Part 10

1375 Kata
Semenjak Rania dinyatakan hamil, ada secercah rasa di hati Adipati untuk memperhatikan wanita yang saat ini mengandung anaknya, saat ini Rania sedang berbicara menyampaikan presentasi mengenai fashion muslimah kepada Reiska dan timnya. Adipati tak menyangka istrinya terlihat begitu pintar dan sangat meyakinkan, ternyata Rania bisa bekerja walau ia tak pernah bekerja dikantoran namun bagi Adipati Rania bisa dikatakan sudah cocok menjadi Marketing Director, itu hanya pengandaian bagi Adipati karena tak semudah itu juga bisa langsung menjadi seorang direktur. Reiska designer muda itu sangat tertarik dengan presentasi Rania, merancang sebuah pakaian harus ada dasar mengapa pakaian itu dibuat, dan Rania menjelaskannya dengan detail dan rinci hingga tak ada pertanyaan lagi Rania menutup presentasinya yang dihadiahi tepuk tangan oleh orang-orang yang berada diruangan. Meeting selesai dan ditutup dengan penandatanganan kerja sama, Reiska, suami dan tim nya pamit pulang, Adipati dan Rania mengantar mereka hingga lobby, meeting tadi memang dilaksanakan dikantor Adipati, Reiska sendiri yang meminta dan dengan senang hati Adipati menerima kedatangan mereka ke kantornya. Baru saja Adipati ingin menggandeng Rania namun Rania terlebih dahulu berjalan menghampiri seorang wanita yang sedang berbicara dengan resepsionis "Anggun" panggil Rania, wanita yang merasa namanya dipanggil menengok "Rania" ucap Anggun lalu tersenyum menghampiri Rania kemudian bercipika cipiki, Dari resepsi pernikahan dua minggu lalu, Rania sangat sulit menghubungi Anggun ia merasa Anggun sedang menghindarinya namun ia senang bisa bertemu Anggun kembali saat ini "Apa kabar? kamu kok susah sih dihubungi belakangan ini ada yang mau aku omongin penting" ujar Rania membuat Anggun menunduk lalu kembali menatap Rania "Ah oh itu iya maaf ya Rania aku lagi banyak banget kerjaan, tapi kamu baik kan? Dede diperut kamu sehat kan?" "Alhamdulillah aku sehat Anggun, kamu free kan? Ikut makan siang yuk" ajak Rania tangannya sudah melingkar dilengan Anggun "Oke berdua kan?" tanya Anggun menekankan kata kan, Rania menggeleng lalu menarik Anggun untuk ikut padanya "Mas" panggil Rania pada suaminya yang sedang berbicara pada salah satu staff, Adipati menengok lalu menyuruh staf itu pergi "Kita makan siang bersama ya, Anggun juga ikut, ada yang ingin aku bicarakan" ucap Rania membuat Adipati mengernyitkan dahi lalu menatap Anggun yang menunduk "Oke, kalian duluan saja, saya menyusul" ujar Adipati yang diangguki Rania Rania yang masih menggandeng tangan Anggun berjalan perlahan diikuti Anggun "Ran, sepertinya laporanku ada yang belum diserahkan, kalian saja yang makan ya, aku balik ke ruanganku takut bos divisiku nyariin" ucap Anggun membuat Rania memberhentikan jalannya "laporannya bisa diserahkan nanti Nggun, kamu kenapa seperti menghindar gitu Nggun? Aku cuma mau ngomong masalah..." "Masalah itu kan Ran, sudah kubilang itu tidak mungkin Rania sayang, please jangan dibahas lagi" "Anggun aku.." "Sudah Rania, please tolong jangan ganggu aku dulu ya, maaf ya Rania" Anggun meninggalkan Rania, Rania menghela nafasnya menatap kepergian wanita berjilbab hijau yang berjalan tergesa Dug Anggun menabrak seseorang, Anggun mendongak mereka saling bertatapan, laki-laki yang ditabraknya menatap Anggun yang menangis "Maaf pak" ujar Anggun lalu pergi begitu saja Adipati melanjutkan jalannya tak memperdulikan Anggun yang menabraknya namun dalam hati bertanya-tanya kenapa Anggun menangis bukannya tadi ia bersama istrinya Adipati melihat Rania yang berdiri dekat pintu keluar, Adipati menghampiri Rania "Ada apa dengan Anggun? Kenapa dia menangis?" tanya Adipati Rania tak menjawab, Adipati menarik Rania perlahan kearah mobil, setelah mereka berada didalam mobil Adipati langsung menancap gas keluar kantor "Apa yang ingin kamu bicarakan pada saya dan Anggun sebenarnya Rania?" tanya Adipati, Rania menjawab "Pernikahan kalian" "Apa kamu masih tidak waras Rania? Mengapa kamu begitu getol ingin saya menikah lagi?" "Karena kalian saling mencintai" Adipati terdiam mengacak kasar rambutnya "Aku serius ingin mas dan Anggun menikah namun Anggun sepertinya selalu menghindar" "Rania dengarkan saya, semua wanita tidak akan ada yang mau dijadikan yang kedua begitu sebaliknya, cukup dengan pernyataan konyol kamu" Rania terdiam ia tak menanggapi suaminya, mungkin memang benar mana ada wanita yang ingin diduakan, Rania pun sama kalau boleh memilih ia juga tak mau. **** Rania mengikuti suaminya masuk kedalam kamar, tak ada pembicaraan lagi mereka saling mendiamkan sambil mengerjakan aktivitas masing-masing. Menjelang tengah malam Adipati fokus pada pekerjaannya, menyelesaikan pekerjaan yang tertunda, Rania membawakan secangkir kopi menaruhnya di meja samping laptop Adipati "Istirahat dulu mas, jangan terlalu di forsir kerjanya, ini kopinya" "Hm." Hari berjalan begitu saja sampai saat ini Rania belum bisa bertemu kembali dengan sahabatnya, dan seperti biasanya Adipati kembali menjadi pria yang cuek dan tak memperdulikan istrinya Saat ini Adipati sedang menikmati kopinya tanpa Rania, Rania duduk dikursi dapur menikmati sarapan dan segelas s**u sendiri9 "Aku kira setelah malam itu mas Adipati akan berubah, nyatanya ia tetap seperti dulu" Rania menghela nafasnya menyudahi sarapan yang belum disentuhnya hanya sekedar diaduk-aduk, rasa mual sudah mendominasi dipagi hari ini. Adipati berjalan kearah dapur menaruh cangkir bekas kopinya lalu mencucinya, Rania melirik sang suami lalu menatap Adipati yang sudah rapi menggunakan pakaian kantor mencuci cangkir sendiri Adipati mengelap tangannya pada washlap di tembok saat berbalik ia menatap sang istri yang menatapnya lalu menunduk, Adipati berjalan menghampiri tempat duduk Rania "Kenapa tidak makan hm?" Rania menoleh menatap suaminya yang bertanya "Rania ingatlah diperutmu ada cucu mama saya, makan dan minum susunya, saya ga mau mama menyalahkan saya karena menantunya yang tak terurus" "Cucu mama? Ini anak kamu mas" "Ya anak saya atau apalah terserah, cepatlah kamu makan Rania, jangan menyiksa dirimu sendiri!" Rania hanya terdiam ia ingin makan ditemani suaminya "Rania buruan makan, kamu harus ikut saya ke kantor hari ini" "Untuk apa mas?" "Masalah pekerjaan lah apalagi, buru Rania saya tak punya banyak waktu menunggu kamu" "Suapin" cicit Rania pelan Adipati sedikit berdecih namun tangannya dengan cepat mengambil mangkuk Rania lalu menyodorkan sendok ke arah mulut Rania, Rania menerimanya dengan senang hati, kapan lagi disuapi suami,jangankan disuapi, makan bareng berdua saja tak pernah Satu mangkuk bubur habis begitu cepat kala Adipati yang menyuapi tanpa ada rasa enek dan mual, aneh namun itulah keajaiban tangan seorang calon ayah "Ayo sekarang minum susunya," "Hoekkk, enek mas" Rania menutup mulutnya "Duh kamu tuh ya tinggal telen saja kok susah, sini" Adipati merebut gelas ditangan Rania, lalu memaksa Rania meminumnya Glek glek glek Beberapa teguk pun akhirnya habis ditelan Rania tanpa mual "Makasih mas" "Hm" Adipati membereskan mangkuk dan gelas bekas Rania makan lalu segera mencucinya "Mas" panggil Rania namun tak disauti oleh Adipati "Mas jangan diam saja, menurut mas sekarang Rania harus bagaimana? Rania ingin masalah kita cepat terselesaikan." ucap Rania membernikan diri berbicara dibelakang Adipati, sudah terlalu lama mereka saling mendiamkan, Rania tak mau rumah tangganya terus begini begini saja ia mau semua masalah terselesaikan dengan baik agar rumah tangganya bisa harmonis "Mas, mas Adipati kenapa tidak bisa mengambil keputusan?" "Jalani saja Rania" "Jalani yang seperti apa mas? Rumah tangga kita terasa hambar jika terus seperti ini, apakah mas mau akan seperti ini terus?" Adipati melap tangannya, kegiatan mencuci piringnya telah selesai ia berbalik menatap Rania yang menunduk "Terus kamu maunya apa Rania? Lebih baik kamu fokus saja dengan kehamilanmu" "Bagaimana dengan semua perkataamu mas? Aku akan terus kepikiran mengenai itu, lalu bagaimana dengan pernikahan kedua yang aku tawarkan mas?" Adipati menghela nafas, "Baiklah Rania, mungkin kita memang harus segera menyelesaikan permasalahan kita, saya kasian sama kamu dan bayi dikandungan kamu" "Jadi?" Adipati terdiam sebentar, beberapa hari ini ia selalu memikirkan permasalahan rumah tangganya, dan akhirnya pun ia sudah mempersiapkan jawabannya "Saya serahkan semuanya pada kamu, jika kamu memang bersedia di madu, saya tak akan menolak, dan saya akan mencoba menerima semuanya termasuk kamu dan anak kamu" Rania menatap Adipati berbinar "Baiklah terimakasih mas." ucap Rania begitu bahagia sampai-sampai ia memeluk Adipati "Kebahagiaan apa yang diinginkan Rania sebenarnya? Mana ada wanita yang senang suaminya menikah lagi, kamu memang wanita yang aneh Rania" pikir Adipati saat istrinya memeluk erat dirinya "Baiklah, bisa kah kita berangkat?" ujar Adipati, Rania melepaskan pelukan menatap sang suami lalu mengangguk, berjalan keluar dapur mengikuti suaminya yang berjalan terlebih dahulu. Rania terlihat lebih ceria dibanding hari-hari yang lalu, bagaimana tidak ceria ia sudah mendapatkan titik terang untuk rumah tangganya. Bahagia didapatkan tidak hanya untuk memilikinya sendiri, namun Bahagia bila bisa berbagi kepemilikan, tak hanya barang yang dicintai namun suami yang dicintai pun rela dibagi, Rania yakin rumah tangganya akan baik-baik saja, semoga sahabatnya bisa berfikiran sama sepertinya. Karena sejatinya poligami tak pernah diharamkan ia yakin suaminya bisa bersikap bijak dan adil, banyak rumah tangga yang berpoligami dan mereka harmonis, Rania yakin rumah tangganya pun sama akan bahagia bersama hingga maut yang memisahkan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN