02 : Baby Sitter Kenthir!

1927 Kata
FRANS POV     Namaku Frans.  Aku sudah lama bekerja di keluarga Edisson.  Tigapuluh tahun bukan waktu yang singkat kan?  Mereka adalah keluarga konglomerat terpandang secara turun temurun.  Dan selain karena kekayaan, kecerdasan, dan kekuasaannya, mereka juga terkenal akan keindahan parasnya.  Yang pria tampan, lalu mereka menikah dengan wanita cantik  dan selalu membuahkan keturunan anak laki.  Kurasa keluarga mereka dominan gen lelaki.      Mereka sempurna sekali kan?  Namun Tuhan mungkin punya maksud khusus.  Kesempurnaan mereka tak lagi utuh sejak kelahiran anak bungsu keluarga Edisson.  Xander menginjak usia sepuluh tahun saat memiliki adik bayi.  Bayi lelaki yang sangat tampan dan cemerlang.  Bahkan lebih tampan si kecil dibanding kakaknya atau ayahnya.  Awalnya mereka menerima kehadiran si kecil dengan penuh kebanggaan.  Hingga si kecil berusia dua tahun, satu kenyataan miris menghancurkan harapan mereka!  Si bungsu memiliki kekurangan tercela.  Dia menderita keterbelakangan mental.  Tentu itu aib bagi keluarga Edisson yang sangat memuja kesempurnaan!  Dan aib itu harus disembunyikan rapat-rapat.      Itulah awal kehidupan si bungsu di sangkar emasnya.  Kemanjaan dan perhatian untuknya di pangkas habis, dan ia diabaikan, cenderung dianggap tak ada.  Disembunyikan di villa besar milik keluarga Edisson diluar kota.  Mulut kami yang bekerja melayani Tuan kecil dibungkam rapat-rapat dengan kontrak kerja yang sangat mengikat dan besar resikonya bila melanggarnya.  Akhirnya aku diberi tugas khusus mengasuh Tuan kecil.  Kami semua memanggilnya Chocho karena ia sangat menyukai semua hal yang berkaitan dengan coklat.  Nama sebenarnya adalah Keanu Edisson, namun nama aslinya itu seakan dikuburkan untuk mengaburkan asal usulnya.  Tidak boleh ada yang tahu hubungannya dengan keluarga Edisson.      Chocho tumbuh menjadi anak kesepian dan haus akan kasih sayang.  Tuan Besar sudah bertahun-tahun tak pernah menjenguknya, Nyonya Besar setahun sekali datang saat Chocho berulang-tahun, itupun dia cuma menemui anaknya selama sejam, dua jam.  Hanya Tuan muda Xander yang lumayan sering menengok adiknya, tapi karena kesibukannya belakangan ini dia datang sebulan sekali.     Kasihan nasib Tuan Kecil Chocho.  Itulah yang membuatku bertekad merawatnya dengan baik.  Berhubung dia hanya sempurna pada fisiknya, aku selalu berusaha mendandaninya semodis mungkin.  Juga di perilakunya, aku mendidiknya hingga ia tumbuh menjadi pemuda yang baik, sopan, dan sangat terpelajar.  Bukan pemuda, tepatnya bocah.  Umur Tuan kecil Chocho 18 tahun, tapi kelakuannya seperti bocah berusia delapan tahun.  Namun manjanya seperti anak balita!  Dia masih suka dipangku, dipeluk, dan digendong seperti bocah balita.      Usiaku kini 60 tahun, tenagaku semakin berkurang, sedang Tuan Kecil tumbuh menjadi pemuda yang tinggi dan tegap.  Aku tak mampu menggendong atau mengurusinya sebaik dulu.  Akhir-akhir ini aku mudah capek dan sering sakit-sakitan.  Itulah yang membuatku memutuskan untuk pensiun.  Meski berat bagiku meninggalkan Tuan kecil yang malang ini, tapi aku terpaksa harus melakukannya.  Tuan kecil Chocho berhak mendapatkan pengasuh yang lebih baik dariku.  Namun aku jadi terkejut saat Tuan muda Xander membawa gadis itu.     ”Astaga, gadis itu seperti anak SMP!  Apa dia mampu mengurus Tuan kecil?” gumamku ragu.     Kuperhatikan tubuhnya yang imut, mana bisa dia memangku atau menggendong Tuan kecil yang ukuran badannya dua kali lebih besar dari dirinya!  Lagipula, aku kurang menyukai sikapnya yang terlalu lancang!  Bahkan dia berani melawan Tuan muda Xander yang sangat dingin dan ditakuti kami-kami ini!  Matanya juga terlalu berani, seakan siap menantang siapa saja yang tak sependapat dengannya!  Mengapa Tuan muda memilihnya?  Apa karena dia cantik?  Ah, seingatku Tuan muda tak pernah menghiraukan kecantikan seorang gadis.  Dia dingin terhadap kaum wanita.     "Tuan muda.. maaf, apa Tuan tak salah memilih pengasuh untuk Tuan kecil?" tanyaku sehalus mungkin supaya tak menyinggung perasaan Tuan muda Xander.     "Mengapa?"  Tuan muda balik bertanya sambil melirikku tajam. Aku menelan ludahku gugup.     "Gadis itu kecil, mana sanggup dia menggendong atau memangku Tuan kecil?"     "Jadi menurut kamu, saya harus mencari gadis model pegulat?  Yang beratnya seratus kilogram?" sindir Tuan muda Xander.     Aku tak bisa menjawabnya.  Gadis seperti itu amat berbahaya bagi Tuan kecil Chocho!  Kalau dia tergoda ketampanan Tuan kecil Chocho dan berniat melecehkannya, Tuan kecilku tak akan berdaya melawannya.  Aku bergidik ngeri membayangkannya.      "Chocho sudah besar.  Jangan memanjakannya lagi!  Dia tak perlu dipangku atau digendong-gendong lagi," tandas Tuan Muda Xander.     Kurasa itu berarti keputusannya udah final, titik!  Tak ada koma.  Aku hanya bisa menghela napas pasrah.  Lalu aku membelalakkan mata, nyaris tak percaya saat melihat Tuan kecil Chocho memeluk gadis kecil itu.  Tuan kecil Chocho sangat sulit dekat dengan orang lain.  Butuh waktu berbulan-bulan untuk mendekatinya karena ia sangat pemalu.  Tapi meski gadis kecil ini baru ditemuinya sepuluh menit lalu, Tuan kecil Chocho sudah menerimanya dengan tangan terbuka!  Aku nyaris tak percaya!  Pesona apa yang ada pada gadis itu?     Aku mengamatinya dengan teliti.  Apa karena ia terlihat seumuran dengan Tuan Kecil?  Mungkin Tuan Kecil rindu bermain dengan teman sebayanya.  Baiklah, kurasa aku harus menerimanya dan mempersiapkan gadis itu supaya bisa menggantikanku bila saatnya tiba.                ==== >(*~*)       Mata gadis kecil itu membulat saat aku menyerahkan lima pasang seragam baby sitter padanya.      "Apa ini harus dipakai, Om?" ucap gadis itu dengan nada keberatan.      ”Om, om, memangnya aku om kamu?!  Yak!  Panggil saya Pak Frans," sungutku kesal.       "Kenapa, Om?  Apa gunanya aku memakai seragam ini?  Gerah, Om.  Dan gak leluasa!  Nanti kalau Chocho lari-lari aku gak bisa mengejarnya dengan cepat bila memakai rok span panjang kayak gini!"     Nah kan, dia memang tipe gadis pembangkang!  Aku harus menegaskan beberapa hal padanya.     "Yak, kamu harus memakainya.  Seharusnya kamu tahu bahwa kita bekerja disini untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat majikan kita.  Titi, sadarlah..” aku mengetuk dahinya tiga kali sebelum lanjut mengomelinya, “kamu itu kerja di keluarga bangsawan kaya yang sangat terpandang.  Dan Tuan kecil Chocho, kau harus memanggilnya begitu!  Dia tak suka lari-lari.  Aku telah mendidiknya dengan baik hingga menjadi pemuda berbudi pekerti halus dan anggun."     Gadis itu mencebikkan bibirnya sebal, tapi aku tak peduli.  Tugasku mendidiknya supaya dia tak liar lagi.     "Dan ini daftar tugas yang harus kau pelajari.  Ada jadwal kegiatan Tuan Kecil Chocho.  Hobinya, hal yang tak disukainya, dan pantangan yang harus dijalankan.  Seperti dia tak boleh makan terlalu banyak makanan yang terbuat dari tepung, makanan yang terlalu manis, junk food..."     "Haisshh, Om... aku bisa baca sendiri lagi!" potongnya kurang ajar.     Gadis semprul!  Kurang ajar!  Ya ampun, kenapa mulutku berucap kotor untuk memakinya?!  Habis dia membuatku gemas.  Lihat saja Titi, aku akan mengawasi dan menangkap kesalahanmu!               ==== >(*~*)         Kesalahan pertama yang kutangkap.  Dari atas sepinggang benar dia memakai seragam baby sitternya, tapi dari pinggang kebawah..?  Astaga, aku mengelus d**a prihatin.  Kemana rok span panjang yang kuberikan padanya?  Mengapa bisa berubah menjadi celana pendek tak sopan itu?!     Dia menyadari aku sedang memelototinya, sambil nyengir tanpa dosa ia berkata, "Om, aku mempermak seragamku.  Keren kan?"  Ia sengaja pamer dengan berputar-putar seperti peragawati.     Keren ndasmu! Astaga aku memakinya lagi!  Sejak bertemu gadis kecil ini mulutku berubah bar-bar.  Dia membawa pengaruh kurang baik padaku.     "Ganti bajumu!" perintahku tegas.     "Asik!  Aku boleh pakai bajuku sendiri?  Akhirnya!" serunya riang dengan kedua tangan terangkat keatas.      Sontoloyo!      "Ganti seragammu yang lain, yang masih utuh!" perintahku     "Tapi Om, semua sudah kupermak kayak gini lho!"     Ampun.  Betapa cekatan tangannya merusak sesuatu!  Aku meremas rambutku kesal.     "Jadi bagaimana, Om?  Perlu ganti gak?" tantangnya sambil tersenyum nakal.     Oh, kini aku tahu!  Dia sengaja melakukannya supaya aku mengijinkannya memakai bajunya sendiri.  Huh, jangan mimpi gadis nakal!     "Tetap pakai yang ini!" kataku bersikukuh.     Mendengarnya gadis kenthir itu memberengutkan bibirnya sebal.  Nah lho, bisa-bisanya mulutku bicara kotor lagi!       Tapi keprihatinanku tak hanya disitu saja.  Karena tiba waktu Tuan Kecil Chocho tidur siang, aku menuju kamarnya untuk mengecek apakah si gadis kenthir (sinting) itu menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak.  Lah, hanya kekosongan yang kutemukan di kamar Tuan Kecil!  Kemana mereka?  Apa gadis nakal itu tak tahu jika sekarang saatnya Tuan kecil Chocho minum s**u coklat dan tidur siang?  Kemana gadis kenthir itu membawa Tuan Kecilku?     Setelah berkeliling seperti layangan lepas, barulah aku berhasil menemukan mereka.  Ya Tuhan, dasar baby sitter kenthir!!  Aku mau muntah dan pingsan sekaligus!!     Omo, omo.. kemana Tuan kecilku yang bersih, tampan, elegan dan berbudi pekerti halus itu?!  pikirku galau.  Dia diajak nyemplung ke got!  Mereka main ciprat-cipratan air got seperti anak liar!  Tuan kecilku terlihat mengenaskan, kotor, bau dan berantakan!  Dan tingkah lakunya berubah kampungan!!  Aku nyaris tak mengenalinya.  Aku betul-betul syok dibuatnya.  Kuhembuskan napas panjang untuk meredam emosiku.  Tegurlah secara bermartabat.      Lalu, satu.. dua.. tiga..  Aku berteriak seperti tarzan, "woiiiii.. baby sitter kenthir!!  Naik kamu!!"     Dua pasang mata polos menatapku dengan mulut ternganga lebar.  Mungkin mereka kaget mendengarku bicara kotor untuk pertama kalinya.     "Paman, Chocho takut.  Paman kasar," Tuan kecilku mulai mencebik pertanda akan mewek. Buru-buru aku menariknya ke atas dengan lembut, lalu memeluk dan menepuk-nepuk punggungnya pelan untuk menenangkannya.     "Maaf, Tuan Kecil Chocho.  Paman bukan bermaksud bicara kasar padamu, Paman mengatakan itu pada pengasuhmuu," kataku menjelaskan.     "Tidak boleh!  Paman kasar!  Jahat!  Kak Titi baik," Tuan kecil Chocho mengomeliku dengan raut wajah kecewa.     Wah gawat, sebentar lagi Tuan kecilku bisa menangis.  Aku harus segera menenangkannya.     "Iya, maaf.  Paman salah.  Kak Titi baik."     Aku tersenyum ramah pada gadis kenthir itu, tapi saat Tuan kecilku tak melihat aku melotot geram padanya.      "Tuan kecil Chocho, ayo kita kembali ke rumah.  Tuan kecil perlu mandi."         "Mandi?  Horeee!!  Mandi!  Segar," pekik Tuan kecil Chocho dengan senang.     Tuan kecil Chocho paling suka mandi karena saat mandi dia bisa bermain dengan mainan bebek kuningnya.  Dia berlari mendahului kami, masuk ke dalam rumah sambil melepas bajunya satu per satu.  Dasar bocah, Tuan kecilku memang masih polos dan belum mengenal rasa malu.      Aku tersenyum geli, tak sengaja tatapanku bertemu dengan pandangan gadis kenthir itu yang melongo menatap p****t polos Tuan kecilku.  Astagah.  Aku lupa kalau ada dia!  Buru-buru aku menghampiri Tuan kecilku dan menutupi bagian bawah tubuhnya dengan kaus yang tadi dilepasnya.  Ah, kurasa aku harus mengajarkan etika antara pria dan wanita pada Tuan kecilku.      "Paman, Chocho mandi.  Mandi!" protesnya sambil berusaha melepas baju yang kupakai menutupi bagian bawah tubuhnya.      "Iya, yuk mandi.  Paman mandiin," sahutku cepat.  Segera kuseret dia masuk ke kamar mandi.  Setengah jam kemudian, Tuan kecilku sudah bersih, wangi dan ganteng.  Dan dia sudah siap tidur siang.  Dia memang ganteng, kiyut kalau istilah anak jaman now.      "Kak Titi..  Dongeng.  Baca," dia merengek manja.       "Paman yang baca dongeng saja ya?" tawarku.     Paling gadis kenthir itu belum selesai mandi, biasa.. anak gadis mandinya kan lama.  Tapi Tuan kecilku menggeleng tegas menolakku.      "Mau Kak Titi.  Seru!  Lucu.  Mau Kak Titi!"     Dia mulai memukul-mukul ranjangnya.  Aku mengeluh dalam hatiku.  Sepertinya kedudukanku  mulai digeser oleh gadis kecil itu.      "Chocho, Kak Titi coming!"     Gadis itu membuka pintu kamar sambil berteriak kencang.  Duh, gak bisa kalem dikit apa ngomongnya, Neng?!  Mata Tuan kecilku berbinar menyambut kedatangannya.      "Coming!  Coming!" teriaknya menirukan baby sitter kenthirnya itu.     Aku mengelus d**a prihatin, lama-kelamaan Tuan kecilku bisa menjadi tarzan betulan.  Sekarang dia suka sekali berteriak, berlarian kesana-kemari dan lompat-lompat... huh!!  Dalam sekejab hancur sudah hasil didikan budi pekerti dariku selama bertahun-tahun!  Aku mendengus kasar sambil melirik jutek gadis itu.      "Apa kamu sudah mandi?" sindirku.      "Ya udahlah, Om," sahutnya enteng.      "Bersih?" tanyaku.     Dia mencium tubuhnya sendiri dan ketiaknya.     "Wangi kok, masa gak bersih?" gumamnya sambil cengengesan.     Duh, wangi belum tentu bersih.  Tapi ya sudahlah, pusing aku melihatnya.  Lebih baik aku mengambil s**u coklat hangat untuk Tuan kecilku.  Beberapa menit kemudian aku kembali ke kamar Tuan kecilku sambil membawa segelas s**u coklat hangat.  Kubuka pintu kamar perlahan dan aku terpaku menatap kedua insan di dalamnya.  Tuan Kecilku sudah tertidur lelap sambil memeluk baby sitternya.  Dan gadis itu nampak mengusap airmatanya ketika  mengecup kening Tuan kecil Chocho.  Mereka terlihat sangat manis bersama.      Kini aku percaya bahwa gadis itu tulus menyayangi Tuan kecilku.  Memang dia banyak kekurangan, tapi kurasa gadis kecil itu adalah sosok yang tepat untuk menggantikanku dalam mengasuh Tuan kecilku.  Sekarang aku dapat bernapas lega.               ==== >(*~*) Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN