Terakhir Kali

823 Kata
Rani melepaskan kacamata tebal milik nya kemudian meletakkan benda itu ke atas meja, kepala nya mendadak pusing dan mata nya pun ikut perih. Memijit pelipis untuk membantu meredakan nyeri di kepala nya, Rani mendesis karena dentuman itu kembali datang. "Nyet, lo udah kerjain pendataan untuk siapa aja yang diterima trining bulan depan?" Seorang lelaki muncul dari balik dinding milik Rani, ia menatap wajah Rani yang kelihatan pucat. "Gue belum data ulang, kepala gue sakit banget Ar." Keluh Rani, sakit di kepala nya semakin menjadi. Belum sempat Arifin melanjutkan perkataan nya, kepala Rani sudah terkulai lemas duluan keatas meja. "Nyet!! Eh monyet bangun, aduh lo sakit diwaktu yang tidak tepat banget elahh". Pria gendut itu kelimpungan, pasalnya dia tidak mungkin menggendong Rani, gadis itu bisa memotong leher nya kalau sampai berani menyentuh seujung kuku. Tipe manusia suci yang tidak mulus karena Rani juga memiliki otak m***m, meski tak setara dengan nya dan Susi. Saat Arifin hendak menelpon Susi yang sedang membeli makan siang untuk mereka, tiba-tiba saja sosok Rega muncul dari belakang nya. "Lo kenapa? Nahan kentut?" Rega menyugar rambut nya yang sedikit basah, maklum baru pulang jumatan, kalau kalian pikir itu kemauan sendiri, itu salah karena Ari lah yang memaksa nya ikut. "Itu, fans lo pingsan. Bantuin dulu bentar, angkat dia ke ruang istirahat. Kasian". Rega menaikkan sebelah alisnya lalu mengintip kedalam bilik yang dibilang oleh Arifin. Saat melihat Rani yang tak sadarkan diri, lelaki itu cepat tanggap mendekati nya menepuk pelan pipi wanita itu namun tak ada respon. "Sialan, kenapa lo gak bilang dari tadi gembrot!" Sembur Rega lalu menggendong Rani ala bridal style, tersirat raut khawatir tapi ia tak terlalu ditampakkan oleh Rega. Ia menidurkan Rani di sofa yang panjang, kemudian mengambil kain yang tersimpan didalam laci menutupi paha mulus Rani yang mengundang syaitonirrojim untuk menggoda nya. Rega menatap wajah gadis itu tanpa kaca mata, tersenyum. "Kamu itu cantik tanpa kaca mata, tapi aku gak suka di kejar. Biarin aku yang ngejar kamu". Kata Rega sambil mengelus pipi Rani. Bohong kalau dia tidak menyukai gadis secantik Rani, apalagi tanpa make up pun wanita ini sudah memiliki kecantikan alami. Bibir merah muda yang kelihatan menantang serta hidung yang tidak terlalu mancung, terlihat mungil dan mata sipit sungguh menawan hati. Rega menggelengkan kepala karena otaknya mulai membayangkan yang tidak-tidak. Dalam lamunan nya, Rega tidak sadar kalau Rani sudah mulai membuka mata nya. Tapi reaksi gadis itu sungguh tak disangka karena ia langsung bangkit dan menatap sengit wajah pria dihadapan nya. "Kamu ngapain?!" Rani panik sendiri hingga spontan memeriksa pakaian nya sendiri, tidak ada yang kurang malah bertambah kain yang menutup paha nya. "Seharus nya kamu ngucapin terima kasih, bukan malah melotot sinis kek gitu". Rani membuang muka, jujur saja melihat wajah Rega sekarang ia masih teringat perkataan lelaki itu. Selain playboy, Rega juga memandang fisik sebagai standar dalam hubungan. Sakit sih, Rani terlanjur menyerah. "Bodo amat." Balas nya semakin menyebalkan. Rega hanya terkekeh, tidak terkesan sinis justru ia sangat senang bisa melihat wajah Rani sudah tidak sepucat tadi. "Aku mau bilang sesuatu, kamu masih mau dengar gak?" Rega berdiri, berpindah ikut duduk disebelah Rani yang membuat gadis itu mengubah posisi nya. Rani memalingkan muka, tidak ingin melihat wajah Rega. Tak mau terpesona lagi. "Aku bakal balik ke Australi, untuk sementara aku bakal bantu ayah kerja di firma hukum dia." Rega membasahi bibir nya, lalu menunggu tanggapan Rani tapi tidak ada. Ia melanjutkan ucapan nya. "Mungkin agak lama baru bisa gabung kesini lagi, are you okey with that?" Rega tidak tahu kenapa ia sangat berharap Rani menatap nya atau sekedar membalas perkataan nya tapi tak kunjung ada suara. "Rani, aku ngomong sama kamu loh". Rega tidak menyangka kalau gerakan tiba-tiba itu membuat mereka hampir saja terjatuh, Rani memeluk nya erat. Lalu isakan kecil terdengar, Rega tersenyum tulus. Ia mengusap punggung Rani penuh sayang. "Kapan berangkat?" Akhirnya ia mau bicara. "Malam ini, jam 7 nanti pesawatku berangkat." Rani melerai pelukan mereka, kemudian mengusap air mata diwajahnya. "Kasih aku sesuatu yang gak akan pernah aku lupain, please! Dua tahun aku jadi penguntit kamu, dan cuma perpisahan yang aku dapat. Ini gak adil". Rani bicara setengah memaksa dan merengek, tapi hati nya justru sakit. Pergi artinya berpisah, walau tidak ada hubungan tapi mereka cukup dekat meski tak akrab. Rega nampak berpikir, ia menggelengkan kepala lalu kembali menatap Rani. "Aku gak punya apa-apa buat kamu sekarang, gimana nanti malam ikut nganter aku". Gadis itu menggeleng keras, dia tidak akan mau mengantar kepergian Rega. Meski ingin sekali. "Aku akan pilih sendiri hadiah ku". Rani meraih kedua bahu Rega, mendekatkan wajah mereka hingga jarak terkikis habis lalu sebuah benda kenyal menempel di bibir Rega. Pemuda itu terkejut, tapi tak menolak sama sekali ia justru membalas ciuman Rani yang terasa lembut dan hangat. Kedua tangan Rani yang awalnya di bahu, berpindah meremas rambut Rega. Begitu juga dengan pria itu yang ikut meremas pinggul Rani penuh gairah. "WOI MONYET!!! JANGAN m***m DIKANTOR". Kalau ada manusia menyebalkan dikantor ini, itu pasti Arifin sialan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN