20 Takluk

1510 Kata

Saat jarum jam dinding saling bertumbukan di angka sembilan, kami baru sampai di rumah. Hari sudah gelap. Seharian beraktivitas di luar rumah menjadikan badanku terasa pegal semua. Kini anak-anak sudah tertidur di kamar sebelah. Sementara Mas Wildan masih mengunci pagar dan pintu. Setelah itu, langkahnya terdengar mengarah ke kamar. Tak lama kemudian, dia ikut merebahkan badan di sampingku. “Gimana, Dik?” “Apanya?” “Masalah kita. Ibu sudah bisa nerima Nely, tinggal keluargamu.” “Aku juga nggak bisa nerima dia, Mas.” “Loh kamu ‘kan sudah dengar sendiri penjelasan Kiai Abdullah tadi. Ada pendapat yang bolehin janda nikah tanpa wali. Apalagi yang kamu permasalahkan? Kemarin 'kan kamu menolak karena persoalan itu?” “Tapi kamu pindah mazhab sak enak’e udelmu, Mas! Bukan pertimbangan dalil

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN