Akward

972 Kata
Setelah melakukan ciuman hangat di tepi pantai bertemankan sunset, kedua sekoli itu mendadak canggung terhadap satu sama lain. Bahkan disaat semua orang sibuk makan sambil bercanda, mereka hanya mampu terdiam dengan wajah semerah kepiting rebus, yang mana itu tak lepas dari sepasang mata Arifin yang menatap curiga kepada mereka. "Eh nyet, muka lo kenapa merah gitu? Demam lo". Arifin memberikan pertanyaan sarkas yang membuat semua mata tertuju kepada Rani seorang. Gadis itu mendadak panik, ia bahkan menundukkan wajah nya malu karena lontaran pertanyaan Arifin yang membagongkan. Pria gendut ini perlu diberi penyumpal mulut nanti. "Kagak, udara nya panas, makanan juga panas jadi kulit wajah gue merah". Sanggah nya, mencari alasan sebaik mungkin untuk menutupi ciuman tadi, sial! Masih saja terbayang dikepala Rani, sampai rona merah itu kembali menghias wajah nya kali ini sampai ketelinga. "Masa sih? Gila aja sejuk gini lo bilang panas, telinga lo bahkan ikut merah". "Eh gembel, lo ngapain sih nanya-nanya gak penting gitu sama dia. Berisik lo!" Sergah Rega kesal melihat Arifin seolah sengaja ingin mempermalukan gadis itu. Rani mengalihkan pandangan nya ke arah Rega, yang dibalas lelaki itu hanya senyuman menyebalkan tapi terlihat sangat seksi. "Ya nama nya juga bertanya, kalo mutlak ya pernyataan lah". Arifin memasukkan secuil daging kepiting kemulut nya, lalu kembali menikmati makanan. Winda yang sejak tadi hanya menyaksikan pun tak banyak bicara, namun otak kecil nya berusaha menangkap sesuatu dari percakapan ini. Ia yakin kalau telah terjadi sesuatu diantara Rani dan Rega. Cih! "Makan aja udah, tuh masih tiga porsi lagi lobster panggang". Rega mengambilkan sepiring seafood mix lalu memberikan nya pada Rani, gadis itu malu-malu menerima nya. "Makasih". Rega mengacak rambut perempuan berkacamata itu gemas, ia tidak tahu kalau rasa suka Rani kepada nya bisa membuat gadis yang tak jauh beda dengan Arifin itu berubah menjadi lebih kalem. Rani yang tidak berbicara m***m, atau gadis aneh yang sering ngomong sendiri. "Habiskan". Rega hanya mencairkan suasana yang mulai fokus kepada mereka, mengalihkan pemikiran negatif yang tertuju pada giringan pertanyaan Arifin tadi. Rega meminum minuman kaleng nya, ikut duduk disebelah Rani. Ia mengedarkan pandangan dan baru tahu kalau Ari dan Susi sudah tidak lagi disini. "Bang Ari sama bini nya mana ndut? Kok gak ada?" Rega bicara pada Arifin yang juga ikut melihat sekeliling nya. "Iyaya, gak ada mereka. Mungkin pulang?". Arifin dengan ringan nya menjawab seperti itu membuat Winda tersedak, kedua mata nya berair. "Pelan-pelan beb". Rani mengulurkan segelas jus jeruk dan diterima gadis itu. "Thanks beb. Eh Fin yang bener aja lo kalo pak boss balik, terus yang bayar makanan kita semua siapa? Aduh, gue gak bawa duit kali Fin". Winda langsung menghentikan makan, mendorong piring nya menjauh menatap sedih Arifin yang masih saja lahap. "Dih, maluin banget lo Win. Kerja kek sapi, bilang nya gak punya duit. Pelit amat jadi manusia". Winda memandang horor wajah Arifin, penuh sorot kebencian dan kesal yang berlipat ganda. "Mulut lo comberan Fin, gue gak bawa dompet kali. Lagian makan siang lo gie terus yang bayarin, masih bilang gue pelit. Kebangetan lo". Arifin memutar kedua matanya, mengabaikan Winda yang mengeluarkan jurus andalan, playing victim like b***h! Arifin jadi cowok ya, gini amat. "Berisik lo berdua, bang Ari bilang kalian bebas makan apa aja. Dia sudah bayar tagihan nya". Rega menyimpan ponsel nya kembali dalam saku, kemudian memanggil pelayan untuk membuatkan beberapa porsi lagi untuk dibawa pulang. "Orang rumah kamu suka seafood kan?" Rega bertanya pada Rani, yang dijawab oleh gadis itu hanya dengan anggukan kepala karena mulut nya penuh. "Kalo gitu, bungkus bawa pulang ya buat mereka. Masa kamu aja yang makan enak, mereka enggak." Rani tersipu dengan perkataan lelaki itu, ia bahkan melupakan soal ciuman tadi karena sekarang sudah kembali dibuat terlena dengan perhatian yang pria itu berikan. "Makasih, kamu baik banget. Gak salah jatuh cinta sama kamu". Ucap Rani dengan nada sangat pelan, nyaris tak terdengar tapi telinga Rega bisa menangkap apa yang bibir perempuan itu katakan. "Kamu harus banyak tenaga, kesabaran serta hati yang besar untuk bisa bertahan menjadi salah satu orang yang mencintaiku, karena tidak semudah itu menjinakkan seekor raja hutan." Rani terbatuk ketika mendengar perumpamaan konyol yang diucapkan Rega, ia mengelap bibir nya memakai tissu. "Kamu menyamakan diri dengan raja hutan, terus aku harus jadi ratu hutan dulu biar bisa sama dengan kamu, iya?" Kadang-kadang kebolotan itu membuatmu terlihat bodoh dimata orang lain, namun saat Rani yang menjadi bolot Rega merasa lucu sekali, apalagi dengan kedua mata membulat bening dihias kacamata itu. Pria itu terkekeh, mencubit pipi Rani. "Auuwww. Rani si ratu hutan, rawwrr Rega si raja hutan. Rawwrr rawwr". Ia terus melakukan nya hingga Rani melepaskan cubitan pria itu, dan merengut sebal. "Apaan sih. Gak jelas". "Yang gak jelas ini loh, kesayangan kamu". Rani mengernyitkan alisnya lalu membuang muka, kalau kepercayaan diri Rega kumat entah kenapa dia merasa kesal sendiri. "Udah deh, mau kesayangan, kecintaan, jangan terlalu percaya diri. Bisa jadi besok udah gak lagi". Raut wajah Rega seketika berubah muram, ia tidak suka mendengar Rani berkata seolah-olah ia akan berpaling dari Rega. Hello abang ganteng! Lo aja gak kasih kepastian, terus kenape melarang mbak nya move on! Ngaca lah kau lelaki.! Author emosi kan. "Gak akan bisa, kalau pun bisa kamu berpaling, akan aku buat orang yang berusaha mengambil tempat ku itu sekarat." Rani merasakan tatapan itu memancarkan keseriusan, sampai bulu kuduk nya pun ikut merinding. Tak mau memperpanjang pembahasan yang mulai tidak masuk akal gini, akhirnya ia kembali melanjutkan makan. Namun suapan nya kembali terhenti ketika melihat Winda menghentakkan tangan Arifin dan berlari pergi dari meja. "Kalian kenapa Ar?" Arifin menoleh dan mengedikkan bahu nya. "Gak tahu, itu perempuan selain nyusahin kadang kek anak bocah dah". Ujarnya dengan kesadaran penuh. Rani menghela nafas lalu menundukkan wajah, menyadari kalau memang sifat lelaki itu pada dasar nya tidak peka dan tak ambil pusing pada secuil perasaan perempuan. Dan Rega? Tentu saja salah satu kaum adam yang suka bermain-main seperti Arifin.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN