengah malam. "Siapkan motor di depan gang dekat toko roti" ucap wanita itu seraya menekan benda pipih di telinganya. Earpich namanya, semacam alat komunikasi yang canggih. "Baik, segera temui aku di perumahan elit Mawar. Katakan Diamod" jawab wanita lain melalui earpich yang dipakainya. Benar saja, tak lama kemudian sebuah motor gaya 90an lengkap dengan helm sudah terparkir rapih ditempat yang dia minta. DA 001EK R.I.F bunyi plat nomornya, wanita itu tersenyum penuh arti. "I like this" ucap wanita itu Brum.. Samar-samar wanita itu mendengar suara laju mobil dan motor mendekat. Yang harus dijadikan catatan untuk wanita ini adalah, penglihatan, pemikiran, pendengaran, penciuman dan perasanya sangat tajam. Wanita itu segera memakai helm full face berwarna merahnya, merapatkan jaket kulit yang dia kenakan. Dia mengendarai motornya dengan kecepatan diatas 160 kilometer per jam. Jalanan tampak sepi karena bertepatan dengan waktu 00.00 malam, salju di kota tidak turun malam ini namun udara cukup dingin. Benar saja, beberapa saat kemudian ada rombongan mobil dan motor mengejarnya. Tak sedikit dari mereka meluncurkan pelurunya. Dor! Dor! Dor! Dengan lincah, wanita itu meliukkan motornya. Menghindari hujan peluru. Jleb! Namun naas, sebuah peluru dengan ukuran 5 cm berdiameter 2 cm mengenai betisnya. Hal itu sempat membuat motor yang dia kendarai sedikit oleng dan hampir jatuh. "What the f**k loser!" umpat wanita itu di balik helmnya. Pistol yang dia bawa tadi hanya berisi lima timah panas, dimana sudah dua kali digunakan untuk menembak pria kekar tadi. Tersisa tiga peluru lagi, tapi yang mengejarnya lebih dari enam orang. Tidak mungkin membalas tembakan lawan dengan jumlah segitu. Sebagai ganti wanita itu melajukan motornya lebih cepat. Motor era tahun 90an nya melaju dengan cepat. Ditengah kejar-kejaran itu sebuah ide terlintas, ketika dari arah yang berlawanan melaju sebuah truk tangki bahan bakar minyak. Dengan sengaja wanita itu memperlambat laju motornya, di waktu bersamaan motor dan mobil yang mengejarnya mendekat. Wanita itu mempercepat kembali laju motor, dengan lihai dia meliukkan motornya didepan tangki lalu menyalip ke bagian kiri. Alhasil, jalanan yang licin karena salju membuat laju keduanya kacau. Tak lama suara ledakan besar terdengar. Duar!! Bom! Tabrakan tak terelakkan, bunyi berdentum dan bau hangus menjalar seketika di udara. Api merah oranye langsung membumbung tinggi keatas. Laju motor wanita itu melambat setelah berjalan cukup jauh dari tempat ledakan, layaknya motor normal. Jalanan sepi membuat udara semakin dingin, wanita itu tiba-tiba melepas helmnya dan dia dilempar ke tengah jalan. Membiarkan peluh keringatnya dibekukan angin, luka di betisnya tadi bahkan tidak dirasa. Hanya ada tawa yang menghiasi, saat angin menerpa seluruh tubuhnya yang terasa panas. Angin juga menerbangkan rambut hitamnya. Entah apa yang membuatnya tertawa, hanya saja dirinya saat itu merasa bebas. Sudah jelas tergambar dari awal cerita ini, kehidupan yang dijalani wanita itu gelap. Dia berteman dengan sepi dan kematian, hanya ada prinsip setiap saat dalam kehidupannya. Membunuh atau terbunuh, menyelesaikan masalah atau membuat keputusan yang juga hanya menimbulkan masalah. Rasanya angin menggelitik, sampai-sampai tawa wanita itu belum berhenti. Tak terasa, motor yang dia kendarai sudah sampai di perumahan elit Mawar. Seorang penjaga menghampirinya. Tatapan penjaga itu sangat tajam, berbanding terbalik dengan wajahnya yang tampak masih muda dan tampan. “Abe..” ucap wanita itu. Dia kemudian teringat sesuatu tentang kode. “Diamond” imbuh nya. Tanpa kata penjaga itu langsung membukakan pagar, dia juga memberikan sebuah kotak kecil berwarna hitam kepada wanita itu. Dan wanita itu pun kembali melajukan motornya. "Jalan Merah nomor 111" orang yang sama menghubunginya lagi lewat earpich. Tidak butuh waktu lama, motornya sampai di depan sebuah rumah bertuliskan Merah 111 . Belum sempat wanita itu memencet bel atau mendorong pagar besi yang menjulang tinggi di depan nya, pagar itu terbuka otomatis sendiri. "Di bawah batu dekat bunga melati" ucap orang itu lagi. Wanita itu hanya mendengus ketika telinganya berdengung mendengarkan orang itu berbicara. Namun wanita pengendara motor itu menurut saja, terdapat sebuah kunci rumah di bawah nya. Dia segera membuka rumah itu tanpa meminta ijin lagi. Ceklek! Wanita itu melenggang masuk, melewati seseorang yang sedang duduk menghadap televisi. "Siapa yang memerintahkan mu masuk nona?" Ujarnya menghentikan langkah wanita itu. “Lalu untuk apa kamu memberikan ku kunci rumah ini nona?” jawab nya. Seeringai menakutkan terbit di wajah keduanya, sejurus kemudian mereka tiba-tiba berpelukan dengan erat. "Apa misinya berjalan lancar" tanya sang pemilik rumah. "Bisa dilihat, keadaan memburuk Keyra" jawab wanita itu. Terlihat sorot wanita bernama Keyra itu seakan berkata 'lalu apa yg bisa aku bantu?? "Keadaan memburuk seperti yang aku inginkan" imbuh wanita tadi dengan senyum simpul. Keyra hanya bisa tersenyum, memperhatikan wanita didepannya. "Key, kamu bisa membantu ku?" Tanya wanita itu. "Always for you my sister" jawab Keyra. "Siapkan akses untukku masuk ke kantor CIA besok" pinta wanita itu. “Oke, tapi sampai kapan aku harus berpura-pura El Monica?” jawab Keyra. Wanita itu bernama El Monica. Gadis yang cantik namun tegas dalam waktu bersamaan. “Kamu tidak tahu seberapa khawatirnya aku memikirkan kamu menjalankan misi ini sendiri"  imbuh Keyra. El menatap Keyra dengan ekspresi datarnya, dia memang gadis dengan sikap yang dingin. Tanpa sepatah kata El memilih pergi ke kamarnya, membuat Keyra kesal setengah mati. El memang tidak bisa menghargai kasih sayang darinya. Sejenak mata Keyra hampir meloncat keluar, ketika melihat bercak darah sepanjang langkah kaki El. "Shitt! Apa yang terjadi dengannya. Wanita bodoh!" umpat Keyra  bergegas menyusul El ke kamar. Di dalam kamar, El sendiri sudah mengganti pakaiannya dengan gaya santai, mengenakan celana pendek selutut berbalut sweater abu-abu. 'Biarkan sesuatu yang dingin dalam tubuh mu menjadi gunung es yang tak akan meleleh dan cair, karena akan sangat menyenangkan melihat semua membeku -batin El Terlihat jelas bekas luka menganga di betisnya, dengan santai El mengeluarkan peluru yang ada di dalamnya menggunakan pinset kecil berujung runcing. Seakan bukan luka besar, El tak merasakan apa pun. Bahkan saat jarum dengan tali menjahit lukanya. Hanya terdengar siulan ringan yang keluar dari mulutnya. Kegiatannya itu terhenti saat tiba-tiba suara pintu yang nyaris patah terdengar, dibelakangnya sosok Keyra berdiri dengan membawa kotak obat-obatan. Ekspresinya terlihat sangat jengkel. "Bodoh!!" Pekik nya dihadiahi ekspresi datar dari El.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN